Fatchur Rohman

PAMONG BELAJAR DI BP PAUD DAN DIKMAS PAPUA [email protected]...

Selengkapnya
Navigasi Web
URGENSI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PADA SATUAN PENDIDIKAN

URGENSI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PADA SATUAN PENDIDIKAN

(Tri Fatchur Rohman_WP BP PAUD dan Dikmas Papua). Dalam prespektif etimologi atau asal-usul suatu kata, pendidikan dalam bahasa Inggris disebut dengan education dalam bahasa latin pendidikan disebut dengan educatum yang tersusun dari dua kata yaitu “E” dan “Duco” dimana kata “E” berarti sebuah perkembangan dari dalam ke luar atau dari sedikit ke banyak, sedangkan “Duco” berarti perkembangan atau sedang berkembang. Jadi, secara etimologi diatas pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu.

Kata education sering juga dihubungkan dengan “Educere” yang juga berasal dari bahasa Latin yang berarti dorongan dari dalam keluar. Artinya adalah untuk memberikan pendidikan melalui perubahan yang diusahakan melalui latihan ataupun praktik. Oleh karena itu definisi pendidikan mengarahkan untuk suatu perubahan terhadap seseorang untuk menjadi lebih baik. Sedangkan dalam bahasa Yunani, pendidikan berasal dari kata yaitu pedagogi yang terdiri dari kata “paid” yang berarti anak sedangkan “agogos” yang berarti membimbing sehingga pedagogi dapat di artikan sebagai ilmu dan seni mengajar anak (the art and science of teaching children).

Pendidikan dapat juga diartikan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan dapat diperoleh baik secara formal dan non formal. Pendidikan secara formal diperoleh dengan mengikuti program-program yang telah direncanakan, terstruktur oleh suatu insititusi, departemen atau kementrian suatu negara. Sedangkan pendidikan non formal adalah pengetahuan yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari dari berbagai pengalaman baik yang dialami atau dipelajari dari orang lain.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Definisi di atas memberikan gambaran bahwa pendidikan adalah jalan perubahan yang akan membawa seorang manusia atau bahkan sebuah peradaban menjadi lebih berwawasan, maju, dan berbudaya. Berikut ini peneliti sajikan beberapa definisi tentang pendidikan mulai dari pendidikan dalam pengertian luas, sempit, dan luas`terbatas. Ketiga definisi ini penting dikemukakan sebagai acuan kerangka awal dalam memaknai pendidikan secara lebih komprehensif.

Konsep pendidikan multikultural menekankan pentingnya memandang dunia dari bingkai referensi budaya yang berbeda, dan mengenal serta manghargai kekayaan ragam budaya di dalam negara dan di dalam komunitas global. Pendidikan Multikultural menegaskan perlunya menciptakan perbedaan yang berkaitan dengan ras, etnis, gender, orientasi seksual, keterbatasan, dan kelas sosial diakui dan seluruh peserta didik dipandang sebagai sumber yang berharga untuk memperkaya proses belajar mengajar.

Pada akhirnya semua komponen anak bangsa dari latar belakang apapun tentunya harus berkonsensus secara mutlak bahwa keberagaman atau kemajemukan yang terbentang dari pulau Sumatra hingga Papua merupakan anugerah sebagai potensi kekayaan budaya yang tidak ternilai harganya dan hal tersebut yang mencirikan perbedaan bangsa Indoensia bila dibandingkan dengan negara lain. Secara kolektif kolegial pula berupaya menjaga dan merawat keberagaman tersebut agar menghadirkan rahmat bagi semua. Namun, jika potensi kekayaan keberagaman tersebut tidak dikelola dengan baik dapat berdampak pada eksistensi dan keberlangsungan bangsa dengan munculnya konflik baik vertikal maupun horizontal yang disebabkan perbedaan padangan terhadap keberagaman yang ada.

