Febri Susilowati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Kereaktif (Tantangan Menulis 1)
Tantangan Menulis #1

Kereaktif (Tantangan Menulis 1)

Jika saya boleh melahirkan istilah, maka menurut saya kreatif itu bukanlah adaptasi dari Bahasa Inggris Creative, tetapi bermula dari dua kata "kere" dan "aktif". "Kere" dalam istilah Jawa berarti miskin. Menurut filosofi hidup, karena keterbatasan dan serba kekurangannya, orang miskin itu akan jadi aktif melakukan sesuatu yang inovatif untuk memenuhi apa yang dibutuhkannya. Ide - ide brilian, gagasan spektakular tak terduga lahir dari mereka yang terjerat oleh pakasaan kehidupan.

Mengalami sendiri bagaimana susahnya hidup dalam keterbatasan. Meskipun bapak saya PNS, namun kondisi keluarga kami tidak jauh berbeda dari kondisi keluarga lainnya. Di desa yang sebagian penduduknya hidup sederhana dari bertani, berternak dan berdagang, tentu laju perekonomian sangat lambat, apalagi kegiatan penduduk desa hanya skala lokal. Tahun sembilan puluhan, kala itu saya dan keluarga pindah ke desa kakek nenek dari Timor-timor, saat tugas pengabdian bapak berakhir. Waktu itu, Tim - tim, sebutan kerennya, masih menjadi bagian NKRI sehingga saya dan keluarga belum bisa dibilang "habis dari luar negeri". Umur saya 6 tahun waktu itu. Kondisi di desa tidak jauh berbeda dengan tempat tinggal saya sewaktu di Tim-tim, sehingga saya tidak sulit beradaptasi. Jika orang bilang "masa kecil kurang bahagia", maka itu tidak berlaku bagi saya. Masa kecil saya sangat bahagia. Tentu tidak semuanya akan saya ceritakan disini, karena panjang kali lebar.

Bagian yang akan saya ceritakan adalah kesederhanaan hidup yang membuat saya dan teman-teman menjadi kereaktif. Di desa, kami tidak mengenal mainan plastik. Oleh karena itu semua permainan kami bersumber dari alam. Kami mengolah apa saja yang bisa kami jadikan mainan. Teman sepermainanku waktu itu rata-rata laki-laki, oleh karena itu saya ikutan jadi tomboy. Pergi pagi, pulang siang hanya untuk makan, lalu pergi main lagi sampai magrib baru pulang. Sudah bisa dipastikan setelahnya, setiap habis magrib, saya selalu menangis karena dimarahi bapak saat tidak paham materi belajar atau tidak bisa mengerjakan soal. Begitu terus setiap hari. Begitu pula tingkah polah saya, tidak pernah jera.

Apa yang saya lakukan?. Tentu saja kembali ke kereaktif tadi. Saya dan teman-teman blusukan ke sungai, sawah, kebon, bahkan sampai ke perbukitan di belakang desa kami. Bermain apa saja, makan apa saja alias nggragas dalam bahasa jawa. Pasti tidak banyak yang tahu kalau biji jati itu rasanya seperti kacang, atau biji kapuk randu itu rasanya seperti kedelai goreng. Kalau kami sedang beruntung, kami akan dapat banyak ikan dan udang disungai kadang dipotas/diobat dari hulu. Lalu ikan dan udang yang semaput tadi kami bakar di kebon dan tidak lama kemudian kami ikutan mau semaput atau pusing akibat makan ikan dan udang beracun tadi. Kapok? enggak!.

Saya bahkan pernah hampir kintir alias tenggelam, gara-gara mandi di sungai yang sedang banjir. Untung saja teman saya berhasil menangkap tangan saya. Allah belum memerintah malaikat Izroil memisahkan nyawa dan raga saya. Kapok? enggak!.

Bahkan karena masih kecil saya nggaya, seakan punya dua nyawa. Manjat pohon dipinggir sungai sampai titik tertinggi lalu berteriak auwoo uwooo bak tarzan. Lagi - lagi saya beruntung, Allah masih mengehndaki saya hidup di dunia. Sekarang masih nggaya? Ampunn..saya kapok!

Benang merahnya adalah, keterbatasan hidup membuat generasi saya, jadi banyak berfikir, bagaimana memanfaatkan apa yang ada, dan berkreasi, berimaginasi untuk tetap bisa menikmati hidup seadanya dengan bahagia. Pengalaman masa kecil saya, ternyata berguna dikemudian hari. Lagi - lagi soal kereaktif. Radio rusak, saya bongkar, otak atik, meskipun akhirnya jatuh ke tukang servis. Komputer rusak, saya buka CPU-nya, otak-atik hardware atau programnya, meskipun lebih sering tambah parah dan jatuh ke servisan juga. Paling tidak ada kebahagian tersendiri, merasa jadi mekanik paling hebat sejagad raya, meskipun lebih seringnya frustasi karena nggak berhasil memperbaiki. Paling tidak tanpa sadar saya sudah belajar bagaimana mencoba mengatasi masalah, yang orang sekarang bilang dengan "problem solving". Bedanya saya dulu cenderung mengatasi masalah dengan masalah.

Dan kembali lagi ke kereaktif, dalam keterbatasan keterampilan problem solving akan tertempa dan terasah. Tentu, dalam ikhtiar harus selalu berbaik sangka bahwa jaminan Allah selalu ada. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (QS. Al- Insyirah : 5)

Selamat berakhir Pekan.

febriketjil, 5 April 2020

#TantanganGurusiana

ditemani rinai hujan selepas ashar

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren tulisannya, salam...

05 Apr
Balas

Terimakasih bu, salam kenal...Baru mulai belajar nulis, tapi sudah ada yang bilang keren, helm saya jadi ga muat ini

05 Apr

Betul juga ya.. kere aktifMantap bu..

05 Apr
Balas

Terimakasih atas apresiasinya bu

05 Apr



search

New Post