Farhan Akbar Muttaqi

Tinggal di pinggiran Purwakarta. Guru yang terus belajar. Pengelola website www.matapendidikan.com...

Selengkapnya
Navigasi Web
Anomali 'Generasi Atta Halilintar'
credit: liputan6.com

Anomali 'Generasi Atta Halilintar'

Ketika pertamakali ditempatkan mengajar di sekolah ini, saya diberi informasi oleh Kepala Sekolah tentang karakter murid-murid disini, “Anak-anak disini kebanyakannya pemalu, kurang percaya diri, juga mental berbicaranya rendah. Silahkan Bapak cek di kelas. Kalau disuruh bicara kebanyakan diam,” begitu kurang lebih katanya.

Mungkin hal ini karena secara geografis, sekolah ini letaknya berada di kaki gunung. Anak-anak yang sekolah, datang dari lereng-lereng, bukit, dan kawasan perkebunan yang akses jalannya masih buruk. Akses rumah-rumah penduduk menuju sekolah masih banyak dipenuhi jalan berbatu, menanjak, dan berlumpur ketika hujan. Secara mental, sebagian akhirnya merasa inferior dengan dunia secara umum dengan segala gemerlapnya.

Walaupun kalau dipikir-pikir, Kabupaten ini tak begitu jauh dari Ibukota Jakarta. Pusat keramaian se-Nusantara.

Entahlah, disaat penetrasi pembangunan konon begitu massif diluar Jawa, nyatanya masih ada yang belum tersentuh (atau mungkin sedikit sentuhannya) di daerah yang hanya berjarak 3-4 jam dari Ibu Kota.

Dari sisi demografis, penduduk di sekitar sekolah berpendidikan rendah. Tergambar dari data pendidikan orangtua siswa yang mayoritas latar belakangnya hanya SD, dan sebagian SMP.

Karenanya, untuk sosialisasi PPDB, saya dan rekan-rekan guru harus turun mengetuk pintu-pintu rumah warga dan berbudah soal urgensi bersekolah di zaman yang serba sulit ini.

Oke, kembali lagi ke notebook. Terlepas dari semua fakta di atas, saya selaku Guru Bahasa Indonesia, merasa disentuh oleh Kepala Sekolah. Soalnya, meng-upgrade kemampuan berbicara adalah jatah Guru Bahasa Indonesia. Bagian dari keterampilan berbahasa.

***

Saya percaya dengan konsep ‘habits’. Keahlian dalam berbagai keterampilan lahir dari proses pembiasaan. Latihan dan repetisi (pengulangan) adalah rumus baku untuk membuat manusia menjadi ahli dalam urusan tertentu.

Maka dalam merancang sekaligus menjalankan proses pembelajaran, saya beri perhatian lebih untuk memotivasi dan memberi ruang kepada siswa untuk berbicara dihadapan teman-temannya. Mulai dari membacakan teks model, hingga presentasi didepan kelas. Setiap bab usai, selalu saya tugaskan mereka untuk melakukan presentasi.

Harapannya, semakin sering, maka semakin terbiasa. Semakin terbiasa, akhirnya menjadi keahlian. Berbulan lamanya, hingga hampir dipenghujung semester pertama berakhir, pola semacam itu konsisten saya lakukan.

Lalu, bagaimana hasilnya?

Nyatanya, sampai empat bab berlalu, hanya sedikit sekali peningkatan. Ada beberapa orang disetiap kelas yang nampak baik bersilat lidah dihadapan teman-temannya. Namun saya pikir, mereka yang sudah nampak terampil itu sudah membiasakannya sejak masih SMP.

Sisanya, dari presentasi ke presentasi, masih nihil (atau mungkin sedikit sekali kemajuan). Kebanyakannya masih terus menduduk, tergagap ketika menyampaikan, bersuara seperti berkumur-kumur, bahkan tak sedikit yang gemetar hebat.

Meski demikian, empat bab berlalu tentu terlalu cepat untuk memberi vonis bahwa mereka bodoh, tak berpotensi, atau berbagai judging buruk lainnya. Mungkin waktu dan repetisinya masih kurang. Kungfu master semacam Jet Li mungkin telah mengulang ribuan gerakan untuk menjadi ahli, lah mereka kan baru beberapa kali?

Tapi ala kulli hal’, pada bab yang selanjutnya akan saya ampu, saya berfikir perlu untuk merancang bentuk proses belajar dan tugas yang baru.

Hingga sampailah pada materi teks resensi (ulasan), saya tak lagi meminta mereka untuk presentasi di depan kelas. Namun saya meminta diujung pembelajaran secara berkelompok (dua sampai empat orang) membuat konten video seperti yang ada diberbagai channel youtube. Mengulas buku secara verbal dengan gaya-gaya khas vloger macam Ria Ricis, Atta Halilintar, Deddy Corbuzier, dan yang lainnya.

Alhamdulillah, saya temukan anomali. Meskipun pembangunan infrastruktur seperti jalan penetrasinya nampak lambat, namun perangkat handphone dan smartphone nyatanya tak sama. Mayoritas siswa memilikinya. Meski seringnya mereka tak memiliki kuota. Sehingga sesekali saya harus membagi hotspot jika pembelajaran membutuhkan akses internet.

Disinilah anomali berlanjut. Sebagian dari mereka yang nampak malu-malu ketika presentasi di depan kelas menjelma menjadi makhluk lain didepan kamera. Seujujurnya saya kaget. Apa benar yang didalam video ini sama dengan mereka yang sebelumnya saya lihat didepan kelas? Kok kayaknya berbeda? Mengapa? What’s happen?

Meluncurlah ungkapan-ungkapan semacam hello, gais, whatzap, dan semacamnya. Padahal saya ingat betul, sehari-hari siswa di sekolah menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa utama dalam berkomunikasi. Bahkan sebagian besar masih kesulitan untuk berbicara dengan bahasa Indonesia. Lho, kok malah fasih bener melafalkan ungkapan-ungkapan dari Planet Namec?

Apa yang ada dikatakan mencerminkan asupan yang ada di kepalanya. Ungkapan ini mendapatkan kesesuaiannya dengan fakta yang ditemukan ini. Mungkin influencer-influencer berikut pemikiran serta tingkah lakunya penuh sesak memenuhi kepala mereka. Bahkan mungkin juga itu diyakini sebagai idola yang lebih layak jadi panutan ketimbang guru-gurunya yang membosankan.

Sehingga tak begitu sulit untuk memperagakan dan melakukan apa yang dilakukan oleh para influencer yang sering mereka saksikan di gawai-gawai yang dimilikinya.

****

*Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post