Fatchur Rohman

PAMONG BELAJAR DI BP PAUD DAN DIKMAS PAPUA [email protected]...

Selengkapnya
Navigasi Web
MENYOAL PTK PAUD DIKMAS
Oleh: Tri Fatchur Rohman, S.Pd., M.Pd (Widyaprada BP PAUD dan Dikmas Papua)

MENYOAL PTK PAUD DIKMAS

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU No. 20 th. 2003). Menilik pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah pilar bangsa, jika pilar pendidikan ini tegak, tegak pula suatu bangsa, dan jika roboh, roboh pula bangsa tersebut. Kekokohan pilar bergantung pada banyaknya anak bangsa yang mengenyam pendidikan, dan tentunya kuantitas ini ditopang oleh kualitas yang memadai. Oleh karena itu, kesempatan pendidikan haruslah merata bagi seluruh anak bangsa, dan pihak pengelola bangsa atau pemerintah haruslah pula memperhatikan kualitas proses dan hasil pendidikan yang digulirkan.

Pendidikan bagi suatu bangsa adalah suatu mega proyek yang perlu keseriusan dalam melaksanakannya. Pemerintah telah menyadari hal ini, untuk itu, disusunlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai revisi dari Undang-Undang No. 2 Tahun 1989, yang menyebutkan bahwa pendidikan dibagi dalam tiga jalur, yakni jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Sekolah merupakan jalur pendidikan formal, dan di luar sistem persekolahan pendidikan yang terlaksana masuk dalam jalur pendidikan nonformal, baik diselenggarakan oleh masyarakat dan pemerintah, atau informal (dalam keluarga). Ketiga jalur pendidikan ini merupakan subsistem dari sistem pendidikan nasional sebagai pilar utamanya yang saling terkait dan mendukung satu sama lain. Keterkaitan antara ketiga subsistem pendidikan ini dibina dan dikembangkan atas prinsip konsistensi, kontinuitas, dan konvergensi (trikon).

Prinsip konsistensi memberi arah bahwa kegiatan pendidikan di tiga subsistem itu berjalan serasi, senyawa, dan saling menunjang. Prinsip kontinuitas bermakna bahwa pendidikan di ketiga subsistem tersebut berhubungan serta antara satu dengan lainnya dan bersinambung. Prinsip konvergensi menekankan bahwa tujuan pendidikan di tiga subsistem itu mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sudjana, 2004).

Selama ini, sistem persekolahan dianggap oleh masyarakat luas sebagai tumpuan utama pendidikan, padahal mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya melalui pendidikan formal saja, akan tetapi peran pendidikan nonformal memiliki peran dan fungsi yang strategis sesuai amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 yang menyatakan pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan, meskipun dalam praktiknya, tidak semua jenjang pendidikan mengakui sertifikasi hasil pendidikan nonformal seperti pada program kesetaraan, misalnya. Untuk menjamin mutu pendidikan, bagi penyelenggara setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan (PP No. 19 Tahun 2005). Peran pendidikan nonformal yang begitu luas yang juga menopang pendidikan di jalur formal dan informal tidak didukung oleh jumlah SDM/ketenagaan yang kurang memadai, di samping jumlah, kualitas ketenagaan, baik pendidik maupun tenaga kependidikan, pendidikan nonformal tentunya juga harus menjadi perhatian dan upaya pemerintah untuk terus meningkatkannya agar kualitas lulusan atau hasil pendidikan nonformal tidak layak untuk diragukan lagi sebagaimana lulusan dari pendidikan formal.

Keberadaan Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (GTK PAUD dan DIKMAS) adalah untuk meningkatkan kualifikasi, kompetensi dan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan PAUD dan DIKMAS pada satuan pendidikan nonformal seperti: lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP), kelompok belajar, Rumah Pintar, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Untuk berbagai upaya dilakukan untuk mengataasi permasalahan jumlah dan mutu pendidik dan tenaga kependidikan PAUD dan DIKMAS. Namun demikian, pelaksanaan di lapangan sepertinya belum nampak signifikan sebagaimana dikonsepkan.

Permasalahan yang benar-benar nyata dirasakan lembaga-lembaga yang bergerak dan concern dalam pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah adalah pertama kurang optimalnya upaya pemerintah dalam menggerakkan potensi masyarakat untuk lebih peduli dan bersedia berpartisipasi aktif menjadi tenaga pendidik dan kependidikan nonformal, yang kedua adalah kurang optimalnya upaya pemegang kebijakan untuk lebih meningkatkan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan nonformal.

