Fatmawati

Fatmawati, M.Pd. guru SMP Negeri 1 Kedawung , Jln. Cideng Jaya no. 299 Kertawinangun Kec. Kedawung Kab. Cirebon Jawa Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
(BUKAN) PIRING BELING BENING

(BUKAN) PIRING BELING BENING

Pukul 6.07 WIB. Tepat. Angka yang tertera di HP setia di tangan atau di kantong baju ke mana pun aku pergi. Ketika aku tiba di halaman sekolah masih sangat sepi . Hanya ada satu sepeda motor yang terparkir di sana. Hari ini jalanan yang sepi atau mungkin aku yang ngebut, sehingga bisa lebih awal dari biasanya.

Menyusuri lorong sepanjang kelas, menuju ke arah bangunan yang selama ini di pintunya tertulis “Perpustakaan Sekolah”. Belum terlihat seorang siswa pun di sana. Suasana lengang menyusup hingga ke tengkuk.

“Ibuuu..., maafkan Dini, yah!” kata Dini, yang tiba-tiba muncul dari dalam perpustakaan, mencium tangan dan memelukku.

“Ada apa, Dini?” bertanyaku .

“Dini, semalaman tidak bisa tidur, Bu. Memikirkan kejadian kemarin. Dini minta maaf yah, Bu. Dini salah. Dini menyesal, Bu. Maafin yah, Bu” Lanjut Dini.

Kuraih dan kurangkul tubuh Dini sekali lagi. Tanpa sengaja kresek hitam berisi sesuatu di tangan Dini itu, tersentuk oleh badan saya. Apa gerangan isinya.

Dini membawa benda itu sangat hati-hati. Tampaknya benda itu agak berat. Yang pasti bukan berisi makanan, gorengan atau semacamnya. Dari cara Dini memegangnya dan bunyi yang terdengar ketika tersentuh oleh badan saya. Ku dapat memastikan itu adalah piring. Yah, setumpuk mungkin lima atau lebih bilangannya.

Tubuhku dan tubuh Dini sama-sama mungil, kudempetkan bahuku dekat banget dengan bahu Dini. Lalu kusentuh bahunya dengan tanganku.

“Din...., sangat mudah bagiku meminta pesuruh untuk mengambil dan membersihkan tumpukan itu. Tidak berat jika saya membawa dan menyimpan tumpukan itu ke dapur sekolah. Begitu gampang sekiranya saya menugaskan murid untuk memindahkan tumpukan itu ke tempat yang jauh dan tidak terlihat oleh mata saya. Tapi itu tidak kulakukan. Kamu tahu, kenapa, Din ?” kataku.

Dini mengangkat dagu dan memandangku, tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya. Entah jenis teks apa yang ada di dalam benaknya. Mungkin ada teks laporan, hemm, atau kalimat sanggahan, ada kalimat komentar, ada kalimat pembelaan. Mungkin juga ada penyesalan, ada.... entahlah.

Insiden sehari sebelumnya membuat Dini hari ini ke sekolah lebih awal, sebelum saya muncul . Untung saja penjaga sudah membuka ruang-ruang yang ada, sehingga dengan mudah Dini mengambil dan mengamankan tumpukan piring yang kemarin dibiarkan olehnya, atau mungkin oleh teman-temannya.

“Saya ingin Dini dan teman-temannya mengambil pelajaran dari peristiwa ini. Sebagai peserta yang sedang magang hendaknya bukan hanya belajar membuat perangkat pembelajaran lalu mengimplementasikan di dalam kelas..., tapi lebih dari itu. Hal yang kecil jangan disepelekan. Pendidikan Karakter. “ lanjutku tidak memberikan kesempatan kepada Dini

“Penting bagi kita semua untuk memahami dan mendalami serta mengimlementasikan pendidikan karakter. Mulai dari diri kita sebagai guru, calon guru untuk sampai kepada peserta didik. Mulai hari ini tidak menunggu esok atau nanti... nanti.”

“Sepele kelihatannya, membersihkan piring kotor, atau hanya sekedar menyimpan pada tempatnya, membuang tisu bekas pakai, atau sampah apalah... Ini di sekolah. Apakah ini bagian pendidikan karakter...?” tidak perlu dijawab kataku.

“Din..., Saya bukan guru pembimbing mahasiswa yang sedang magang... Bukan..., tapi saya merasa berkewajiban memberitahu. Layaknya saya menasehati, menegur, memarahi bahkan menjewer anak-anak saya sendiri bila hal itu diperlukan.” terus saja ku melanjutkan.

“Entah itu diterima baik atau sebaliknya. Entah ini benar atau juga sebaliknya. Tapi yang jelas ini sudah kulakukan. Dan jika ini membuat tidak nyaman. Saya minta maaf kepada kalian. Tolong di sampaikan kepada yang lainnya yah, Din!” kataku lagi.

“Ibu..., izinkan Dini bicara yah, Bu. Dini merasa tidak meninggalkan piring bekas makan di meja,... bukan Dini yang melakukannya. Tapi kenapa Dini yang harus menanggungnya. Dini bahkan jarang berkumpul di ruang khusus peserta magang. Itulah sebabnya, kepada teman-temanku yang lain kusampaikan agar menghadap ibu. Maaf yah, Bu. Dini berbohong kepada mereka. “ kata Dini membela diri.

“Sudahlah... Din. Ambil hikmah di balik kejadian ini. Tetap jaga kekompakan sesama tim. Pegang erat pendidikan karakter yang sekarang lagi marak. Semoga bukan hanya dibicarakan tetapi benar-benar bisa diimplementasikan, terutama kepada diri kita masing-masing sebelum menyampaikan kepada para peserta didik yang menjadi tanggung jawab kita. Kini... , nanti... dan seterusnya.(*)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus banget bila ceritanya dimulai di paragraf 3. Paragraf 1 dan 2 disampaikan sebagai kilas baliknya

07 Dec
Balas

Terima kasih pak.., sebagai pemula hal seperti ini yg kunantikan. Akan kulakukan Pak Leck Murman.... Terima kasih ku lagi ....bpk sdh mau memberi masukan

07 Dec

Terima kasih Pak Har.... Setelah dibaca ulang, ternyata...kurang konsisten dalam penggunaan kata he he....aku dan saya....

07 Dec
Balas

bunda semakin terasah intuisinya. maju terus. bagus juga bun untuk judul karya sastra

07 Dec
Balas



search

New Post