Kaki Mengejarmu Lari
Aku teramat sangat menikmati masa kecilku. Oleh karenanya, banyak detail kejadian yang masih melekat hingga saat ini. Bagaimana bisa aku lupa, waktu itu aku dan teman-temanku dulu-duluan lari sampai kejalan raya hanya untuk melihat rombongan kampanye salah satu parpol (waktu hanya ada kuning, merah dan hijau) yang suara raungan knalpotnya sampai radius 1 km dari rumahku. Setelah rombongan lewat, kami pulang dengan balapan lari lagi.
Soal lari, tak berhenti sampai disitu. Tak hanya sekedar mengejar layangan putus. Aku suka dulu-duluan lari sampai ketengah sawah. Tak gentar musti kaki kebrusuk dari pematang. Demi apa?. Demi sepincuk nasi berlauk ikan asin secuil, dan seperdelapan telur rebus yang ditaburi sambal gepeng, sambal yang terbuat dari kedelai goreng yang tumbuk dengan lombok dan bawang. Sego petikan namanya. Dibagikan oleh empunya sawah ketika padi sudah siap dipetik (dipanen), sebagai ungkapan rasa syukur. Kalau musim panen, aku bisa tidak makan dirumah. Karena dalam sehari aku bisa makan gratisan beberapa kali. Sensasi berlari dan rebutannya itulah yang membuatku tak bosan dengan rasanya.
Soal lari lagi. Setiap bel istirahat berbunyi, aku segera keluar sekolah. Lari pulang menyebrang sungai. Demi apa?. Demi sebungkus mi goreng atau jenang sumsum atau kadang dawet, yang sudah ibu belikan untukku. Sesudah keyang, aku segera kembali ke sekolah. Lari, menyeberangi sungai. Terkadang, kalau aku sedang hoki, karena mendapat uang saku 100 rupiah, aku tidak perlu berlari pulang. Uang 100 bisa kubelikan 4 macam jajanan. Atau kalau aku tidak sedang lapar, aku belanjakan permen karet YOSAN. Sambil berburu huruf N yang tak akan pernah kudapat kecuali ada keajaiban dunia, Karena memang nggak dicetak sama pabriknya. Istilah sekarang hoax. Atau mungkin dalam ratusan jutaan, hanya ada 1 huruf N. Entahlah.
Cerita soal lari tak berhenti sampai disitu. Kalau musim hujan dan banjir, untuk pergi ke sekolah aku tidak bisa menyebrangi sungai karena banjir. Maka aku harus memutar jauh lewat jembatan. Kadang, untuk bisa sampai tepat waktu aku harus berlari. Pulang sekolah, kalau sungai sudah surut, aku beruntung. Tidak perlu lagi memutar jauh.
Saat musim mangga, aku dan teman-teman suka kelayapan ke kebun orang. Nunggu kejatuhan mangga. Lebih tepatnya sengaja menjatuhkan mangga. Pernah pada suatu ketika, kami sampai dibawah pohon mangga legendaris karena buahnya besar dan manis. Tambah lagi pemiliknya adalah mbah Jenggot, julukan karena mempunyai jenggot yang panjang dan terkenal galak. Kami terkejut, begitu melihat beberapa buah mangga berserakan di tanah. Tanpa pikir panjang, kami langsung memungutinya, kegirangan. Tak taunya, mbah Jenggot sedang bertengger diatas pohon. Memelototi kami, yang seketika langsung ambil jurus seribu langkah. Lariii......
Febriketjil, 21 April 2020
Nostalgia Kemarin
#TantanganGurusiana
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerita yang penuh tawa. selamat . semoga sehat selalu
Terimakasih Bapak, salam kenal, semoga sehat selalu.