Diperlukan upaya bersama semua komponen bangsa dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia untuk melakukan tindakan-tindakan preventif dalam rangka meminimalisir terjadinya konflik akibat perbedaan pandangan terhadap keberagaman yang dewasa ini terjadi. Salah upaya tersebut adalah melalui penanaman nilai-nilai keberagaman melalui best practice atau praktik baik yang dilakukan dan dicontohkan di lembaga-lembaga pendidikan baik di jalur formal maupun nonformal. Mengingat keberagaman yang ada di dalam masyarakat, juga tergambar pada lingkungan instutusi atau lembaga pendidikan, tidak hanya peserta didiknya saja melainkan hampir semua komponen yang terlibat pada lembaga tersebut faktanya dari berbagai latar belakang yang berbeda (etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur, ras) berkumpul bersama dalam lingkungan lembaga atau satuan pendidikan.

Pendidikan multikultural di lembaga atau satuan pendidikan sebaiknya dilakukan sedini mungkin dan dilakukan di semua jalur pendidikan baik formal mapun nonformal, utamaya pada lembaga nonfromal yang notabene pendidikan yang berbasis masyarakat maka perlu untuk menjadi prioritas karena selama ini pendidikan nonfromal masih sangat kurang perhatianya dari pemerintah berbeda dengan pendidikan formal yang mendapat perhatian lebih dari pemrintah baik dari segi program maupun kebijakan yang cenderung given.

Sejatinya tujuan pendidikan multikultural selaras dengan tujuan pendidikn secara umum, yaitu mencetak warga belajar atau peserta didik tidak hanya mampu mengembangkan potensi dirinya dalam penguasaan ilmu pengetahuan, seni dan teknologi, melainkan sekaligus mampu mengembangkan dan menerapkan nilai-nilai universal dalam kehidupan. Kemudian, secara spesifik dinjelaskan bahwa tujuan dari pendidikan multikultural adalah sebagai berikut:

a. Setiap peserta didik mempunyai kesempatan untuk mengembangkan prestasi mereka.

b. Peserta didik belajar bagaimana belajar dan berpikir secara kritis.

c. Mendorong peserta didik untuk mengambil peran aktif dalam pendidikan, dengan menghadirkan pengalaman-pengalaman mereka dalam konteks belajar.

d. Mengakomodasi semua gaya belajar.

e. Mengapresiasi kontribusi dari kelompok-kelompok yang berbeda.

f. Mengembangkan sikap positif terhadap kelompok-kelompok yang mempunyai latar belakang yang berbeda.

g. Untuk menjadi warga yang baik di sekolah maupun di masyarakat.

h. Belajar bagaimana menilai pengetahun dari perspektif yang berbeda.

i. Untuk mengembangkan identitas etnis, nasional, dan global.

j. Mengembangkan keterampilan-keterampilan mengambil keputusan dan analisis secara kritis.

Di samping tujuan-tujuan pendidikan multikultural yang telah disebutkan, pada dasarnya paradigma multikultural yang didasarkan pada nilai dasar toleransi, empati, simpati dan solidaritas sosial, maka hasil dari proses pendidikan multikultural diharapkan dapat mendorong terciptanya perdamaian dan upaya mencegah serta menanggulangi konflik etnis, konflik umat beragama, radikalisme agama, separatism dan disintegrasi bangsa. Pendidikan multikultular tidak dimaksudkan untuk menciptakan keseragaman cara pandang, Akan tetapi membangun kesadaran diri terhadap keniscayaan pluralitas sebagai sunnah Allah, mengakui kekurangan disamping kelebihan yang dimiliki baik diri sendiri maupun orang lain, sehingga tumbuh sikap untuk mensinergikan potensi diri dengan potensi orang lain dalam kehidupan yang demokratis dan humanis, sehingga terwujudlah suatu kehidupan yang damai, berkeadilan dan sejahtera.

