Melihat kartun ini aku jadi ingat sesuatu.

Ingatanku kembali lagi ke masa kecil. Aku dulu nggak bisa tidur Ikalau bapak belum pulang. Setiap hari aku tidur ditemani bapak.

Sering aku jatuh dari tempat tidur, kalau tengah malam bapak nggak ada. Bapak ke kandang belakang rumah memberi makan sapi. Tahu-tahu gebuk... sudah di lantai. Yang aku ingat nggak sakit berhubung tempat tidurnya tidak tinggi.

Bangun tidur harus subuh. Walaupun bapakku petani, tapi cara mendidik anak sangat disiplin. Tidak ada cerita bangun kesiangan. Adzan subuh semua harus bangun. Bapak sudah menyiapkan lentera di kamar mandi dan di dekat sumur. Maklum waktu aku kecil belum ada listrik.

"Nduk, ayo bangun. Kamar mandi sudah penuh. Ayo sana mandi," kata bapak. Kita berenam antri mandi. Air sumur di kampungku tidak dingin. Apalagi mandinya ambil langsung pakai timba/ember dari dalam sumur. Itu rutinitas di pagi hari.

Habis solat subuh semua sudah punya tugas masing-masing.

Tugasku menyapu halaman dan jalan depan rumah. Lumayan capek, halaman di kampung sangat luas. Tugas rumah beres, baru siap-siap berangkat sekolah.

Sesudah maghrib, seringkali bapak menyuruhku mijitin tapi pakai kaki (diidek-idek) bahasa Jawanya. Waktu itu tanganku masih kecil, pasti nggak ada rasanya. Kalau pakai kaki baru terasa.

"Sampun pak,"ucapku menahan rasa pegel.

"Sik to nduk," jawab bapak.

Semua kejadian terasa masih segar di hadapanku. Sekarang bapak sudah tiada. Tinggal kenangan manis yang tak pernah kulupa. Ya Allah tempatkan bapak di surgamu. Aamiin#1