F.D. Anggaraeni

Penulis memiliki nama lengkap Filia Dina Anggaraeni. Lebih banyak dikenal dengan nama Dina, walau mulai membiasakan fokus publikasi dengan nama akhir Anggaraeni...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sebuah ruang atas nama literasi ; catatan Firman Akbar mahasiswa jelang sidang skripsi

Sebuah ruang atas nama literasi ; catatan Firman Akbar mahasiswa jelang sidang skripsi

Waktu yang berjalan memberikan pemahaman kepada saya bahwa kompetensi literasi setiap orang memerlukan ruang sebagai proses. Baca dan tulis yang sangat mendasar hingga capaian kompleksitas yang berbeda-beda.

Apakah yang kita baca bermanfaat ?

Apakah yang kita tulis bermanfaat ?

Kita hanya akan mendapat jawaban, jika apa yang telah kita baca tersebut saat dituliskan kemudian dibaca orang lain. Lalu mendapat respon, dan kita siap melakukan evaluasi. Demikian suatu 'PROSES' atas nama literasi.

Berikut adalah apresiasi untuk salah seorang mahasiswa bimbingan saya;

Perkenalkan, nama saya M. Firman Akbar, mahasiswa S1 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Bagi saya sekolah adalah formalitas, sekedar rutinitas yang harus saya laksanakan karena perintah dari orangtua. Tapi itu dulu.Semakin saya tumbuh dewasa, saya merasa ada sesuatu yang harus saya kejar dan raih, karena saya sadar bahwa orangtua tidak selamanya akan menanggung beban hidup saya. Sedikit berbicara tentang identitas, sebenarnya saya adalah anak yang pemalu. Bahkan saya juga sulit jika harus menceritakan apa yang telah saya kerjakan pada masa SD dan SMP, hampir tidak ada sesuatu yang dapat diceritakan. Beruntungnya, saat memasuki SMA, saya tergabung dalam ekstrakulikuler yang mau tidak mau memaksa saya untuk keluar dari zona nyaman dan terus mengasah diri. Dari sana, saya mendapat banyak pengalaman yang awalnya berat, namun ternyata hal semacam itu menjadi candu bagi saya.

Singkat cerita, dari sekian banyak pengalaman-pengalaman extraordinary yang saya rasakan, pengalaman yang satu ini punya cerita sendiri yang rasanya sayang untuk tidak diceritakan kepada banyak orang. Tepat pada tanggal 29 April 2017, kami mendapat kesempatan terhormat untuk dapat mengikuti dan mempresentasikan hasil penelitian di hadapan para audiens nasional dalam acara Seminar Nasional dan Call for Paper UMS 2017 dengan tema “Penguatan Individu Di Era Revolusi Informasi”. Terdengar biasa saja? Hmm

Acara ini diadakan di kota Solo. Kali kedua saya menginjakkan kaki di pulau Jawa, dan kali kedua pula saya menaiki pesawat terbang hehehe. Ada hal menarik dengan pengalaman saya yang serba dua ini. Hal pertama yang dapat saya ingat adalah, bahwa saya tidak lagi merasakan cemas saat berada di pesawat terbang seperti pertama kali saya menaikinya, yang ada malah perut saya mual haha. Sepertinya saya sudah mulai beradaptasi dengan suasana di pesawat. Saya merasa sedikit bangga karena ini berarti kemajuan bagi saya. Pesawat yang saya naiki mendarat di bandara Adi Sutjipto, Jogjakarta. Perjalanan ini memang direncanakan dengan agenda menikmati indahnya 2 kota di Indonesia, pertama Jogjakarta lalu disusul dengan belajar melalui seminar dan Call for Paper di kota Solo.

Pada saat keluar dari Bandara Adi Sutjipto, saya disuguhkan dengan pemandangan malam kota Jogjakarta yang memberi kesan slow, klasik dan ramah. Berbeda dengan kota tempat tinggal saya, Medan yang terkesan cepat dan riuh. Jujur saya menyukai Jogjakarta. Rasanya ingin kembali lagi kesana dan menikmati setiap detail kotanya.