Pendidikan nonformal meliputi pendidikan anak usia dini, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan kewirausahaan, pendidikan kepemudaan (kelompok minat pemuda, kelompok pemuda produktif), pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja (kursus, magang, KBU), pendidikan kesetaraan (Paket A, B, dan C), serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik yang notabene berbasis pada pemberdayaan masyarakat marginal. Semua jenis pendidikan nonformal tersebut dapat diselenggarakan melalui satuan-satuan pendidikan nonformal yaitu pusat kegiatan belajar masyarakat lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, rumah pintar, majelis taklim, dan satuan pendidikan yang sejenis.

Untuk memberikan layanan pendidikan nonformal tersebut, diperlukan dukungan pendidik dan tenaga kependidikan yang handal. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan nonformal terdiri dari PNS dan bukan-PNS. Pendidik dan tenaga kependidikan yang berstatus PNS adalah pamong belajar (PB) dan penilik. Sedangkan pendidik dan tenaga kependidikan yang berstatus bukan-PNS adalah tutor, fasilitator, tenaga lapangan dikmas (TLD), nara sumber teknis, Pamong PAUD, inisiator pemuda, dan sebagainya.

Berikut adalah paparan singkat tentang para tenaga pendidik dan kependidikan nonformal:

a. Penilik

Penilik adalah jabatan fungsional dan jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Penilik mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melakukan pemantauan, penilaian dan bimbingan terhadap penyelenggaraan pendidikan luar sekolah (KepMenpan 15/KEP/M.PAN/3/2002). Kedudukan Penilik adalah sebagai pelaksana teknis fungsional penilikan pendidikan luar sekolah pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau dinas lainnya yang bertanggung jawab di bidang pendidikan luar sekolah. Penilik diangkat oleh bupati/walikota. Meskipun berkedudukan pada tingkat kabupaten/kota, namun pelaksanaan tugas penilik adalah pada tingkat kecamatan atau desa.

Sampai dengan akhir 2004 saja jumlah penilik di seluruh Indonesia adalah sebanyak 6.651 orang, tentu saja data ini bisa jadi berbeda (bisa berkurang ataupun bertambah) belum ada rilis data terbaru terkait jumlah pasti penilik saat ini. Apabila dikaitkan jumlah penilik yang ada dengan beban kerja dalam mendukung pelaksanaan program PNF di wilayah kabupaten/kota, serta adanya pemekaran wilayah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa maka jumlah penilik juga perlu ditambah. Idealnya setiap 5 desa atau kelurahan terdapat 1 orang Penilik (Kepmenpan 15/KEP/M.PAN/3/2002). Sedangkan jumlah desa dan kelurahan sampai akhir tahun 2015 adalah sebanyak 74.754 sehingga dibutuhkan Penilik sebanyak kurang lebih 14.950 orang. Dengan demikian idealnya masih perlu penambahan penilik sebanyak 8.399 orang untuk mencover wilayah layanan di 34 provinsi.

b. Pamong Belajar

Pamong Belajar (PB) adalah PNS yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melaksanakan pengembangan model, pengkajian program, KBM, pembuatan percontohan, serta penilaian dalam rangka pengendalian mutu dan dampak pelaksanaan program pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olahraga.

Para pamong ini ada yang bertugas di BP-PAUD dan DIKMAS dimasing-masing provinsi (22 provinsi tahun 2017) dan ada pula yang bertugas di SKB kabupaten/kota. Berhubung secara sangat mencolok tugas BP-PAUD dan DIKMAS di satu sisi sangat berbeda dengan SKB di sisi lain, demikian pula tugas para pamong pada kedua instansi tersebut. Pamong di BP-PAUD dan DIKMAS terutama bertugas dan bertanggungjawab dalam pengembangan model yang sesuai dengan karakteristk dan kebutuhan setempat, serta penjaminan mutu.

Dengan demikian pengembangan model ini menjadi sangat penting mengingat keragaman karakteristik dan kebutuhan berbagai suku dan wilayah di Indonesia tidak dapat ditangani dengan satu model. Model yang dikembangkan para pamong di kedua lembaga ini adalah model program layanan pendidikan, model lembaga pemberi layanan, dan model tenaga pemberi layanan. Di sisi lain, para pamong di SKB terutama bertugas dan bertanggung jawab dalam membuat percontohan (labsite) program-program PAUD dan DIKMAS. Pembuatan percontohan ini ditujukan agar ketika ada kelompok masyarakat yang berniat untuk membuka program dalam rangka memberikan layanan pendidikan nonformal maka mereka dapat mencontoh dari SKB.

