Farhan Akbar Muttaqi

Tinggal di pinggiran Purwakarta. Guru yang terus belajar. Pengelola website www.matapendidikan.com...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menuntaskan Proyek Satu Murid Satu Buku
Credit: CNN Indonesia

Menuntaskan Proyek Satu Murid Satu Buku

Baru tiga hari ini saya kenal dengan blog Gurunesia. Blog ini benar-benar jadi solusi bagi saya yang sejak dulu ingin punya blog sendiri, tapi cuma mau nulisnya doang. Malas buat rangkap jabatan dengan menjadi admin.

Gurunesia juga membuka cakrawala baru bagi saya. Ternyata, banyak juga guru yang punya minat tinggi di dunia tulis menulis. Alhamdulillah.

Saya lihat-lihat juga, gurunesia punya misi yang bagus. Mencetak guru-guru penulis. Satu guru satu buku. Wah, ini luar biasa. Memang semestinya demikian. Mudah-mudahan, semua penghuni gurunesia mampu mewujudkannya. Aamin.

Omong-omong soal buku, awal tahun ajaran ini Kepala SMA tempat saya mengajar menargetkan agar seluruh kelas 12 mampu membuat satu buku di ujung masa sekolahnya. Satu murid satu buku. Ya, begitu kurang lebih. Sebagai guru bahasa Indonesia, saya diamanatkan untuk menggarap proyek ini.

Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Awalnya agak pesimis. Melihat kemampuan anak yang berbeda-beda, apa iya target ini akan tercapai? Terlebih, anak-anak juga dibebani dengan aneka tugas dan target lain di sekolah dan pesantren. Seperti target hafalan quran sekaligus ujian tasmi’. Memperdengarkan hafalan quran, yang sebagiannya sudah mencapai belasan juz. Dimana dalam ujian nanti, mereka diminta memperdengarkannya dari awal sampai akhir yang dihafal.

Masalah lainnya, saya pribadi tidak begitu berpengalaman membuat buku. Satu-satunya pengalaman hanya menerbitkan buku yang berisi kumpulan artikel yang dimuat diberbagai media cetak dan elektronik selama masih kuliah (rentang 2012-2015). Itu juga nerbitin sendiri. Celakanya, buku-buku itu hingga kini masih bersisa dan tersimpan di gudang. Bahkan saya lupa lagi posisinya sebelah mana.

Namun alhamdulillah, hingga pertengahan Februari ini, ketakutan perlahan sirna. Menjelang deadline pengerjaan di bulan April, semua anak sudah mengerjakan lebih dari 50% pekerjaannya. Dari enam buku yang diproyeksikan (Siswanya masih sedikit. Maklum, angkatan pertama), ada dua buku yang tebal naskahnya sudah di atas 100 halaman A5. Sisanya berkisar 28-60 halaman. Padahal mulanya, saya hanya menargetkan minimal 30 halaman saja. Tapi nyatanya, belum juga selesai waktunya, sebagiannya malah sudah di atas target. Terharu.

Dari enam siswa yang mengerjakannya, jenis buku dan judulnya variatif. Ada buku yang berisi motivasi Islami ( judulnya Move Up), ada yang berisi kajian ilmiah penuh referensi ( judulnya Hijrah Tauhid), ada yang berisi suplemen kajian remaja ( judulnya Better Life With Ilmu), ada yang berisi kumpulan cerpen ( judulnya Setitik Noda Hitam), ada yang berisi tips-tips hidup di pesantren (judulnya Teka Teki Santri), dan ada juga yang berisi catatan hikmah yang didapat selama mondok di sekolah ( judulnya Diary Santri). Sedikit memang. Maklum, angkatan pertama.

Di sekolah kami, proyek pengerjaan buku ini menjadi sesuatu yang sangat penting bin strategis. Berpijak pada visi sekolah yang hendak mencetak Penghafal Quran dan Pemimpin Masa Depan, maka posisi menulis adalah kompetensi wajib bagi para pemimpin. Pemimpin mesti mampu menyampaikan gagasannya. Mempengaruhi sekitarnya dengan ekspresi bahasa yang mencerahkan dan menggugah. Salah satunya dengan menulis.

Kemudahan proyek ini sebetulnya didukung dengan sistem kurikulum di sekolah kami. Dalam proses belajar, sekolah kami tidak sepenuhnya mengadopsi kurikulum Dinas Pendidikan. Sebagian besar pelajaran menggunakan kurikulum rancangan sendiri. Hanya ketika UTS, UAS, dan UN ikut ke sekolah terdekat.

Dengan demikian, khusus kelas 12 pelajaran bahasa Indonesia bisa fokus digunakan untuk menulis buku. Empat jam pelajaran dalam sepekan digunakan untuk proyek tersebut. Di mulai dari semester satu yang lalu dan ditargetkan tuntas seluruh prosesnya di bulan April. Waktu kini tersisa kurang dari dua bulan. Mudah-mudahan selesai. Itu harapannya.

Namun sayangnya, belum juga selesai, saya sudah dapat keputusan bahwa ini adalah proyek pertama sekaligus terakhir. Pada tes CPNS tahun 2018 lalu, tak disangka saya lolos. Padahal, itu tes yang pertama. Senang sekaligus sedih. Sedihnya, saya tak tahu, apakah proyek serupa bisa dilakukan di sekolah negeri yang memiliki pakem kurikulum tersendiri?

Sambil menunggu keluarnya SK dari Pemprov Jabar dan tetap melanjutkan pekerjaan di sekolah, saya menerka-nerka jawabannya. Walaupun mestinya sih bisa. Soalnya, bagaiamanapun juga kemampuan menulis itu adalah salah satu pembeda orang sekolah dan tidak sekolah. Maka perlu juga di rancang dan di upayakan. Betul apa betul?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Subhanallah, proyek yang perlu perjuangan dan kesabaran. Semoga sesuai waktunya. Sukses selalu dan barakallah

17 Feb
Balas

Semoga masih bisq dilanjutkan progam sasisabu nya Pak. Semangat sukses selalu. Barakallah

17 Feb
Balas

Sukses slalu.amin

17 Feb
Balas



search

New Post