Pelukan Untuk Mama (2)
Widia, Ledia dan Nadia adalah tiga orang kakak beradik yang tinggal di tiga kota berlainan. Bandung, Bogor dan Jakarta. Sebenarnya cukup dekat mengingat masih berada di kawasan Jawa Barat dan DKI. Namun, dibandingkan jarak, alasan kesibukan selalu dapat menjadi alasan sulitnya bertemu.
Meski demikian, kasih sayang di antara mereka tetap lekat. Komunikasi yang baik menjadi kuncinya. Walau tak bertemu langsung, pertemuan melalui aplikasi chat dan video call di gawai mereka sebagai perekatnya.
Seperti pagi itu. Widia melakukan rutinitas Sabtu pagi di pekarangan samping rumahnya sambil mengobrol dengan Ledia, adiknya yang tinggal di Bogor. Merawat tanaman sebagai pengalih rasa bosan atas pekerjaan rumah tangga yang itu-itu saja. Sarapan beli yang tinggal makan saja semisal bubur ayam atau ketoprak. Me time versi Mamanya Delia. Dengan catatan, aktifitas ini dilakukan saat sang suami bertugas di luar kota. Jika Hari ada di rumah, kegiatannya tentu saja seputar melayani suami.
Dua perempuan itu bertukar cerita seputar tanaman yang sedang viral. Sesekali diselingi gelak tawa saat menyebutkan nama tanaman yang rasanya sensitif bagi seorang perempuan.
"Sudah, sudah. Kita sebut saja monstera. Titik," ucap Widia kepada adiknya.
Di seberang sana, nampak di layar gawai Ledia sedang menimang-nimang tanaman yang baru dibelinya sebulan lalu itu.
"Oya, Mbak. Apa benar Nadia mengunjungi kalian? Dia bilang padaku".
"Iya, Dik," jawab Widia. Nampak olehnya raut wajah sang adik yang berubah.
"Mas Hari tahu?"
Widia menggeleng. "Tidak, Dik. Entahlah, kalau seperti ini Mbak merasa kami harus menyampaikan kepada Delia dalam waktu dekat. Tapi papanya sudah putuskan nanti saja saat usianya dua puluh".
"Tidak kelamaan?" Suara sang adik terkesan agak ketus.
"Sudahlah, Mas Hari pasti tahu yang terbaik untuk Delia".
Ledia mengangkat bahu tanda menyerah. Kakak iparnya itu memang terkenal tangguh pendirian, sangat sulit digoyahkan.
"Sudah dulu ya, Mbak. Aku mau siapin talasnya buat dibawa si kembar".
"Makasih banyak, Dik. Udah mau direpotin aku dan anak-anakku," Widia tersenyum haru.
"Sibling goals, Mbak..hehe..".
Widia menertawakan adiknya yang memakai istilah kekinian itu. Setelah mengucapkan kalimat perpisahan dan tanda peluk cium jauh, percakapan itu berakhir.
Widia tersenyum. Sungguh beruntung dirinya memiliki adik sebaik Ledia. Bahkan dua anaknya pun sekarang menumpang di rumahnya. Mereka sedang kuliah di IPB. Rumah Ledia yang dekat dengan kampus menjadi tempat ideal bagi anak kembar itu. Lagipula, Widia cukup khawatir jika mereka tinggal di kosan.
Setidaknya dengan tinggal bersama tante mereka, ada pengawasan terhadap kesehatan dan pergaulannya. Untuk urusan ini, Widia berlega hati. Tinggal satu urusan yang masih bergelayut di pikirannya. Membuat ibu berparas ayu itu menghela napas panjang dan memejamkan mata sebentar.
Perempuan itu hendak beranjak namun tertahan ketika jemari lentik menutup matanya.
"Hayo, tebak ini siapa?" Suara riangnya membuat sang Mama tertawa.
"Siapa lagi kalau bukan anak Mama yang cantik, Delia Salsabila binti Hari Prastiadi".
