ku buka jendela kamar, ku tatap langit yang biru. Masih terlihat tiada kabar kapan covid 19 akan enyah dari muka bumi. Ku semakin lara, miris, kadang air mata menggenang di pelupuk mata, melihat korban jiwa para medis yang berjatuhan, kesedihan keluarga yang tidak bertepi, karena penolakan masyarakat atas jenazah keluarga mereka yang akan di kebumikan karena terpapar covid 19. Dan masih banyak lagi kesengsaraan, kesedihan yang menimpa kehidupan manusia.

Wabah global yang melanda dunia telah memporak porandakan dan melumpuhkan roda kehidupan.ku tahu dan memahami, semua orang ingin patuh dengan aturan - aturan yang digaungkan oleh pemerintah. Dengan tujuan agar wabah tidak semakin merambah. Tetapi apakah perut saudara - saudara kita yang kehidupannya di bawah garis kemiskinan, mampu mematuhi segala aturan itu ? Mereka butuh makan, bayar cicilan, bayar kontrakan dan masih banyak lagi kebutuhan hidup mereka. Bagaimana saudara - saudara kita ini akan memenuhi kebutuhan kehidupan mereka kalau tidak keluar rumah untuk mencari nafkah yang tidak seberapa. Bantuan yang diberi oleh pemerintah, cukup sampai kapan...Bukannya tidak bersyukur dan berterima kasih dengan perhatian pemerintah atas bantuannya.

Awalnya social distancing, stay at home dan sekarang phsycal distancing. Kesengsaraan demi kesengsaraan telah tercipta karena covid 19. Semua ini karena izinMu yaa Allah. Dan karena izinMu pula wabah ini akan sirna. Tolonglah kami yaa Allah. Ampunilah dosa - dosa kami.

Kalau hanya rasa jenuh dan bosan, masih bisa disiasati dengan berbagai aktivitas. Pandai - pandainya kitalah memanfaatkan situasi dan kondisi. Tetapi bagaimana dengan nasib saudara - saudara kita yang harus berjibaku mencari sesuap nasi ditengah merebaknya wabah covid 19. Apalagi saat ini di ibu kota negara sudah diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pedagang - pedagang kecil dan pedagang kaki lima kehidupannya semakin terpuruk. Karyawan - karyawan pabrik banyak yang di phk. Dan kejahatan - kejahatan pasti akan banyak terjadi. Kehidupan semakin tidak aman. Ketakutan - ketakutan yang diciptakan covid 19 ini semakin komplit. Kita tidak tahu lagi harus berbuat apa. Kita hanya bisa berserah diri kepada Allah swt, semoga covid 19 cepat berlalu.

Ku lihat ibu pertiwi sedang bersusah hati. Air matanya berlinang, mas intan yang kau kenang. Kini ibu sedang lara, merintih dan berdoa.

TTinggi, 16 April 2020