Fatchur Rohman

PAMONG BELAJAR DI BP PAUD DAN DIKMAS PAPUA [email protected]...

Selengkapnya
Navigasi Web
KONTEKSTUALISASI MERDEKA BELAJAR PADA PAUD

KONTEKSTUALISASI MERDEKA BELAJAR PADA PAUD

(Tri Fatchur Rohman_WP BP PAUD dan Dikmas Papua). Menteri Pendidikan Indonesia Nadiem Makariem, dewasa ini membuat sebuah terobosan baru sebagai sebuah solusi yang ditawarkan untuk mengatasi kualitas pendidikan dan pembelajaran. Perhatian publik khususnya para insan pemerhati pendidikan tertuju pada merdeka belajar ketika konsep tersebut ditulis sebagai tagline atau tagar di naskah pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Hari pendidik Nasional tahun 2019. Bahkan tagar tersebut sekarang menjadi sangat populer di berbagai platform media dan menjadi satu isu penting yang banyak didiskusikan oleh berbagai pihak. Pertanyaanya sekarang apa sebenarnya “Merdeka Belajar” yang dimaksud oleh mas menteri tersebut.

Teori atau konsep merdeka belajar sebenarnya bukan sepenuhnya konsep yang benar-benar baru, konsep ini sejatinya adalah konsep lama. Teori merdeka belajar pertama kali diperkenalkan oleh Carl Ransom Roger dalam buku Freedom to Learn (1969). Teori merdeka belajar lahir dari pemikiran teori humanisme yang berpandangan bahwa proses belajar itu berpusat pada inisiatif peserta didik untuk belajar (learner-centered), yang kemudian populer dalam jargon student-learning-centered. Dan tentunya teori-teori atau konsep tersebut sudah dikaji baik di luar negeri maupun di Indonesia. Pada waktu lampau, dunia pendidikan mengenalnya sebagai pembelajaran mandiri sebagai terjemahan dari konsep self regulated learning, meskipun dalam perkembanganya pengunaan istilah tersebut masih debatable dikalangan akademisi dan praktisi pendidikan.

Spirit kemerdekaan dalam pendidikan Indonesia dicetuskan pertama kali oleh bapak pendidikan kita Ki Hadjar Dewantara, “…kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak berpikir, yaitu jangan selalu “dipelopori”, atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain (1952)”. Merujuk dari kutipan tersebut Merdeka belajar merupakan sebuah konsep pembelajaran yang memberikan kebebasan dan kemerdekaan bagi peserta didik dan lembaga pendidikan disemua jenjang dan jalur pendidikan mulai dari PAUD hingga Perpendidikan Tinggi.

Terobosan kebijakan yang dikemukakan oleh Medikbud tidak terlepas dari pro-kontra masyararkat dari berbagai kalangan. Seperti yang dikutip oleh www.muslimahnews.com kebijakan merdeka belajar yang dikemukakan oleh Menteri Pendidikan Indonesia, merupakan kebijakan yang tidak matang. Menurutnya, dengan pendidik diberikan kebebasan secara mandiri untuk menerjemahkan kurikulum dapat membuat sistem pembelajaran menjadi sistem ala kapitalis sekular. Walaupun demikian, kebijakan yang dikemukakan oleh Nadiem Makariem, mendapatkan dukungan dan sambutan yang baik dari banyak pihak. Seperti yang dikemukakan oleh pakar pendidikan Finlandia Allan Schneltz dalam seminar Internasional tentang pendidikan di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) bahwa konsep merdeka belajar yang dikemukakan oleh Nadiem Makariem

memberikan kesempatan kepada pendidik untuk menjadi bagian terpenting dalam pendidikan. Melalui kebijakan tersebut, peran pendidik tidak lagi menjadi pusat pembelajaran, namun menjadi fasilitator peserta didik dalam pengembangan karakter. Dengan adanya kebijakan tersebut, pendidik akan lebih terbuka terhadap perubahan dan menjadi penentu kualitas pendidikan. (Beritajatim.com: 2019). Selain Allan banyak pihak yang mendukung kebijakan yang dikemukakan oleh Nadiem Makariem baik praktisi pendidikan, pendidik, maupun orang tua peserta didik.