Setelah diberlakukannya otonomi daerah PB terbagi menjadi dua, yaitu PB yang berstatus sebagai pegawai pusat dan pegawai daerah. PB yang berstatus sebagai pegawai pusat berada pada Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (BP-PAUD dan DIKMAS), namun PB UPT saat ini telah diangkat dalam bentuk jabatan fungsional baru yakni widyaprada yang melaksanakan tugas pokok pengembang mutu pendidikan . PB yang berstatus sebagai pegawai daerah berada pada SKB/UPTD kabupaten/kota.Tahun 2017 berlakunya kebijakan nasional bahwa urusan pendidikan nonformal tidak lagi ditangani pemerintah provinsi melainkan langsung oleh pemerintah ditingkat kabupaten/kota PB pada BP-PAUD dan DIKMAS pembinanya adalah langsung pusat. PB yang berada di SKB/UPTD kabupaten/kota pembinanya adalah pemerintah kabupaten/kota.

c. Tutor Keaksaraan

Pendidikan keaksaraan adalah layanan pendidikan pada warga masyarakat buta aksara latin agar memiliki kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, Berbahasa Indonesia, dan menganalisa sehingga memberikan peluang untuk aktualisasi potensi diri.

Pendidik/tutor pendidikan keaksaraan dasar adalah setiap orang yang bersedia dan berkomitmen membantu membelajarkan peserta didik. Untuk menjadi tutor pendidikan keaksaraan secara umum dipersyaratkan:

1. Memiliki kompetensi keberaksaraan dan pengetahuan dasar tentang substansi materi yang akan dibelajarkan.

2. Mampu mengelola pembelajaran dengan kaidah-kaidah pembelajaran orang dewasa.

3. Pendidikan minimal SMA/sederajat (khusus tutor sebaya cukup memiliki kemampuan baca tulis hitung dan bahasa Indonesia serta memiliki akses ke lingkungan komunitas sasaran)

4. Bertempat tinggal di atau dekat dengan lokasi pembelajaran.

Permasalahan penyelenggaraan pendidikan khususnya pendidikan keaksaraan, utamanya di daerah sulit akses antara lain adalah permasalahan tutor, seperti kekurangan jumlah (shortage), distribusi tidak seimbang (unbalanced distribution) bahkan tidak ada distribusi (undistribution), kualifikasi di bawah standar (under qualification), kurang kompeten (low competencies).

d. Tutor Kesetaraan (Paket A, B dan C)

Tutor Paket A mreupakan tutor kelompok belajar. Ia harus mampu menjelaskan konsep-konsep yang sulit dipelajari oleh peserta didik untuk seluruh bidang studi. Tugas Tutor Paket A mirip dengan guru SD, yang merupakan guru kelas. Penentuan jumlah tutor Paket A juga dilakukan berdasar jumlah kelompok peserta didik peserta program. Setiap kelompok belajar dengan jumlah peserta didik 10 orang membutuhkan 1 orang tutor.

Mengingat makin kompleksnya materi bidang studi pada Paket B, maka sistem pengelolaan pembelajarannya menggunakan sistem tutor bidang studi. Pembelajaran pokok untuk Paket B meliputi 6 bidang studi yang diujikan secara nasional. Dengan demikian setiap kelompok dengan peserta didik 20 orang membutuhkan tutor bidang studi sebanyak 6 orang. Sdangkan untuk tutor Paket C juga merupakan tutor bidang studi sama halnya dengan tutor paket B. Setiap kelompok belajar Paket C juga memerlukan 6 orang tutor bidang studi

Kondisi dilapangan menunjukkan distribusi tutor program kesetaraan (Paket A, B dan C) di tingkat provinsi tidak merata apalagi di daerah-daerah sulit akses. Walau secara nasional terdapat kekurangan tutor, namun kesenjangan antara jumlah tutor yang diperlukan dan yang ada beragam menurut provinsi. Terlepas dari semua permasalahan yang melingkupi penyelenggaraan program kesetaraan baik itu dari sisi keterbatasan tutor, pengelolaan program dan pembelajaran dan lain sebagainya patut diketahui bahawa secara nasional (Dapodik) data peserta UN program kesetaraan per 26 Januari 2017 adalah Paket A sebesar 60.167 orang, Paket B sebesar 135.393 orang, Paket C sebesar 286.391 orang. Angka-angka tersebut tentu tidak kecil. Dengan keterbatasan yang ada penyelenggara harus menyukseskan UN dan mengantarkan peserta didik kejenjang masa depan yang lebih baik.

