F.D. Anggaraeni

Penulis memiliki nama lengkap Filia Dina Anggaraeni. Lebih banyak dikenal dengan nama Dina, walau mulai membiasakan fokus publikasi dengan nama akhir Anggaraeni...

Selengkapnya
Navigasi Web
Bergulir diantara Literasi tiada tepi (1)

Bergulir diantara Literasi tiada tepi (1)

Keputusan bergulir diantara hamparan dinamika literasi, mungkin adalah 'pilihan yang bukan dipilih'. Kali ini tidak penting membahas suatu 'pilihan yang bukan dipilih'. Sebab akan lebih memiliki makna tentang literasi itu sendiri.

Banyak orang bertanya apa sesungguhnya literasi. Masyarakat awam atau juga terpelajar yang tidak menaruh perhatian khusus akan literasi, akan berpikir bahwa literasi adalah sebatas urusan baca dan tulis. Dinamika ini dikuatkan dengan peluncuran program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) kemarin dengan menetapkan pembiasaan membaca 15 menit sebelum memulai belajar. Padahal literasi bergulir dengan sangat cepat dan luas. Bahkan saat meyakini berdiskusi dengan sejumlah orang tentang literasi, harus diberi pengantar terlebih dahulu. Literasi yang didiskusikan orientasinya yang mana.

Sebut saja menurut UNESCO literasi adalah seperangkat keterampilan nyata - khususnya keterampilan kognitif membaca dan menulis [1]. UNESCO menjelaskan bahwa kemampuan literasi merupakan hak setiap orang dan merupakan dasar untuk belajar sepanjang hayat. Kemampuan literasi dapat memberdayakan dan meningkatkan kualitas individu, keluarga, masyarakat. Karena sifatnya yang "multiple Effect" atau dapat memberikan efek untuk ranah yang sangat luas, kemampuan literasi membantu memberantas kemiskinan, mengurangi angka kematian anak, pertumbuhan penduduk, dan menjamin pembangunan berkelanjutan, dan terwujudnya perdamaian. Buta huruf, bagaimanapun, adalah hambatan untuk kualitas hidup yang lebih baik.[1]

Begitu kompleks sesungguhnya kajian literasi ini. Namun bukan berarti tak dapat diuraikan satu-persatu dengan detail sehingga dapat memberikan kemampuan atau menjadikan khalayak lebih 'melek' kata ganti yang sering juga digunakan untuk 'literasi'.

Sebelum GLS menjadi agenda penting dalam dunia pendidikan di Indonesia, sesungguhnya perkembangan literasi di Indonesia sudah menjadi perhatian banyak pihak. Salah satunya di tahun 2002 dengan dukungan UNICEF, dilakukan Pembelajaran melek media (Media Literacy). Maraknya televisi swasta dengan sejumlah kualitas dan kuantitas tayangannya, menjadi alasan untuk melakukan kegiatan ini [3]. Dinamika ini dirintis oleh bapak B. Guntarto yang saat ini aktif di Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) sejak berdiri tahun 2004 hingga sekarang[2].

Kegelisahan akan pengaruh media yang merupakan manifestasi dari potensi literasi media seseorang sesungguhnya telah tercakup dalam agenda GLS. Bahwa pada dasarnya setiap orang yang diharapkan melalui GLS memiliki kemampuan literasi yang maksimal. Sebab dalam GLS dijelaskan bahwa literasi yang dimaksud adalah literasi informasi dengan sejumlah komponennya yaitu literasi dini, literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, literasi teknologi dan literasi visual (audiovisual) [5] [6].

Menjadi sesuatu yang menggembirakan ketika geliat literasi sangat bergerak cepat diseluruh daerah di Indonesia. Adalah seorang bapak Satria Dharma melalui catatan roadshow beliau, setidaknya ada 40 tulisan tentang dinamika literasi [7]. Mengutip salah satu kalimat tulisan beliau, bahwa "Memiliki kemampuan literasi adalah instrumen bagi warga utk berproses menjadi sebuah bangsa yg berpengetahuan dan berperadaban". Maka sewajarnya semua lini bergerak, terus, terus dan terus bergulir.

Potensi literasi media beberapa tokoh penggerak literasi ini, sangat tanggap dan bergerak cepat serta nyata. Payung besar GLS, menjadi naungan berlangsungnya pelatihan menulis buku bagi guru. Prosesnya difasilitasi melalui blog Gurusiana Indonesia [9]. Bahkan organisasi profesi guru Ikatan Guru Indonesia telah menyiapkan tenaga-tenaga guru handal untuk menjadi mentor serta pelatih sehingga guru sebagai bagian dari ujung tombak pelaksana GLS sudah memiliki modalitas 'literasi' yang lebih maksimal [10].

Literasi sungguh tiada tepi. Sebab akan selalu ada pembahasan dan jangkauan dari proses membaca, menulis dan berpikir kritis.(fda.5.3.2017.10.50)

[1] http://wikipendidikan.blogspot.co.id/2016/03/pengertian-definisi-makna-literasi.html[2] https://indonesia-medialiteracy.net/tag/perkembangan-literasi-media/[3] http://repository.usu.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/3651/psiko-filia.pdf?sequence=1[4] http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/23641[5] http://dikdas.kemdikbud.go.id/index.php/desain-induk-gls-kemendikbud/[6] http://bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf[7] http://satriadharma.com[8] http://satriadharma.com/2015/10/24/mengapa-literasi-itu-penting-bagi-bangsa/[9] http://www.gurusiana.id[10] http://www.igi.or.id/igi-lahirkan-trainer-trainer-handal-di-bidang-literasi-produktif-berbasis.html
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post