Keteladanan Abadi Rasulullah tentang Kisahnya dengan Pengemis Yahudi Buta
Oleh : Fatatik Maulidiyah
GURUSIANA.ID-Di sebuah sudut kota Madinah, waktu seolah berhenti ketika mata menyaksikan keindahan akhlak Rasulullah SAW. Sosok manusia mulia yang menjadi suri teladan bagi umat manusia sepanjang zaman. Dalam diri beliau, terangkum sempurna sikap kasih sayang yang tak mengenal batas, yang bahkan melampaui kebencian dan fitnah.
Setiap pagi, Rasulullah SAW melangkahkan kaki menuju sebuah sudut pasar. Di sana, seorang pengemis Yahudi buta selalu duduk, suaranya lantang memperingatkan siapa saja yang mendekatinya. "Jangan dekati Muhammad! Dia gila, pembohong, dan tukang sihir!" Begitu ucapannya yang penuh caci maki terhadap Rasulullah. Namun, apa yang dilakukan Nabi? Beliau mendekatinya tanpa berkata sepatah kata pun, membawa makanan yang telah dihaluskan, dan menyuapi pengemis itu dengan penuh kelembutan.
Ritual pagi itu terus berlangsung hingga akhir hayat beliau. Tak pernah sekalipun kebencian dibalas dengan amarah. Tak pernah cacian dijawab dengan kata-kata pedas. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa kemuliaan sejati lahir dari tindakan, bukan sekadar ucapan.
Hingga suatu hari, setelah Rasulullah wafat, sahabat terdekat beliau, Abu Bakar RA, bertanya kepada Aisyah RA, "Wahai anakku, adakah sunah Rasulullah yang belum aku kerjakan?" Jawaban Aisyah mengarah pada rutinitas Nabi yang mungkin tak banyak diketahui: membawa makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta.
Abu Bakar, yang begitu mencintai Rasulullah, segera mengambil alih tugas mulia itu. Keesokan harinya, ia datang ke sudut pasar, membawa makanan seperti yang biasa dilakukan Rasulullah. Namun, ketika ia mulai menyuapi, pengemis itu merasakan perbedaan. "Siapa kamu?" tanyanya dengan nada curiga. Abu Bakar menjawab, "Aku orang yang biasa datang kepadamu."
Namun pengemis itu membantah, "Bukan, engkau bukan dia. Orang yang biasa datang selalu menghaluskan makanan ini terlebih dahulu sehingga mudah bagiku untuk mengunyahnya. Siapa sebenarnya kamu?"
Air mata Abu Bakar tak dapat terbendung. Dengan suara bergetar, ia berkata, "Aku memang bukan orang yang biasa datang. Orang itu telah tiada. Ia adalah Muhammad, Rasulullah SAW, yang setiap hari menyuapimu dengan penuh kasih sayang meski engkau mencacinya."
Hening. Kata-kata itu meresap hingga ke relung hati sang pengemis. Ia menangis tersedu-sedu, menyadari bahwa orang yang selama ini ia hina adalah manusia paling mulia. "Benarkah demikian? Selama ini aku memfitnahnya, namun ia tak pernah sekalipun membalas dengan keburukan. Ia datang setiap hari, membawa makanan, dan menyuapiku tanpa pernah marah. Betapa mulianya dia," ujar pengemis itu penuh penyesalan.
Pada hari itu, di sudut pasar yang menjadi saksi bisu kemuliaan Rasulullah, pengemis Yahudi buta itu mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia mengakui keesaan Allah dan kerasulan Muhammad SAW. Hatinya yang dahulu penuh kebencian kini dipenuhi cahaya iman.
Disebutkan dalam QS.Al Ahzab 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Kisah ini bukan sekadar narasi tentang kebaikan seorang Nabi. Ia adalah refleksi bagi kita semua, di zaman ketika toleransi dan saling pengertian menjadi barang langka. Rasulullah mengajarkan bahwa kasih sayang tidak mengenal batas agama, suku, atau keyakinan. Bahkan, kebencian yang mendalam dapat luluh oleh kelembutan hati.
Kisah pengemis buta ini merupakan cermin bagi kita, sejauh mana kita mampu membalas keburukan dengan kebaikan, sejauh mana kita dapat menjadi rahmat bagi semesta. Keteladanan Rasulullah adalah lentera abadi yang membimbing kita pada keindahan akhlak, yang mengingatkan bahwa cinta dan kebaikan adalah kekuatan yang melampaui segala perbedaan.
Di era serba modern sekarang ini banyak kita temui orang bebas menghina dan mencaci maki serta melakukan ujaran kebencian. Jika pengemis buta masa Nabi berteriak-teriak di tengah keramaian pasar, saat ini orang bebas memublikasikannya di sosial media dan kita sadari, jejak digital akan tertera sepanjang masa.
Hal penting yang perlu ditandai dari Sirah Nabawi episode Pengemis Yahudi Buta, bahwa kita perlu berhati-hati dalam menyampaikan kebencian pada seseorang yang belum tentu sesuai fakta. Mohon ampunan pada Allah lebih mudah dilakukan dari pada dengan sesama manusia. Bagaimana jika kita wafat lebih dahulu, atau orang yang kita benci sudah mendahului kita?
Maka yang akan kita hadapi kelak di akhirat adalah petanggung jawaban atas apa yang telah kita perbuat namun, hal lain yang dapat kita ambil pelajaran atas keteladanan akhlak Rasulullah dari kisah ini, justru lebih banyak. Mari bermuhasabah.***
(Serial Sirah Nabawi)
MAN 2 Mojokerto, 9 Januari 2025
Fatatik Maulidiyah merupakan guru Al-Qur'an Hadis dan Ilmu Tafsir MAN 2 Mojokerto
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Subhanallah, luar biasa ulasannya, Bu Fataty.
Subhanallah, luar biasa ulasannya, Bu Fataty.