Damai tanpa tv
Salah satu hal yang kami sepakati setelah akad nikah adalah mensterilkan rumah kami dari televisi. Berarti, 12 tahun sudah rumah kami hening dari 'kotak ajaib' itu.
Keputusan ini bukan tanpa tantangan. Penolakan terberat malah muncul dari keluarga besar kami. Baik berbentuk rayuan lembut agar mau menerima hadiah TV, sampai tuduhan mengikuti jamaah fanatik yang sesat.
Dengan senyuman kami tolak tawaran hadiah tersebut. Kami pun menjelaskan bahwa kami tidak mengharamkan TV. Keputusan ini diambil semata-mata karena efek buruk TV jauh lebih besar dibandingkan manfaatnya. Dan keadaan tersebut belum berubah hingga saat ini. Bahkan cenderung lebih buruk.
Pada pertengahan 2015, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) serta sembilan perguruan tinggi melakukan survey di sembilan kota di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa indeks kualitas program siaran 15 televisi di Indonesia hanya 3,27. Hal ini masih di bawah standar ketentuan KPI yakni 4,0. Artinya, banyak kualitas program siaran televisi yang di bawah standar mutu sebuah siaran yang baik.
Begitu pula berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo), tayangan iklan dan sinetron lebih mendominasi isi siaran televisi di Indonesia. Sedangkan tayangan edukatif tidak mencapai satu persen. Hal ini diungkap oleh kak Seto, seorang pemerhati anak nasional pada konferensi pers Anugerah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2016 di Gedung KPI Pusat Jakarta pada 7 September 2016 lalu.
Melihat kenyataan tersebut, wajar jika Abah Ihsan -direktur auladi parenting school- berpendapat bahwa TV berpotensi menjadi racun yang diundang oleh orang tua ke dalam rumah.
Beliau juga menyampaikan bahwa tak berlebihan jika ada yang mengatakan bahwa upaya orangtua sedari kecil membina anaknya dengan agama, mengaji, hingga memilih sekolah terbaik bisa berantakan gara-gara televisi.
Inilah alasan utama mengapa sampai saat ini kami memilih untuk menolak kehadiran TV di rumah kami. Memang ada alternatif lain. Yaitu mengendalikan atau mengatur jam menonton TV bagi anak. menurut saya, ini lebih baik daripada membebaskan anak melihat TV tanpa batas. Tentunya, dibutuhkan komitmen yang tinggi untuk melakukannya.
Alhamdulillah, dengan penjelasan yang logis dan penuh kesabaran, akhirnya keputusan kami dapat dimaklumi oleh keluarga besar kami. Penolakan, sindiran-sindiran, bahkan tuduhan-tuduhan negatif berangsur-angsur hilang hingga tak pernah terdengar lagi.
#Jember, 12032017
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Amin..trmksh pak lukman
Alhamdulillah..,salut untuk bu Marni
Allhamdulilah, kamipun sudah melakukannya 2 bulan ini. Luar biasa efek bagusnya buat anak-anak.
Alhmdllah, smg kami bisa meniru pak,,,