Faridatul Khasanah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Lanjutan Hujan di Bulan Januari

Bel tidur pun berbunyi, aku dan beberapa teman seperjuangku mengakhiri berbagai kegiatan dengaan rutinitas bersih-bersih terlebih dulu sebelum tidur. Dan di berapa kamar ku dapati beberapa anak yang sudah terlelap. Ku urungkan niatku untuk menengok kekey yang sedang sakit, karna suasana kamarnya yang sudah gelap.

Pikiranku berputar teringat akan bapak dan ibuk di rumah, sehingga menyebabkanku sulit untuk terlelap. Ku ambil beberapa foto yang tersimpan rapi di lemari buku, ku pandangi kedua insan yang begitu mulia karna lewatnya aku bisa merasakan manisnya dunia pendidikan.

Ku pandangi lekat-lekat, nyatanya kristal permataku selalu mengucur deras. Kebiasaanku ketika dirumah selalu berada disamping keduanya hingga beliau berdua terlelap diriku belum beranjak menuju kamarku sendiri. Ketika keduanya telah terlelap ku telisik raut wajahnya tampak garis-garis kriput telah memenuhi wajah teduh keduanya. Yaa... kedua sosok yang tak pernah mengeluh walaupun badan terasa remuk. Yaa... kedua sosok yang tak pernah bosan tersenyum ketika peraduanku sedang ku utarakan. Yaa... kedua sosok yang sampai saat ini menjadi malaikat dan tempat yang tak pernah bosan ku mintai restu dalam setiap langkah perjuanganku.

Tepat pada satu tahun yang lalu, ku mendengar kabar yang sangat memilukan hati juga seluruh persendianku. Lelaki hebatku harus berbaring sakit diranjang berselimut hijau disertai infus ditangan. Tak pernah terlintas sebelumnya bahwa lelaki hebatku akan merasakan goresan alat medis dan meneteskan air mata karna banyak saudara yang berkunjung menjenguk secara bergantian. Bapak adalah sosok yang tidak ingin merepotkan orang lain, bahkan pada anak maupun saudaranya sendiri. Sehingga tatkala banyak yang menjenguk bapak merasakan telah merepotkan banyak orang dan teringat akan sosok nenek dan kakek yang selalu membersamai bapak dari kecil.

Ku saksikan dengan mata kepalaku sendiri bapak meringis kesakitan setelah keluar dari ruang operasi, mungkin karna obat bius yang diberikan dokter telah habis. Aku yang ditemani kakak perempuan dan kakak iparku merasakan hal yang sama. Tak ada yang bisa membalut rasa sakitnya, hanya kalimat istigafar yang hanya beliau ucapkan. Aku pun bingung harus bagaimana menyaksikan yang sedang kesaktikan, hanya ku lontarkan sepatah dua patah kata untuk membesarkan hati juga menenangkannya.

Hari-hari telah berlalu, alhamdulillah bapak sudah kembali sehat. Sang ibu pun tampak begitu lega setelah melalui hari-hari yang telah membuatnya khawatir juga cemas. Karna ibu tak berada disamping bapak kala bapak sedang merintih kesakitan.

#bersambung

#salam literasi

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi

19 Feb
Balas

Ditunggu Lanjuutanya bu cerpennya .

19 Feb
Balas



search

New Post