e. Tenaga Lapangan Dikmas (TLD)

TLD merupakan tenaga kontrak tahunan yang bertugas membantu Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan dalam mengumpulkan, mengolah, dan mengevaluasi data PNF dalam rangka mendukung pemastian kualitas pelaksanaan program PNF setempat. Menjadi TLD harus memiliki kualifikasi tingkat pendidikan S1 oleh karena itu tugas TLD disesuaikan dengan pengetahuan dan keterampilannya. Pada awalnya tugas ini adalah tugas penilik, namun setelah penilik berubah fungsi menjadi tenaga fungsional, maka tugas tersebut diambil alih TLD.

Dengan demikian, tugas TLD semakin berat karena disamping melaksanakan tugas sebagai pemantau program PNF, penilik juga bertugas membantu Kepala cabang dinas pendidikan kecamatan untuk merencanakan dan memastikan kualitas program di kecamatan. Dengan kualifikasi yang dimiliki TLD maka TLD diposisikan sebagai pemikir dan pekerja. Tugas ini sangat berat. karena kualifikasi yang dimiliki pada umumya lebih tinggi dari staf tenaga kependidikan yang ada di dinas pendidikan kecamatan Tidak jarang seorang TLD harus bekerja tanpa mengenal waktu dan banyak pula yang bekerja didaerah khusus.

Banyak dari mereka menerima honor yang lebih rendah dari living cost yang harus dikeluarkan, karena TLD dituntut untuk mempersiapkan sarana dan prasarana kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat. Penghargaan yang diterima TLD belum seimbang dengan dedikasi yang dilakukan, belum adanya penghargaan atas prestasi yang diperoleh mengakibatkan TLD bekerja kurang optimal. Tahun 2005 pemerintah telah menunjukkan kebijakan yang menggembirakan dimana dalam penerimaan calon PNS diutamakan tenaga honorer termasuk TLD.

f. FDI

Fasilitator Desa Intensif (FDI) adalah tenaga kontrak berpendidikan sarjana, satu sarjana eksata dan satunya lagi non-eksata, yang bertugas memberikan layanan PNF yang merata dan berkualitas, terutama bagi masyarakat yang bermukim di desa-desa dengan kategori terpencil dan tertinggal.

Dalam rangka memberikan pelayanan PNF yang merata dan berkualitas, terutama bagi masyarakat yang bermukin di desa-desa dengan kategori terpencil dan tertinggal ataupun kantong-kantong sasaran PNF, diangkat 2 (dua) orang Fasilitator Desa Intensif (FDI) yang berpendidikan sarjana, masing-masing sarjana eksakta dan non eksakta. Tugas`FDI sebagai tenaga lapangan dalam rangka akselerasi pengentasan desa tertinggal, tentu saja memiliki ciri dan semangat kerja yang berbeda dengan tenaga kependidikan PNF lainnya.

Selain memotivasi masyarakat agar mau dan mampu meningkatkan dirinya, FDI juga melakukan pemetaan potensi ekonomi desa untuk digarap sebagai mata pencaharian masyarakat sekitar. Strategisnya peran FDI tersebut, tidak diimbangi oleh pemberian penghargaan dari pemerintah. Honor yang diterima masih minim, jumlah ini masih dianggap kurang apabila ditinjau dari kemahalan suatu daerah.

Ditinjau dari beban tugas FDI sudah selayaknya kesejahteraan FDI ditingkatkan, mengingat hingga kini belum ada penghargaan yang diberikan kepada FDI selain pemberian honor bulanan.

g. Pamong PAUD

Pendidik pada PAUD adalah Pamong Paud yaitu tenaga honor yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang untuk membimbing kegiatan pendidikan bagi anak usia dini. Kegiatan pendidikan tersebut adalah kelompok bermain, taman penitipan anak, dan sejenisnya. Pamong Paud berlatar belakang pendidikan minimal sekolah menengah dan memiliki kompetensi untuk membimbing, mengasuh dan membelajarkan anak usia dini.