Enam asumsi dasar mengapa pendidikan multikultural perlu dikembangkan di lembaga pendidikan atau sekolah, yaitu:

a. Perbedaan budaya memiliki kekauatan dan nilai

b. Sekolah harus menjadi model penyampaian HAM dan penghormatan terhadap perbedaan-perbedaan budaya.

c. Keadilan dan kesetaraan bagi semua di sekolah harus menjadi perhatian penting dalam rancangan dan pelaksanaan kurikulum.

d. Perilaku dan nilai yang perlu untuk kelangsungan masyarakat demokratis dapat dipromosikan di sekolah.

e. Lembaga sekolah dapat sebagai tempat untuk pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap nilai, perilaku, dan komitmen untuk membantu siswa dari berbagai kelompok yang beragam.

f. Kerjasama guru dengan pihak keluarga dan masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang mendukung multikulturalisme.

Untuk mewujudkan pendidikan multikultural ini, komunitas pendidikan perlu memperhatikan konsep unity in diversity dalam proses pendidikan, disertai suatu sikap dengan tidak saja mengandaikan suatu mekanisme berfikir terhadap agama yang tidak memointerpretable (ditafsir tunggal) atau menanamkan kesadaran bahwa keragaman dalam hidup sebagai suatu kenyataan, tetapi juga memerlukan kesadaran bahwa moralitas dan kabajikan bisa saja lahir dalam konstruk agama-agama lain. Tentu saja penanaman konsep seperti ini dengan tidak mempengaruhi kemurnian masing-masing agama yang diyakini kebenarannya oleh peserta didik.

Keberhasilan pendidikan multikultural dapat dilihat apabila dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut berhasil membentuk sikap siswa saling toleran, tidak bermusuhan dan tidak berkonflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya, suku, bahasa, adat istiadat, atau lainnya. Namun, jika ternyata yang terjadi sebaliknya, yakni sikap siswa menjadi tidak toleran, bermusuhan dan mudah terpancing konflik, maka pendidikan multikultural itu tidak bisa dikatakan berhasil. Artinya, perlu dilakukan evaluasi kembali tentang apa yang menyebabkan kegagalan pendidikan tersebut.

Sementara itu, dalam rangka mencapai tujuan-tujuan di atas, diperlukan beberapa prasyarat. Pertama, secara teologis-filosofis diperlukan kesadaran dan keyakinan bahwa setiap individu dan kelompok etnis itu unik, namun dalam keunikannya, masing-masing memiliki kebenaran dan kebaikan universal, hanya saja terbungkus dalam wadah budaya, bahasa, dan agama yang beragam dan bersifat lokal. Kedua, secara psikologis memerlukan pengondisian agar seseorang mempunyai sikap inklusif dan positif terhadap orang lain atau kelompok yang berbeda. Cara paling mudah untuk menumbuhkan sikap demikian adalah melalui contoh keseharian yang ditampilkan orangtua, guru, di sekolah dan pengajaran agama. Ketiga, desain kurikulum pendidikan dan kurikulum sekolah harus dirancang sedemikian rupa sehingga anak didik mengalami secara langsung makna multikultural dengan panduan guru yang memang sudah disiapkan secara matang. Keempat, pada tahap awal hendaknya diutamakan untuk mencari persamaan dan nilai-nilai universal dari keragaman budaya dan agama yang ada sehingga aspek-aspek yang dianggap sensitif dan mudah menimbulkan konflik tidak menjadi isu dominan. Kelima, dengan berbagai metode yang kreatif dan inovatif, hendaknya nilai-nilai luhur Pancasila disegarkan kembali dan ditanamkan pada masyarakat dan siswa-siswi khususnya agar sense of citizenship dari sebuah negara-bangsa semakin kuat. Jika kelima prasyarat ini bisa diwujudkan, maka pendidikan multikultural yang mencita-citakan terwujudnya pribadi-pribadi yang mempunyai sikap toleran, mampu menghargai satu sama lain dapat tercapai. Sebaliknya, pendidikan multikultural yang demikian itu akan menjadi sesuatu yang sulit terwujud jika salah satu prasyarat di atas tidak terpenuhi, apalagi jika semuanya tidak bisa dilaksanakan, maka cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang sadar akan multikultur semakin jauh dari kenyataan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post