Konsep merdeka belajar merupakan sebuah konsep yang berpeluang besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia apabila dipersiapkan dengan matang. Melalui merdeka belajar, peserta didik akan diarahkan untuk memiliki kompetensi abad 21, yaitu communication, creativity, collaboration, dan critical thingking. Dengan memiliki kompetensi 4C tersebut, anak tidak hanya menjadi penghafal pelajaran saja, namun akan mampu menciptakan hal baru atau inovasi baru bagi Indonesia dalam segala bidang, memiliki keterampilan sosial untuk bekerjasama serta memiliki karakter, etika dan moral. Terlebih lagi dengan adanya pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia membuat konsep merdeka belajar sangat relevan apabila diterapkan dalam dunia pendidikan utamanya pada lembaga PAUD. Hal ini dikarenakan untuk memutus mata rantai penyebaran virus, maka proses pendidikan harus dilakukan di rumah.

Selaras dengan konsep merdeka belajar dimana anak dapat belajar dimana saja, kapan saja dan menggunakan media apa saja. Dalam konsep pembelajaran anak usia dini merdeka belajar kembali menegaskan makna pembelajaran sesungguhnya yang terjadi di PAUD. Betapa bahagianya apabila konsep ini kembali terealisasi karena itulah dunia anak sesungguhnya, mereka tidak perlu harus mengerjakan LKA (Lembar Kegiatan Anak) dengan konsep CALISTUNG dimana akan mengekang dunia bermain anak. Oleh karena itu pendidik pada lembaga Pendidikan Anak Usia Dini hendaknya mendukung gagasan merdeka belajar sebagai konsep positif untuk mengembangkan seluruh potensi anak sesuai dunianya yaitu bermain. Bermain menurut konsep Piaget, (dalam Hurlock,1999) dimana kegiatan bermain dilakukan menyenangkan dengantidak memikirkan sebuah hasil. Disinilah letak merdeka belajar yang sesungguhnya anak aktif berperan bebas memilih aktivitas dari apa yang disiapkan oleh pendidik sebagai fasilitator.

Kontekstualisasi pada pendidikan anak usia dini, konsep Merdeka Belajar adalah Merdeka Bermain. Karena bermain adalah belajar. Nah ini merupakan sebuah tema yang penting untuk anak usia dini yang harus terus dikuatkan dan dikembangkan, karena diluaran sana masih banyak praktik stimulasi tumbuh kembang anak usia dini yang cenderung miskonsepsi yang bermuara pada malprakti. Dalam ranah pendidikan, berbagai miskonsepi bisa terjadi, di antaranya miskonsepsi terkait calistung untuk anak usia dini. Masih banyak kita dapati bahwa pendidikan untuk anak usia dini ini terlihat hanya untuk mempersiapkan anak agar bisa membaca, menulis, dan berhitung (calistung), tentu kondisi ini sangat kontraproduktif dengan konsep dan teori ilmu pendidikan anak usia dini yang harus lebih menguatkan aspek yang lebih integratif dan yang lebih banyak melakukan stimulasi melalui bermain.

Merujuk kembali filosofi Bapak Pendidikan Nasional, yang dapat menjadi referensi mengenai penerapan Merdeka Belajar untuk anak usia dini. Jika dilihat dari filosofi Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan atau belajar berpusat kepada anak, maka bagaimana anak itu menjadi hal yang terpenting dalam proses belajar atau pendidikan, itu harus selalu menjadi pegangan pendidik dan juga orang tuan pada pendidikan anak usia dini. Selain itu Ki Hajar kan menggunakan terminologi “taman” pada semua hal yang terkait dengan pendidikan. Dimana kata-kata taman terinspirasi dari pendiri taman kanak-kanak, Friedrich Froebel, sehinga muncul istilah “Taman Siswa”, “Taman Guru”, karena beliau melihat proses pendidikan itu bukan hanya PAUD, tapi pendidikan secara umum itu adalah sebuah taman dimana taman adalah merupakan tempat yang nyaman dan menyenangkan bagi semua.