Pertumbuhan lembaga PAUD bak jamur dimusim penghujan belum mampu diimbangi dengan keberadaan jumlah tenaga pendidik PAUD yang kempeten di berbagai daerah. Walaupun secara nasional terdapat kekurangan Pamong PAUD, namun ternyata distribusi pamong yang ada sangat beragam sehingga tingkat kecukupannyapun berbeda-beda antar-provinsi kekurangan

Potensi masyarakat untuk terlibat dalam pendidikan nonformal

Banyaknya permasalahan yang menggelayuti dunia pendidikan, khususnya pendidikan nonformal, tentunya tidak dapat diselesaikan tanpa memperhatikan potensi SDA dan SDM yang ada di negeri ini. Berikut adalah potensi-potensi yang dapat diolah, dikelola, dan dimanfaatkan untuk mengatasi segala persoalan yang ada, diantaranya adalah:

a. Jumlah penduduk Indonesia yang saat ini telah mencapai sekitar 220 juta jiwa. Jumlah penduduk yang besar ini merupakan potensi dan aset bangsa jika dapat dikelola dengan baik dan benar. Jika ada hanya 1% saja masyarakat Indonesia yang peduli dan bersedia turut serta dalam menyukseskan pendidikan nonformal untuk mencapai wajib belajar 9 tahun dan mengentasan penduduk dari buta aksara, dan dengan proporsi yang tepat penyebarannya, tentunya telah mampu mencukupi kebutuhan tenaga yang ada. Paparan data pada tabel di atas sebenarnya telah dapat menggambarkan betapa masyarakat telah bersedia mendedikasikan keilmuan dan tenaganya untuk kemajuan pendidikan bangsa, meskipun baru sebagiannya saja.

b. Secara umum, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang memiliki jiwa kebersamaan dan kemasyarakatan yang tinggi, sehingga dari sinilah muncul istilah gotong royong. Jika jiwa tersebut masih mengakar dengan kuat, tentunya tidak sulit bagi pemegang kebijakan untuk menggerakkan partisipasi mereka dalam kegiatan pembelajaran yang lebih terprogram.

c. Kondisi geografis Indonesia yang kaya akan sumber alam hayati. Kekayaan alam ini menjadi potensi untuk dapat dikelola dan dimanfaatkan bagi seluas-luasnya kemakmuran masyarakat. Setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan dalam menyikapi hal ini, yaitu:

1. Belajar dari pengalaman penduduk setempat dalam mengelola sumber alam yang kaya tersebut secara turun-temurun sehingga tidak merusak alam dan menghabiskannya.

2. Kondisi alam tersebut dapat digunakan sebagai sarana belajar bagi warga masyarakat yang berada dalam proses pembelajaran, baik di program kesetaraan maupun di keaksaraan.

3. Hasil pengelolaan alam tersebut dapat dimanfaatkan bagi kemajuan dunia pendidikan sehingga anggaran pendidikan yang direncanakan akan mencapai 20% dapat terpenuhi.

d. Keberadaan konstitusi negara yang mengharuskan warga negara untuk “menjelma” menjadi insan yang cerdas dan berkeimanan dengan pendidikan.

e. Hubungan luar negeri yang baik dengan negara-negara di dunia. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk dilakukannya kerjasama dalam bidang pendidikan, misalnya dengan permintaan tenaga pendidik dari negara asing maupun bantuan sarana dan prasarana pendidikan serta dana segar.

Memperhatikan beberapa potensi di atas bagi pemecahan masalah pendidikan nonformal, maka uapaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah diantaranya, sebagai berikut:

1. Perlunya optimalisasi upaya peningkatan jumlah pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal dengan membangkitkan partisipasi masyarakat

Berdasarkan jumlah kebutuhan di lapangan terkait tenaga pendidik dan kependidikan dalam sejatinya tenaga pendidik dan kependidikan yang dibutuhkan untuk menjadi ujung tombak pendidikan nonformal. Jumlah yang ada sekarang jauh dari memadai padahal wilayah dan sasaran garap pendidikan nonformal sangatlah banyak dan lebih kompleks dibanding dengan pendidikan formal maupun informal. Walaupun telah diupayakan untuk pengadaan pendidik khususnya tutor kesetaraan dan tutor keaksaraan oleh pemerintah, tetapi upaya tersebut belum dapat memenuhi tutor di setiap kelompok belajar. Dari jumlah pengadaan tutor untuk sepuluh peserta didik keaksaraan memerlukan satu orang tutor, sedangkan untuk pendidikan kesetaraan, dengan perbandingan 40 peserta didik membutuhkan satu orang tutor, maka dari ketersediaan tutor yang belum mencukupi dari jumlah ideal memerlukan strategi yang cermat.