Saya menetap di Jogja selama dua malam. Malam yang pertama kami beruntung dapat menikmati makanan di angkringan Jogja dan menyusuri kawasan Malioboro. Lagi, saya merasakan ada sensasi yang menggelitik perut saya ketika melihat orang-orang yang makan di angkringan Jogja benar-benar hanya beralaskan tikar saja. Tidak ada meja dan kursi. Pemandangan yang aneh menurut saya, karena di Medan melihat hal semacam itu hanya pada acara pengajian ibu-ibu saja haha. Lucu, namun menitipkan pesan yang sangat dalam bagi saya. Pada saat kami makan di angkringan bersama pelanggan-pelanggan yang lain saya merasakan kesederhanaan, kebersamaan dan kekeluargaan, sensasinya mirip seperti saat saya berbuka puasa dengan keluarga. Rindu sekali. Selepas dari sana, saya menikmati Malioboro yang begitu tersohor. Tidak ada yang luar biasa rasanya, sampai saya melihat para seniman jalanan di Malioboro menunjukkan kebolehannya. Ketika menonton mereka, ah rasanya ingin sekali saya menawarkan diri untuk bergabung sekedar memainkan biola atau membunyikan angklung. Untuk yang ini, luar biasa bagi saya. Maklum, di Medan kami hanya melihat para pengamen yang membawa ukulele untuk dimainkan di angkutan umum maupun bis kota. Salut sekali dengan kehidupan orang-orang Jogjakarta. Lembut dalam tutur kata, kental dengan seni dan memiliki banyak bangunan-bangunan kota yang indah.

Hari kedua di Jogjakarta saya mendapat kesempatan bersama sahabat saya semasa SMA untuk mengunjungi beberapa tempat wisata yang ada disana, mulai dari museum Gunung Merapi, Candi Prambanan, Candi Ratu Boko dan kampung batik di Bantul. Sangat melelahkan. Namun memberikan pengalaman yang tentu tidak bisa saya lupakan. Paling berkesan dari perjalanan hari ke-2 di Jogjakarta adalah ketika mengunjungi Candi Prambanan. Saya speechless. Benar-benar kagum pada karya manusia di peradaban berabad-abad lalu. Begitu detail, megah dan kokoh. Sensasi yang dihasilkan tubuh saya mirip ketika saya melihat Monas di Jakarta tahun 2015. Baru 2 kali saya merasakan hal seperti itu. Saya tidak paham betul reaksi kimia yang terjadi pada tubuh saat itu, tapi reaksi tersebut membuat perintah kepada saya untuk mendapatkan sensasi semacam itu lagi di tempat-tempat yang lain. Melalui perjalanan ini, saya sepertinya mulai menyukai travelling. Saya juga sudah membuat list tempat-tempat artistik di dunia yang saya niatkan untuk dikunjungi.