Miskonsepsi lainnya, bahwa pendidikan adalah tanggung jawab lembaga pendidikan atau sekolah saja. Tanggung jawab untuk pendidikan termasuk dalam hal ini anak usia dini, pada umumnya diserahkan sepenuhnya kepada lembaga pendidikana atau sekolah, padahal yang ideal sebenarnya ada sinergi antara tripusat pendidikan baik itu orang tua, sekolah dan juga masyarakat dalam berkolaborasi dalam pendampingan stimulasi tumbuh kembang anak Dimana dalam konteks merdeka belajar ketiga unsur tersebut harus berperan sebagai fasilitator yang baik bagi anak. Salah satu prinsip belajar yang diyakini efektif oleh Roger adalah peran pendidik sebagai fasilitator, bukan pengajar (teacher). Menurut Roger, proses belajar yang baik pemikirannya maupun tanggung jawabnya, sepenuhnya diserahkan kepada insiatif peserta didik, akan menghasilkan output belajar yang dikuasai utuh dan terekam kuat secara mendalam.

Kembali pada konteks merdeka belajar pada anak usia dini, di Indoneisa penerapan konsep merdeka belajar belum sepenuhnya diaplikasikan pada pendidikan anak usia dini hal ini bisa terlihat dari peserta didik PAUD kita di usia 4 tahunan yang masih sangat pemalu dan terkadang sangat bergantung pada kehadiran ibu atau pembantunya untuk mau masuk kelas. Hal ini tentu berbeda dengan apa yang terjadi pada keumuman peserta didik usia 4 tahunan di luar negeri, mereka sangat percaya diri dan independen, bahkan cenderung terlalu percaya diri. Sehingga mereka diberi pengetahuan tentang bagaimana menghadapi dan bersikap terhadap orang asing (stranger) yang kemungkinan dapat membahayakan dirinya.

Merujuk pada kondisi tersbut, sejatinya student-learning-centered dapat dimulai pada usia dini. Peserta didik dapat belajar merdeka untuk berinisiatif dan melakukan kegiatan kreatif dalam proses pembelajaran. Hal itu didukung oleh fakta bahwa perkembangan anak pada usia 0-5 tahun tergolong the golden age. Itulah masa terbaik perkembangan fisikal, emosional, dan intelektual anak yang sangat menentukan perkembangan masa depannya. Pengalaman yang terjadi pada masa itu akan terekam kuat di alam bawah sadar mereka dan kemungkinan besar akan mempengaruhi sikap dan perilakunya di kemudian hari. Demikian pula, sistem saraf yang merupakan salah satu bagian dari sistem koordinasi dan mengatur aktivitas tubuh melalui rangsangan. Sel saraf (neuron) konon akan berkembang lebih besar 20% daripada keadaan normal jika dirangsang dengan pendidikan dan pengetahuan secara tepat dan berkelanjutan. Pada periode ini, kecerdasan manusia berkembang sebesar 50% pada usia 4 tahun. Kemudian kecerdasan tersebut berkembang 80% pada usia 8 tahun dan akan mencapai puncak tertingginya pada usia 18 tahun.

Dengan potensi kecerdasan yang begitu besar, anak-anak sudah dapat distimulasi dan dibiasakan untuk mulai berinisiatif dalam mengenal dan melatih kemampuan dirinya. Anak-anak juga dapat bersosialisasi dengan lingkungannya, bergaul dengan temannya, baik di lingkungan sekolah maupun kelompok bermainnya, menjelajah tempat baru, bermain, meniru keterampilan atau perilaku tertentu yang baik. Di samping itu anak-anak juga membiasakan dan mengkondisikan mereka untuk untuk mengembangkan petualangan berfikir mereka secara bebas dan kreatif. Sehingga mereka dapat menjadi aset masa depan bangsa ini yang lebih baik. Tantangan kita adalah bagaimana membantu menfasilitasi mereka menjadi pemimpin bagi dirinya, membantu menfasilitasi dalam mengeksplorasi kehebatan potensi mereka, menfasilitasi dalam menemukan keindahan dan keragaman talenta mereka, dengan memberikan kemudahan dan rasa kebanggaan bagi mereka untuk menempuh jalan itu secara merdeka. Jawabnya, mereka harus sudah mulai belajar merdeka sejak usia dini melalui bermain dan bermain yang menyenangkan serta bermakna. Karena bermain adalah belajar dan belajar adalah bermain itu adalah hal yang sangat esensial bagi Anak Usia Dini. Jadi medeka belajar bagi anak usia dini adalah merdeka bermain. (fatchur)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post