Tak Boleh Menikah
Anggita tersenyum simpul sambil mematut dirinya di depan cermin. Hari ini sang kekasih berjanji untuk menjemput dan membawanya ke rumah orang tuanya. Sebenarnya, gadis itu telah mengenal orang tua Raffi saat kecil. Ia tahu setelah bertukar banyak cerita dengan pemuda yang kini mengisi hatinya itu. Dahulu, mereka bertetangga saat mereka kecil. Sangat akrab, bahkan seperti saudara. Anggita seumuran dengan Reffina, adik Raffi. Namun, tugas sang ayah membuat keluarga Anggita harus pindah ke Bandung. Siapa sangka, di kota kembang ini dua anak yang telah dewasa ini bertemu kembali dan saling mengikat rasa.
Satu setengah tahun menjalin kasih membuat mereka mantap untuk menjejak ke jenjang yang lebih serius. Dalam waktu dekat ini, Raffi berencana untuk melamar dan menikahi Anggita. Rencana itu akan disampaikan hari ini di hadapan orang tua Raffi. Pemuda itu sangat optimis mendapat restu kedua orang tuanya. Restu yang tak mungkin didapat dari orang tua Anggita karena keduanya telah meninggal dunia empat tahun lalu. Pesawat terbang yang belum lama lepas landas itu harus menerima takdir menghunjam bumi di perairan utara pulau Jawa. Meninggalkan Anggita Pradhitya sebagai gadis yatim piatu.
Tiba di tempat tujuan, Anggita disambut dengan keramahan dan rasa syukur. Bagaikan menemukan anak yang hilang. Sehingga angan dan harapan Anggita untuk mengecap kembali hangatnya kasih sayang orang tua mendekati kenyataan. Ibu Ratna bercerita dengan penuh semangat kenangan masa kecil anak-anak di hadapannya. Perempuan paruh baya itu masih tersenyum ketika sejelalat pandangannya tertumpu pada tangan kedua anak muda yang saling menggenggam dan wajah yang saling melemparkan senyum. Ibu Ratna kemudian teringat kejadian semalam. Saat sang putra bercerita dengan raut muka sangat bahagia tentang calon isteri yang akan dikenalkan esok hari. Ya, detik ini dan fakta bahwa Anggita adalah gadis yang dimaksud. Genggaman dan senyuman itu sontak luruh dari tubuh dua sejoli itu saat sang ibu memekik histeris. "Tidak, tidak boleh menikah. Kalian saudara sepersusuan!". Memori Ibu Ratna menayangkan dengan jelas. Momen saat bayinya disusui bersamaan dengan bayi tetangganya yang seringkali dititipkan kepadanya ketika orang tua bayi itu menghadiri acara penting di kantor.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Pentigrafnya keren, Bun. Salam literasi.
Terima kasih, Bunda.
Cerita yang keren, ternyata saudara sepersusuan. Mohon maaf, ceritanya kelihatan lebih dari 210 kata ya. Kalau langsung ditulis digawai memang kita gak tau berapa banyak katanya.
Betul, Pak. Terimakasih atas masukannya. Insya Alloh berikutnya saya perbaiki.
Menarik kisahnya bu
Terima kasih sudah berkenan membaca, Ibu.