"Wiih..lengkapnya.." Digelitiknya pinggang sang Mama. Keduanya tertawa.
"De.."
"Ya, Ma?"
Delia duduk di samping Widia sambil melingkarkan kedua lengan ke perut Mamanya itu. Kepalanya bersandar di bahu sang mama.
"Apa Delia sayang Mama?" Entah mengapa Widia merasakan sesuatu akhir-akhir ini. Semacam perasaan cemas.
Delia mendongak, menatap wajah Mamanya. Merasa pertanyaan itu lucu dan aneh.
"Kok Mama tanya begitu?"
"Jawab aja, kok susah!" Mama menjawil hidung Delia.
"Ya jelas sayang dong, Ma. Mama gimana, sih? Mama kan ibuku, yang melahirkanku. Mama juga pasti sayang Dede," ucapnya penuh penekanan.
"Ih, pedenya anak ini," Widia menggodanya.
"Pasti dong. Emangnya ada ibu yang tidak sayang anaknya?"
Sesaat Widia tampak memikirkan sesuatu. Lantas menanggapi pertanyaan anaknya. "Hm, mungkin bukan tidak sayang. Tapi ada alasan lain," Diulasnya senyum terbaik untuk anaknya.
Pagi beranjak siang. Keduanya memasuki rumah sambil tetap berangkulan. Nyata terlihat kasih sayang yang besar untuk satu sama lain.
Hari itu mereka lalui dengan penuh kegembiraan. Berbagai kegiatan dilakukan Delia dan Mamanya bersama-sama. Memasak, membuat kue, bersih-bersih kamar tamu, dan bercengkrama sore di teras depan rumah. Nongki dan selfie, kata Delia. Mamanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihat berbagai pose yang ditampilkan putri semata wayangnya di depan gawai.
"Gak usah melet-melet kayak ular, De".
"Memang harus sambil manyun begitu, ya?"
"Haduh, difotonya gak usah sambil mangap-mangap gitu dong, Delia".
Gadis yang diomeli pun hanya terkekeh. Lalu melesat menghampiri pengantar paket yang berhenti di depan pagar dengan meneriakkan namanya.
Sebuah bingkisan besar dengan kartu ucapan dari si pengirim. Untuk Delia, dari Nadia Paramita. Disertai kalimat permintaan maaf karena tidak jadi datang hari ini.
"Wah, Tante Nadia kirim apa nih, Ma?"
"Buka saja, De," jawab Widia.
Sebuah boneka kelinci berukuran besar dengan telinga panjang berwarna pink! Delia kegirang-girangan. Dipeluknya boneka itu sambil melompat-lompat. "Dede kan gak ulang tahun, Ma. Kok Tante Nadia kasih hadiah? Terus, kenapa Tante Nadia tahu ya, Dede sudah lama ingin boneka ini? Tahu dari mana? Siapa yang kasih tahu? Kok bisa?"
Mamanya tertawa mendengar pertanyaan yang bertubi-tubi itu. "Mama rasa tantemu feeling saja. Oh ya, gak usah bilang Papa dulu ya, De. biar Mama saja".
Delia mengerutkan kening. Masak iya anaknya dapat kebahagiaan seperti ini tidak bilang Papa? Tapi ah, sudahlah. Suka cita nya mengalahkan rasa ingin tahunya. Sejenak kemudian, ibu jari dan telunjuknya ditautkannya menjadi lingkaran. Bibirnya mengeluarkan kata "Oke!"
Widia tersenyum lagi di hadapan anaknya. Berharap semoga puterinya yang ceriwis itu mampu menjaga mulutnya.
Bersambung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca dan follow. Sudah saya folback dan kunjungi tulisan Ibu..semoga sukses, ya
Cerpen yang bagus bu guru. Izin follow. Semoga bu guru berkenan.singgah.d gurusiana saya CINTA BUKU. Mohon dukunganya bu. Lagi ikut lomba