Dua hari di Jogja telah saya lewati dengan penuh kegirangan disana-sini. Saatnya saya melanjutkan tugas utama di Kota Solo. Di Solo saya juga menghabiskan waktu selama 2 malam, perjalanan ini benar-benar serba dua hehe. Perjalanan Jogja-Solo ditempuh menggunakan mobil sekitar dua jam. Kami berangkat pagi hari dan tiba menjelang siang. Tepat pada hari Jum’at, saya melaksanakan solat jum’at di kota Solo dekat dengan hotel dimana kami akan menginap. Siang itu Solo terasa panas sekali, agak mirip dengan Medan. Selesai melaksanakan ibadah, kami pun mengunjungi salah satu resto yang sangat terkenal di Solo yaitu Dapur Solo, sebuah rumah makan yang menyajikan makanan khas Jawa. Saya bersemangat sekali, memilih asem iga-iga sebagai lauk. Tampilannya seperti sop daging sapi, tetapi kuahnya berwarna hitam mirip kecap. Bayangan saya, makanan ini pasti akan asem sesuai namanya, namun suapan pertama saya memberikan sensasi berbanding terbalik dengan apa yang otak saya pikirkan. Kuahnya manis sekali. Benar-benar manis, namun bukan seperti semur. Memberi cita rasa baru pada daging sapi, baru kali ini saya merasakan makanan seperti ini. Pengalaman baru lagi, celetuk saya dalam hati. Merasa sangat beruntung mendapatkan momen-momen seperti itu. Sayangnya, saya mendapat kejutan karena perut saya setelah itu terasa bermasalah, badan saya juga agak terasa lemas. Tapi tugas utama saya masih harus saya kerjakan dengan maksimal esok hari, saya tidak boleh tumbang hehe. Melalui pengalaman tersebut, saya membuktikan secara langsung apa yang orang-orang sering katakan tentang makanan Jawa yang bercita rasa manis. Ternyata memang benar. Benar-benar manis. Saya harus mengakui bahwa makanan-makanan disana tidak terlalu cocok dengan lidah saya huehehe. Bukan karena tidak enak, hanya saja mungkin belum terbiasa sehingga tidak bisa berkompromi dengan perut saya. Masalahnya, bukan hanya sekali itu saja makanan yang manis. Bahkan hampir semua makanan yang saya coba rasanya tergolong manis untuk saya. Saya ingat di Jogja ketika makan siang di Candi Ratu Boko, saya mengambil cukup banyak sambal karena menginginkan rasa pedas, namun sambalnya juga sangat manis dan saya tidak menghabiskannya. Juga, ketika saya membeli burger di sebelah hotel, saya meminta kepada penjual untuk meletakkan sedikit lebih banyak saos cabe agar terasa pedas, sayangnya burgernya juga memiliki rasa manis. Saya jadinya benar-benar merindukan nasi Padang saat itu haha.

Hari pertama di Solo berlalu, kami melanjutkan hari kedua sebagai tujuan utama kami kesini, mengikuti seminar nasional dan call for Paper UMS 2017. Acaranya dilaksanakan di salah satu hotel premium kota Solo, megah sekali. Sekitar pukul 09.30 pembicara pertama mulai memaparkan materi-materinya. Sebagai gambaran, pembicara pada seminar ini terdiri dari 3 orang yang hebat-hebat menurut saya, dari Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga dan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sebagai mahasiswa psikologi, saya merasa mendapat banyak pelajaran dari seminar tersebut. Secara garis besar pembicara pertama berbicara tentang konsep literasi informasi yang telah merubah peradaban manusia dari generasi ke generasi, dimana peran individu-individu yang bergerak di bidang psikologi sangat dibutuhkan untuk tetap menjaga kesehatan mental manusia yang telah terpapar derasnya arus teknologi. Beliau juga mengungkapkan bahwa peluang untuk menggali temuan-temuan baru dalam ruang lingkup psikologi dan TIK masih sangat terbuka lebar, tugas kita lah untuk membawa perubahan yang lebih baik bagi peradaban manusia di masa depan. Pembicara kedua, memaparkan materi psikologi dan teknologi melalui perspektif filsafat dan neurosains. Menarik bagi saya, rasanya sangat logis dan empirik mendengar penjelasan dari beliau. Hal yang paling ditekankan adalah agar kita dapat mengontrol diri terhadap teknologi yang sedang kita gunakan. Pembicara ketiga juga tidak kalah menarik, beliau mencoba menyajikan benang merah antara psikologi, teknologi dan agama. Komplit sekali bagi saya. Rasanya ingin terus meng-upgrade pengetahuan-pengetahuan baru mengenai topik sejenis.

