Fanti Yulia Mardianti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Nama dari Lagu

Nama dari Lagu

Kuhitung jumlah lembaran ulangan harian di atas meja guru. 24, kurang satu dari seharusnya.  Seorang siswaku tidak hadir hari ini dan kemarin.  Belum ada kabar. Kolomnya pada daftar hadir, masih kukosongkan.  

Para siswa telah pulang. Kelas telah sepi dari riuhnya suara anak-anak.  Setelah ishoma, aku memutuskan untuk kembali ke ruang kelas. Ternyata, telah ada yang menunggu di depan pintu.  Seorang ibu, orang tua dari siswaku yang tidak hadir. 

 

"Dulu, saya pernah larang Bapaknya kasih nama itu.  Tapi, beliau kekeh.  Jadinya ya begini, Ibu Aini.  Nesia tidak mau masuk sekolah sebelum Bapaknya mengganti namanya, katanya," ucap Mama Nesia sendu setelah bercerita panjang lebar tentang putrinya yang sedang mogok.  Juga segala daya upaya yang dikerahkannya untuk membujuk sang anak.  Namun belum berhasil.

"Insya Allah, besok sore saya akan temui Nesia," janjiku kepadanya. Kusampaikan pula kepadanya untuk bersikap tenang supaya tidak stres.  Mengingat kondisinya yang sedang hamil besar.

**

Kuarahkan sepeda motorku ke Jalan Paledang.  Mama Nesia sudah memberitahukan alamat lengkapnya kepadaku.  Setelah jembatan, masuk gang.   Rumah ketiga, sebelah kiri.  Ah, ini dia.  Kuparkirkan sepeda motor di depan pagar berwarna hitam itu.  

Rumah yang cukup asri.  Beberapa pot tanaman hias nampak berjejer di tembok pagar dan pembatas rumah.  Melangkah menaiki beberapa undakan menuju teras, terdapat pula pot-pot gantung dengan tanaman menjuntai di tepi kanopi. 

Seseorang membuka pintu sambil menjawab salamku. Mama Nesia.

"Alhamdulillah, silakan masuk, Bu Aini." 

Kuucapkan terima kasih sambil melangkah ke bagian dalam rumah, lalu duduk di kursi tamu.  Sebentar kemudian, Mama Nesia pamit untuk menyiapkan minum untukku. Tertumbuk pandanganku pada penataan ruang tamu.  membuatku takjub, ini seperti ruang kelas.  Oh, lebih.  Seperti mini museum, malah.

Di pojok kanan, ada semacam pot kayu dengan tiang menancap.  Pada tiang, dipasang bendera merah putih berukuran sedang.  Di dinding seberang kursi tamu, terpampang ukiran lambang negara berbahan kayu yang kokoh.  Foto Pak Joko Widodo dan Kyai Haji Ma'ruf Amin, mengapitnya.   Di bawahnya, berderet secara bersusun dari kiri ke kanan, pigura berisi foto presiden dan wakil presiden RI pertama sampai terakhir sebelum yang kini menjabat.   Lengkap dengan beberapa pigura berukiran cukup besar berisi susunan nama dan susunan kabinet masa pemerintahan masing-masing pemimpin negara itu.  Banyak pigura lain yang berisi daftar lagu nasional, daftar nama sungai, gunung, bandar udara, dan banyak lagi.  Aih, luar biasa bukan?  Mirip RPUL!

Kesimpulanku adalah, Pak Abdi, Bapaknya Nesia adalah seorang nasionalis.  Maka, tidak mengherankan jika dia namai sulungnya dengan nama Indonesia Raya. 

Nesia, gadis kecil berambut ikal dan berlesung pipit itu muncul dari dalam rumah bersama sang ibu.  Sikapnya terkesan malu-malu. Segera kuhampiri dan kupeluk, kemudian kami duduk bersisian.

"Nesia, Bu Aini kangen sekali.  Sudah dua hari Nesia tidak sekolah.  Besok, Ibu tunggu di kelas, ya.  Kita belajar sama-sama lagi.  Mau, kan?' tanyaku.

Nesia menatapku.  Terlihat ragu-ragu.  "Tapi Nesia gak mau nama Nesia dinyanyiin, Bu."

Aku tersenyum mengerti. Tadi pagi, telah kujelaskan kepada teman-teman sekelasnya.  Tentang perasaan Nesia jika mereka memanggilnya sambil bernyanyi "Indonesia Raya merdeka merdeka..tanahku negriku yang kucinta."  Satu anak menyanyikan, yang lain menimpali.  Disambut wajah merengut dan bibir Nesia yang maju. 

Hal itu beberapa kali terjadi. Biasanya, setelah dibicarakan bersama, mereka akan berbaikan dan ceria dengan sendirinya.  Kali ini berbeda.  Nesia ngambek, rupanya.  Apa mungkin karena ditambah sebentar lagi adiknya akan lahir? Umumnya seperti itu, kan? Sang kakak yang cemburu pada sang adik jabang bayi karena tentu perhatian bapak dan ibunya akan segera terbagi.  Ya, mungkin saja.