Kurang mencukupi dari jumlah ideal tersebut merupakan indikasi adanya pendayagunaan tutor yang tidak efisien disebabkan beberapa faktor, yaitu (1) tutor kurang diminati masyarakat sebagai pilihan profesi; (2) banyaknya tutor yang menumpuk di perkotaan, tidak menjangkau wilayah kabupaten/kota tertinggal. Dua permasalahan tersebut sebenarnya merupakan imbas pula dari kebijakan terdahulu yang terkesan memarginalisasikan pendidikan nonformal, sehingga tidak seluruh masyarakat mengenal apa itu pendidikan nonformal sebagaimana program KB yang dilancarkan oleh BKKBN, dan pentingnya pendidikan nonformal meskipun keberadaannya ada di sekeliling mereka, seperti misalnya kursus dan magang.

Pendidikan nonformal perlu dikenalkan seluas-luasnya kepada segenap komponen bangsa, dari masyarakat bawah sampai masyarakat level atas. Media massa elektronik seperti radio dan televisi dapat menjadi sarana yang paling efektif—namun mungkin tidak efisien mengingat biayanya yang tidak murah—karena saat ini, masyarakat begitu keranjingan “menikmati” media ini, terutama masyarakat menengah ke bawah, sebagaimana iklan yang begitu mudah menarik konsumen apalagi jika iklan tersebut dikemas secara menarik dan populis. Diharapkan dari upaya ini, akan muncul kepahaman masyarakat tentang apa itu pendidikan nonformal dan timbul kesadaran untuk turut berpartisipasi aktif di dalamnya. Jika timbul kesadaran masyarakat untuk turut berpartisipasi aktif, akan tidak sulit untuk merekrut pendidik dan tenaga kependidikan dari kalangan masyarakat sendiri. Untuk lebih membangkitkan kesadaran dan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, perlu kiranya melakukan upaya penggerakan atau memotivasi masyarakat. Biasanya, upaya memotivasi akan berhasil jika ditumbuhkan kebutuhan pihak yang dimotivasi, atau istilah dalam Quantum Teaching adalah AMBAK( apa manfaatnya bagiku).

Untuk menambah jumlah pendidik dan tenaga kependidikan ini, pihak yang berwenang perlu bekerjasama dengan kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan yang ada banyak di masyarakat, misalnya Karang Taruna, PKK, Dharma Wanita, dan sejenisnya, dan untuk daerah terpencil bekerjasama dengan kelompok-kelompok adat yang ada melalui tokoh-tokoh adatnya. Di samping itu, perlu kiranya dilakukan open recruitment bagi individu yang bersedia menjadi pendidik dan tenaga kependidikan PNF dengan syarat-syarat tertentu, melalui cara yang transparan dan sehat. Dengan upaya ini diharapkan akan didapatkan pendidik yang tidak menjadikan PNF sebagai “sambilan” saja.

Munculnya kesadaran masyarakat berpartisipasi aktif ini hendaknya diimbangi dengan perhatian yang optimal dari pemerintah melalui instansi yang berwenang untuk memberikan peluang peningkatan kompetensi (pembinaan) dan penghargaan dan perlindungan yang memadai. Jika dituangkan dalam bentuk bagan, akan tergambar sebagai berikut:

2. Perlunya optimalisasi upaya peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal

Dari sisi kualitas, hanya sebagian saja tenaga pendidik dan kependidikan nonformal yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Secara keseluruhan kualifikasi tutor yang telah S1 baru mencapai 60%, sedangkan kompetensi mengajar dan penguasaan bahan ajar masih belum memadai dibandingkan dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan dari kegiatan Paket A dan B. Misalnya seorang tutor harus memiliki kemampuan dalam membelajarkan peserta didik yang pada umumnya memiliki keterbatasan waktu, ekonomi, dan sebagainya, sehingga pembelajaran tetap menyenangkan baginya. Begitu pun halnya dengan tutor keaksaraan, seringkali ditemui kegiatan pembelajaran yang dikelola tutor masih konvensional, kurang merangsang aktivitas belajar bagi peserta didiknya. Di sisi lain, karakteristik peserta didik yang berbeda dengan siswa di persekolahan, maka tentunya membutuhkan pendekatan dan strategi yang sesuai dengan karakteristik dari peserta didik.

