Cerita Ramadhan (1)
Hari ke-20 tantangan menulis, bertepatan dengan 1 Ramadhan. Alhamdulillah, atas izin Allah aku kembali berjodoh dengan bulan yang penuh rahmat dan ampunan ini. Tidak ada kebahagian yang lebih membahagiakan, dibanding pertemuan istimewa dengan 1 Ramadhan. Aku masih beruntung. Beberapa orang tak sempat karena Allah memanggil mereka, di hari-hari akhir menjelang Ramadhan. Qadarullah.
Karena pandemi corona, ramadhan tahun ini berasa sepi. Anjuran sholat tarawih dirumah musti dituruti. Nyaris tak berbeda dengan hari - hari biasa. Tapi, mau bagaimana lagi. Toh aku tak sendiri. Semoga dengan Ramadhan #dirumahaja tidak mengurangi esensi beribadah. Inshaallah, Aamin...
Setiap kali Ramadhan, mau tak mau ingatanku melayang kemasa lalu. Waktu itu saat aku masih esde. H-1 Ramadhan, aku dan teman-teman sepermainanku, pasti sudah heboh kerja bakti membersihkan Mushola. Kami cuci tikar di kali, menjemurnya hingga kerimg lalu sorenya menggelarnya lagi di lantai Mushola. Setiap sudut kami bersihkan, AlQuran dan Iqra kami rapikan. Lantai kami pel sampai bersih. Di rumah, mukena sudah dicuci bersih, disetrika, dikasih pewangi demi menyambut datangnya bulan suci. Hal yang tak ketinggalan adalah, sore hari sebelum tarawih pertama, kami mandi sebersih - bersihnya. Padusan namanya. Tujuannya adalah mensucikan diri dari hadast dan najis. Ah...serunya. Bagi kami, bulan puasa adalah bulan teramat sangat spesial yang dinanti - nanti.
Maka, waktu yang dinanti - nantipun tiba. Ketika Adzah Isya berkumandang, seluruh warga desa berbondong - bondong menuju ke mushola. Tua, muda, bahkan balita ikut berbahagia menyambut momen bulan puasa. Tak heran, jika mushola penuh. Sebagian jamaah terpaksa sholat diteras. Bagi kami anak-anak, tentu saja momen tersebut adalah ibadah plus bermain. Setelah selesai tarawih dan witir, ini adalah kesempatanku bermain bersama teman-teman. Mereka rapat pleno tentang agenda besok sahur, yaitu keliling desa membangunkan warga dengan berseru "Sahur....sahurr.... dengan iringan musik ala-ala dari kentongan, tutup panci dan lain-lain. Ah... serunya...
Sudah pasti, sahur pertama kulalui dengan super antusias. Kantuk hilang seketika, dikala mendengar anak dan remaja laki-laki keliling desa untuk konser sahur. Ditambah lagi, dari toa masjid, suara Pak Kaum, terdengar jelas memperingatkan warga untuk segera sahur, dengan Bahasa Jawa halus, setiap selang 30 menit mulai pukul 2 dini hari. Maka satu per satu rumah - rumah menyalakan lampu, asap dapur mulai mengepul, harum masakan membumbung di udara. Sayangnya, seiring bertambahnya usiaku, tradisi demikian berangsur-angsur menghilang. Mungkin saat ini sudah 100% tergantikan oleh alarm handphone. Ah...kangen masa itu...
Febriketjil, 24 April 2020
Nostalgia Ramadhan
#TantanganGurusiana
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar