Fathul hayati arlian

Saya adalah seseorang yang biasa-biasa saja, dilahirkan di kota Banjarbaru Kalimantan Selatan. Sejak remaja saya senang deng...

Selengkapnya
Navigasi Web

MEMAKNAI BUDAYA SALIM DALAM SEBUAH KELUARGA

Oleh : Fathul Hayati Arlian Tantangan Hari ke 219 #TantanganGurusiana Malam ini ada acara keluarga besar kami, mengirim doa untuk 40 hari meninggalnya ibu kami tercinta. Saat acara keluarga besar ini semua keluarga berkumpul, saudara kandung dari ibu beserta anak cucunya serta saudara kandung dari bapak beserta anak cucunya kumpul semua. Yang menurutku menarik adalah ternyata di keluarga besar masih lumayan banyak yang memegang kebiasaan “Salim” kepada para sanak family yang lebih tua, spesialnya lagi kepada para sesepuh dan pini sepuh yang ada di keluarga besar kita, yang secara langsung atau tidak langsung harus diyakini beliau-beliau semualah leluhur kita, perantara hadirnya kita semua di dunia ini. Salim di sini dimaknai sebagai salah satu budaya di Idonesia yang populer, yaitu budaya mencium tangan kepada orangtua yang lebih tua dari kita, cium tangan dianggap sebagai tuntutan sopan santun dan penghormatan dalam hubungan antar manusia., atau dengan kata lain salim dilakukan sebagai bentuk penghargaar kepada yang lebih tua. Walaupun tidak semua di daerah di Indonesia memegang erat budaya salim ini dalam kehidupan sehari-hari, namun demikian masih banyak yang menerapkan budaya ini dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi bila dihubungkan dengan kehidupan dan perkembangan generasi zaman sekarang, dimana banyak anak-anak zaman now yang suka enggan salim kepada yang lebih tuasehingga kadangkalaorangtua lah yang dituntut untuk selalu mengingatkan, mengajari, dan menegur dengan baik. Pada akhirnys semua kembali kepada bagaimana kondisi keseharian dalam rumah tangga itu sendiri, jika setiap waktu orangtua mengajarkan, mencontohkan dan menanamkan pembiasaan baik tentang Sali m dalam rumah tangganya, InsyaAllah anak akan terbiasa utnu mengikuti dan menjalankannya dengan ikhlas, bukan karena paksaan atau intimidasi kecil dalam rumah tangga. Bukan hanya sekali dua kali saya mendapati di sebuah keluarga, ketika anak akan berangkat ke sekolah tidak ada ritual “salim” nya, demikian juga istri yang akan bepergian keluar rumah, tidak ada pamit serta salim- nya pada sang suami, ngeloyor pergi begitu saja, padahal kalau di rumah kami budaya salim itu seperti sebuah ritual wajib harian. Jika ada anak kami yang pergi tanpa salim biasanya akan kami ingatkan dan kami minta mengulangi lagi sebelum dia pergi keluar rumah (sekolah atau pergi kemanapun}. Menurut pemahaman sederhana kami suami istri, saat salim itulah saat kita berharap mendapatkan perhatian dari orang yang kita ajak “salim”. Perhatian itu adalah dengan harapan orang yang kita salim I akan mendoakan keselamatan dan kebaikan untuk kita, memperhatikan kita dengan doa-doanya itu adalah suatu hal yang tak sebanding nilainya dengan mudahnya melakukan ritual salim itu sendiri. Namun demikian , sekali lagi semua berpulang kepada pribadi dan sikon keluarga masing-masing, tapi tidak ada salahnya kita membiasakan diri dengan kegiatan atau budaya sederhana ini, sederhana namun sarat makna dan kebaikan di dalamnya. OmahGulon, 26 September 2020 Fathul hayati Arlian #TantanganGurusiana
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post