Keberadaan dan peran pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal tidak terlepas dari pembinaan yang perlu dilakukan oleh Direktorat GTK-PAUD dan DIKMAS. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai institusi yang diberikan tanggung jawab dan kewenangan dalam melakukan pembinaan dan peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal, tetap memperhatikan aspek-aspek yang tertuang dalam Standar Nasional Pendidikan dalam bidang pembinaan mutu ketenagaan. Seiring dengan tugas dean fungsi tersebut, guna meningkatkan kompetensi tutor keaksaraan dan kesetaraan dari tahun ketahun selalu ada trobosan yang dutempuh oleh Direktorat GTK PAUD dan DIKMAS dalam rangka dan upaya meningkatkan kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan pendidikan nonformal. Salah satu upaya tersebut adalah bekerjasama dengan Training Provider telah melatih Tutor Paket A, B dan C. Program peningkatan mutu bagi tutor keaksaraan dan tutor kesetaraan tidak saja melalui kegiatan pelatihan, tetapi juga dengan cara melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan forum ilmiah, seminar guna meningkatkan wawasan dan pengetahuan khusus pengembangan strategi pembelajaran. Sebab salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya menuntaskan wajar dikdas dan pemberatasan buta aksara adalah masih ditemukanya masih banyaknya tutor yang mengandalkan strategi pembelajaran konvesional, sehingga tidak menarik dan kurang menumbuhkan motivasi belajar kepada warga belajarnya. Inovasi pembelajaran yang semestinya dapat dikembangkan oleh tutor, tidak maksimal terwujud. Jika ditelaah runtunannya, mulai dari rekruitmen tutor, belum dapat terseleksi dengan baik. Kondisi ini terjadi telah lama, perhatian pemerintah daerah tidak seimbang dengan guru pada jalur formal. Paling tidak, walaupun tidak mungkin sama, diperlukan perhatian pemerintah daerah mulai dari rekruitmen tutor guna mendukung program pendidikan keaksaraan dan pendidikan kesetaraan.

Upaya pemerintah dalam peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan melalui pelatihan dan kegiatan seminar atau forum ilmiah yang lain ini patut dihargai. Namun sayangnya, tidak semua jenis kegiatan berjalan efektif meskipun mungkin efisien. Kegiatan pelatihan, misalnya, seringkali tidak optimal. Penyelenggaraan terkesan hanya sekadar menyelenggarakan. Sejak awal, need assesment peserta pelatihan tidak dijadikan acuan pemberian materi dan metode pembelajarannya. Akibatnya, sebagaimana cara para tutor menyampaikan pembelajaran di kelompok belajar seperti disebutkan di atas, demikian pula para tutor ini dilatih. Seringkali panitia pelatihan terlhat tidak siap ketika hari “H”nya, diikuti dengan proses pelaksanaan yang banyak teori dan kurang praktik sehingga terasa monoton, sampai dengan evaluasi di akhir pelatihan yang tidak dilakukan atau hanya formalitas saja. Dan ketika pelatihan selesai, selesai pula program; tidak ada upaya yang lebih serius untuk menindaklanjuti program, seperti dengan pemantauan dan bimbingan. Tentunya hal ini akan berpengaruh pada kualitas keluaran pelatihan tersebut.

Seharusnya, pelatihan bagi peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan ini direncanakan dengan sangat serius dan cermat sejak awalnya, dari mulai perencanaan sampai “pengawalan” pasca pelatihan untuk menjamin hasil pelatihan diterapkan di lapangan. Sebagai rangkaian proses awal penyelenggaraan, perlu disebarkan angket bagi calon peserta untuk mengetahui kebutuhan mereka atau harapan ketika mengikuti pelatihan dan hasil yang akan didapat. Data yang diperoleh dari angket selanjutnya diolah atau dianalisis, dan dari sinilah dapat ditentukan materi yang tepat bagi mereka dan strategi apa yang sesuai untuk mereka. Jika materi dan strategi (atau metode) yang digunakan sesuai dengan kebutuhan peserta pelatihan (pendidik atau tenaga kependidikan), diharapkan akan ada peningkatan kemampuan dan kompetensi yang didapat. Di akhir pelaksanaan pelatihan, perlu diadakan evaluasi (posttest) untuk mengetahui sejauhmana peserta pelatihan memahami materi pelatihan yang disampaikan. Namun demikian, sebelum pelaksanaan proses pembelajaran, evaluasi awal (pretest) perlu dilakukan juga, untuk mengetahui kemampuan/pemahaman awal peserta pelatihan sebelum diberikan treatment pelatihan.