Kucoba untuk bicara hati ke hati dengan Nesia.  Berdua saja.  Sambil berpikir keras kalimat sederhana yang harus mudah dipahami anak berusia tujuh tahun.  Siswa kelas satu sekolah dasar.

"Mm..teman-teman Nesia tadi bilang kepada Ibu guru, akan memanggil Nesia saja.  Tidak nama lengkapnya, kalau Nesia tidak mau,'  Gadis kecil itu menatapku, seolah mencari kesungguhan dalam kalimatku. Tapi aku tidak berani menjanjikan, khawatir ingkar.  Namanya juga anak-anak kelas satu, masih polos.  Belum begitu mengerti komitmen menjaga janji.  "Kalaupun ada teman yang memanggil Indonesia Raya, tidak akan sambil menyanyikannya," lanjutku. 

Kulihat Nesia menunduk. Apa dia menangis? "Nesia pingin ganti nama aja, Bu."  Matanya memerah dan mulai terisak sambil mengucek matanya.

"Oh, begitu?  Nesia mau ganti nama apa?"

"Putri."

"Waah, nama yang bagus.  Banyak murid Ibu yang bernama itu.  Tapi yang bernama Indonesia, baru Nesia saja.  Artinya, nama Nesia itu unik, tidak sama dengan yang lain.  Saangat bagus! Keren!!"

Aku mengacungkan dua jempol ke arahnya. Gadis kecil itu berhenti terisak.

Kulanjutkan bujuk rayu kepada gadis kecil itu.  "Namamu diambil dari judul lagu kebangsaan.  Isinya cita-cita, semangat, harapan, kebahagiaan, dan do'a terbaik untuk kita semua sebagai warga negara Indonesia.  Nama yang hebat, kan?"  Meskipun aku yakin penjelasan ini belum dapat dicerna dengan utuh olehnya, namun kulihat sebuah senyuman di bibirnya. 

"Namaku hebat, Bu?" Matanya berbinar.  Aku mengangguk.

"Siapa yang memberi nama?" kutanya dia.

"Bapak," jawabnya cepat.

"Nah, Bapak Nesia juga hebat.  Beliau sangat cinta negara Indonesia, sampai-sampai anaknya yang cantik ini diberi nama Indonesia.  Ruangan ini juga menakjubkan, Bu guru kagum sekali.  Bapak Nesia luarr biasaa.."

"Kalo gitu, gak usah ganti deh.  Dinyanyiin juga gak apa-apa," Gadis cilik itu tersenyum lebih lebar, memperlihatkan gigi depannya yang ompong satu.

"Eh, gak sekolah tiga hari, giginya ke mana tuh?" ucapku.

Refleks, ia menutup mulut dengan kedua tangannya.  "Diambil tikus," jawabnya dengan mimik lucu. 

Kami tertawa bersama.

**

Pada dasarnya, Nesia anak yang ceria.  Saat masuk sekolah keesokan harinya, sikapnya biasa saja, seolah-olah tak pernah ada masalah.  Begitulah dunia anak-anak, hal-hal yang membuatnya marah atau sedih, mudah terlupakan.  Lekas berganti bahagia.

Hari, minggu, bulan, tak terasa berlangsung dengan cepat.  Hari ini saatnya pembagian rapor semester satu.  Orang tua dan siswa diundang ke sekolah untuk mengambil hasil belajar selama kurang lebih enam bulan lamanya. 

Kupanggil satu persatu nama siswaku.  Orang tua dan siswa maju untuk menerima rapor.  Tiba di nomor urut 15.  Menghampiriku, Nesia dan Mama yang menggendong adik bayinya.  Setelah bersalaman, mereka duduk di hadapanku. 

"Ibu guru, kenalkan ini adikku, Panca,"  ujarnya penuh kebanggaan.

Keningku berkerut.  Anak kelima?  Rasanya adik Nesia  baru bayi ini saja.

Mama Nesia tersenyum, seakan memahami kebingunganku.  "Nama lengkapnya, Garuda Pancasila, Bu."

Mulutku bergerak membentuk huruf o.  Terlintas pikiran iseng di kepalaku. "Mama Nesia, kalau punya anak ketiga nanti, Bapaknya Nesia mau beri nama apa?  Apa Mama Nesia pernah tanya?  maaf, saya kok jadi kepo begini."

"Pernah, Bu Aini.  Tidak apa-apa.  Katanya nanti namanya Egi.  Lengkapnya, Bagimu Negeri."

Tawaku hampir tersembur kalau saja tidak ditahan.  Oalah, benar-benar.  Luar biasa si bapak!

 

 

 

 

 

 

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen yang menarik Bunda Fanti. Salam kenal, sukses selalu ya

29 Mar
Balas

Salam kenal kembali, Bunda..terima kasih telah berkenan membaca

29 Mar
Balas



search

New Post