Ketika kami mengikuti seminar, saya merasa acara tersebut berjalan dengan lancar dan hikmat. Para audiens yang mayoritas mahasiswa S1 terlihat benar-benar menyimak materi yang disampaikan para pembicara. Beberapa audiens yang mengajukan pertanyaan terlihat matang dan berkualitas walaupun mereka mungkin lebih muda dari saya, atau sedang menempuh pendidikan dengan timgkat yang lebih rendah daripada saya. Para peserta disana mungkin bisa merepresentasikan gambaran orang-orang Jawa yang gigih dalam menuntut ilmu. Rasanya saya akan semakin terpacu jika memiliki kompetitor seperti mereka. Merasa puas dengan materi seminar, kami melanjutkan dengan makan siang. Alhamdulillah, makan siang di lokasi acara terasa cocok dengan lidah saya. Saya berfikir pada waktu itu, apakah makanannya memang memiliki cita rasa seperti yang biasa saya makan, atau memang lidah saya yang telah mencoba beradaptasi dengan makanan disana. Ah entahlah, yang pasti saya masih merindukan nasi Padang haha.

Setelah melaksanakan ibadah solat zuhur dan makan siang, acara dilanjutkan dengan Call for Paper. Kami diarahkan untuk melakukan presentasi di ruang 3, terdapat 9 orang presenter di dalamnya. Sedikit grogi, namun bisa teratasi. Saya mendapat urutan pertama. Lega rasanya bisa menyelesaikan tugas. Para presenter lain juga tertarik dengan penelitian saya, rasanya seperti mendapat reinforcement positif atas kerja keras yang telah saya lakukan selama ini. Diskusi berjalan dengan lancar dan cukup seru bagi saya. Ada kesan yang tidak terlupakan pada saat mendengar salah satu presenter yang menyampaikan hasil penelitiannya. Dalam penelitiannya, ia mengutip beberapa ayat dari kitab suci Al-Qur’an, yang bagi saya itu sangat menarik. Acara selesai sekitar pukul 16.00 WIB. Saya kemudian membeli nasi padang sebagai makan malam. Suapan pertama benar-benar membuat saya kegirangan. Entah kenapa, saya tidak tau pasti. Bahagia sekali rasanya. Perut saya yang sebelumnya menunjukkan reaksi-reaksi tidak sehat perlahan-lahan terasa normal kembali. Walaupun rasanya tidak persis seperti yang ada di Medan, tapi mampu mengobati kerinduan saya dengan nasi Padang.

Semua agenda selesai, kami pun kembali ke kota Medan, dengan rute perjalanan menggunakan pesawat dari Bandara Adi Sumarmo Solo ke Jakarta, lalu ke Medan. Alhamdulillah, sekitar pukul 14.00 WIB kami tiba di Medan dengan selamat.

Bagi saya seluruh pengalaman di atas merupakan anugerah dari Allah SWT yang harus banyak saya syukuri. Saya benar-benar merasa diberi berkah. Banyak impian-impian saya yang satu-satu mulai terwujud. Rasanya bahagia sekali. Tapi, semua itu tentu tidak saya dapatkan secara tiba-tiba. Dukungan keluarga dari Papa, Abang dan doa tulus dari seorang Mama mampu menguatkan saya untuk dapat melanjutkan perjalanan ini. Pembaca mungkin dibuat sedikit bingung dengan adanya penyebutan “kami” berkali-kali pada cerita di atas. Kami yang saya maksud adalah saya dan Ibu dosen yang mendampingi saya selama di kota Solo. Ibu Filia Dina Anggaraeni, seorang pendidik yang benar-benar luar biasa. Begitu banyak kebaikan dan ketulusan beliau untuk dapat membuat para mahasiswanya maju. Saya sangat terinspirasi dengan kehidupan beliau, kemurahan hatinya membuat saya terinspirasi untuk punya cita-cita berdedikasi tinggi terhadap dunia pendidikan. Beliau dengan giatnya memotivasi para mahasiswa untuk maju dan mengeksplorasi diri lebih jauh lagi. Melalui keringanan tangan beliau pula saya bisa mendapatkan pengalaman-pengalaman luar biasa seperti ini. Beliau merupakan dosen pembimbing skripsi (tugas akhir) saya. Melihat adanya irisan antara penelitian saya dengan acara yang diadakan UMS, beliau menyarankan saya untuk mengikuti acara tersebut. awalnya saya ragu, namun dengan support dan semangat beliau pula saya ikut terbakar dan bisa selangkah lebih maju dari diri saya yang sebelumnya. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan. Seperti kata-kata mutiara yang pernah saya baca bahwa “Apa yang ditulis seorang guru di papan kehidupan tidak akan pernah dapat terhapus”. Sekali lagi terima kasih banyak ibu Filia Dina Anggaraeni, semoga Allah SWT senantiasa merahmati, memberikan waktu dan tenaga untuk ibu agar dapat menginspirasi semakin banyak orang.