Demi tetap terjaganya kemampuan peserta pasca mengikuti pelatihan atau kegiatan lain yang sejenis setelah mereka kembali ke tempat tugas masing-masing, program tidak berhenti begitu saja, tapi dilanjutkan dengan monitoring dan evaluasi pasca pelatihan, yakni kegiatan yang dilakukan untuk memantau dan mengevaluasi kemampuan dan diterapkannya hasil pelatihan di lapangan/tempat tugasnya. Kegiatan ini dilaksanakan beberapa bulan (paling tidak tiga bulan) setelah pelatihan tersebut dilaksanakan. Jika ternyata dirasa perlu untuk diberikan penguatan kembali terhadap pemahaman dan kemampuan, maka petugas monev dapat pula melakukan bimbingan teknis kepada mereka. Dalam bimbingan teknis ini didiskusikan apa yang menjadi kendala-kendala mereka dalam pengaplikasian hasil pelatihan di tempat tugas mereka beserta solusi yang tepat, sehingga diharapkan hasil pelatihan dapat terjaga penerapannya di lapangan.

3. Pelaksanaan pelatihan atau kegiatan lain yang relevan (seminar atau forum ilmiah lain) bagi peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal.

Berbagai upaya peningkatan kualifikasi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan hasilnya tidak akan optimal menyentuh sasaran jika mereka yang non-PNS tidak diberikan “ikatan” yang jelas. Pemerintah perlu memperjelas kedudukan/jabatan mereka sebagai tutor, TLD, FDI, atau yang lainnya sehingga ketika mereka telah menempuh pelatihan dan semacamnya hasilnya dapat langsung diterapkan di lapangan. Pemberian kesempatan bagi para tutor dan TLD, misalnya, untuk melanjutkan studi ke S1 atau S2 perlu dipertimbangkan dan diseleksi ketat demi menjamin ketika mereka lulus akan tetap mengabdi pada satuan PNF tempat asalnya atau di lingkup kelembagaan PNF.

Simpulan yang dapat dipetik dari kupasan di atas adalah, sebagai berikut:

1. Salah satu permasalahan pendidikan nonformal adalah kurangnya jumlah dan mutu pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal.

2. Kurangnya jumlah pendidik dan tenaga kependidikan ini dapat diupayakan dengan menggali partisipasi aktif masyarakat untuk bersedia menjadi pendidik atau tenaga kependidikan pendidikan nonformal.

3. Pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga sosial kemasyarakatan atau kelompok-kelompok adat untuk membangkitkan partisipasi masyarakat tersebut.

4. Pembangkitan partisipasi masyarakat perlu didahulu dengan kegiatan sosialisasi untuk mengenalkan PNF dan pentingnya PNF dalam mencerdaskan bangsa. Dasi kegiatan ini diharapkan muncul kesadaran dan diikuti oleh partisipasi masyarakat secara massif dalam aktivitas PNF.

5. Pemerintah perlu melakukan open recruitment pula untuk menjaring pendidik dan tenaga kependidikan dari unsur perseorangan masyarakat sehingga didapat tenaga yang berkonsentrasi penuh pada PNF, dan bukan hanya sambilan. Untuk itu, pemerintah perlu mengupayakan pemberian status yang lebih jelas dengan disertai penghargaan dan perlindungan terhadap mereka.

6. Penambahan kuantitas hendaknya disertai dengan peningkatan mutu. Untuk itu perlu diselenggarakan kegiatan up grading para pendidik dan tenaga kependidikan ini melalui pelatihan, seminar, dan forum-forum ilmiah lainnya. Pelaksanaannya kegiatan tersebut di atas hendaknya diorganisasikan dengan baik dan menyentuh aspek kebutuhan sasaran sehingga tidak terkesan asal menyelenggarakan saja.

7. Pemecahan permasalahan dalam pendidikan nonformal ini hendaknya memperhatikan potensi yang ada, yakni:

a. Jumlah penduduk besar.

b. Jiwa kebersamaan dan kemasyarakatan yang tinggi.

c. Kondisi geografis Indonesia yang kaya akan sumber alam hayati.

d. Konstitusi negara

e. Hubungan luar negeri yang baik dengan negara-negara di dunia.

Daftar Pustaka:

Komar, O (2006). Filsafat Pendidikan Nonformal. Bandung: Grafika

Sudjana, D (2004). Pendidikan Nonformal Wawasan, Sejarah Perkembangan, Filsafat, Teori Pendukung, Asas. Bandung: Falah Production.

_________. (2004). Manajemen Program Pendidkan untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan SDM. Bandung: Falah Production.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

http://jugaguru.com/profile/46/.

http://203.130.201.221/materi_rembuknas2007/Pleno/PMPTK/8.%20Pengembangan%20PTK-PNF%20(beres).doc.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

mohon masukan dari bpk/ibu semuanya para gurusianer...krn masih terus belajar, salam literasi

08 Mar
Balas



search

New Post