Segala pengalaman baru yang saya ceritakan di atas, belum tentu bisa saya dapatkan jika saya tidak duduk di bangku kuliah S1 seperti sekarang ini. Bersekolah atau berkuliah itu dapat dibuat menjadi lebih seru dan berwarna. Kuncinya adalah mau dan pandai melihat peluang. Banyak teman-teman yang bagi saya mereka merupakan orang-orang dengan potensi sangat besar, namun terlena dengan euforia masa muda sehingga lupa untuk mengasah potensi dirinya dalam berbagai kesempatan. Banyak cara untuk dapat menggali potensi diri, mulai dari mengikuti kompetisi-kompetisi maupun acara-acara yang bersifat positif. Jangan banyak berdiam diri dan membuang-buang waktu. Nah, kenapa menurut saya bersekolah itu bisa mengasyikkan, karena terdapat banyak peluang yang dapat kita manfaatkan. Beasiswa maupun penghargaan finansial dari pihak institusi juga menjadi peluang yang hanya bisa kita dapatkan jika kita terdaftar dalam institusi pendidikan/sekolah. So, buat teman-teman yang kira-kira perjalanan di sekolahnya masih panjang, jangan mau berdiam diri. Coba lihat peluang, beranikan diri dan jangan lupa tetap berdoa kepada Tuhan.

Tulisan ini dibuat dengan niat untuk menginspirasi siapa saja yang membacanya. Tulisan tidak dibuat untuk memberi informasi tentang kota Jogjakarta dan Solo, sebab saya paham bahwa mungkin banyak dari pembaca yang pernah mengunjungi kota-kota tersebut, bahkan yang lebih baik. Namun, apa yang ingin saya sampaikan adalah jangan takut memiliki impian. Kejarlah setiap hal baik yang kita impikan. Setiap berhasil meraih 1 hal, mimpikan lagi hal yang lebih baik dan lebih besar dari yang sebelumnya. Jika anda pernah berkeliling Indonesia, bermimpilah berkeliling Asia tenggara, Asia, hingga Dunia. Habiskan waktu yang diberi Tuhan untuk mengeksplorasi dan mengambil pelajaran dari ayat-ayatNya melalui ciptaan yang ada di dunia. Jangan pernah berhenti di satu titik. Sebab, manusia hakikatnya diciptakan dari tanah, semakin dalam tanah digali maka semakin banyak pula hal-hal berharga yang mungkin didapatkan. Bermimpi, berusaha, berdoa dan Semoga beruntung!

Medan, 2 Mei 2017

M. Firman Akbar

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terima masukannya pak Yudha, akan dipertimbangkan. Sejauh ini, tulisan tersebut murni catatan mahasiswa saya tersebut, tanpa editing sama sekali. InsyaAllah jika dilakukan pemenggalan menjadi beberapa bagian, akan mendapat ulasan tambahan. Sekali lagi terima kasih.

05 May
Balas

Seru Bu anggraeni. Saya usul dipotong jadi beberapa artikel.

05 May
Balas

Bu maaf saya masukin buku literasi tiada tepi di daftar pustaka saya, tetapi bukunya di Kemendikbud sekarang sudah tidak ada.. apakah buku tiada tepi ini ada pdfnya? Mohon bantuannya bu

08 Aug
Balas



search

New Post