Saya Tunggu Usulan Anda
Saya Tunggu Usulan Anda
Oleh: Febry Suprapto
Dalam setiap sesi pelatihan menulis, saya selalu menyampaikan materi tentang _free writing_ atau menulis bebas. Menurut saya, materi ini sangat bermanfaat untuk menghancurkan "penghalang mental" dalam menulis. Sudah sangat banyak testimoni peserta yang merasakan maanfaat "menulis bebas" tersebut.
Biasanya, saya meminta peserta untuk menuliskan tiga prosedur menulis bebas yang saya ramu dari bacaan saya terhadap buku _Free writing_ karya Hernowo. Tiga prosedur itu adalah:
1. Tulislah apa saja yang ada dalam pikiran anda. ALIRKAN SAJA.
2. Jangan hiraukan tanda baca, besar kecil huruf, baku tidak baku sebuah kata, dan aturan kebahasaan yang lain. TABRAK SAJA.
3. Fokus pada proses (kuantitas) bukan pada hasil (kualitas). BUNUH EDITOR DALAM DIRIMU.
Jika disingkat dan diambil kalimat penekanannya, tiga prosedur itu menjadi:
1. Alirkan saja.
2. Tabrak saja.
3. Bunuh editor dalam dirimu.
Setelah mereka mencatat prosedur tersebut, saya akan menjelaskan maksudnya secara detail. Termasuk memberi contoh-contohnya. Kemudian, mereka saya ajak untuk mempraktikannya. Biasanya, praktik sesi pertama adalah "menulis bebas" bertema (ada dua tema). Sesi kedua, tanpa tema (sebanyak dua kali).
Saya pun menjelaskan, bahwa praktik ini khusus untuk menulis bebas. Ini adalah level dasar dan bukan untuk dipublikasikan. Apabila ingin mempublikasikan, maka harus dibaca ulang dan diedit dulu oleh penulis (swasunting). Begitu.
Namun entah mengapa, banyak peserta yang salah memahaminya. Apa bentuk salah pahamnya?
Pertama, ketika mengirimkan naskah ke email kelas, ternyata mereka sama sekali tidak mengedit naskah yang mereka tulis. Apa yang sudah mereka tulis dengan teknik "menulis bebas", itulah yang mereka kirim. Betul-betul naskah yang masih "mentah". Bayangkan kesulitan yang akan dihadapi oleh editor ketika menemui naskah seperti itu. Berapa obat sakit kepala yang perlu diminum oleh editor ketika mengedit naskah tersebut? _He he he_
Kedua, ketika diingatkan oleh editor untuk swasunting seperlunya, mereka menolak dengan alasan seperti itulah yang disampaikan oleh trainer (saya) di kelas pelatihan. mereka lupa dengan penjelasan saya bahwa "menulis bebas" adalah level dasar dan perlu diedit sebelum dikirim ke email kelas.
Ketiga, ini yang lebih fatal. Mereka berdalih tidak mau mengedit karena di prosedur ketiga "menulis bebas" berbunyi, BUNUHLAH EDITOR! Padahal seharusnya, BUNUHLAH EDITOR DALAM DIRIMU. Tentu saja editor naskahnya merasa tersinggung dan marah. Belum apa-apa sudah (mau) dibunuh. _ha ha ha_
Nah, karena hal itulah dan masukan dari berbagai pihak, maka saya memutuskan untuk merubah jargon prosedur "menulis bebas" yang saya sampaikan. Untuk jargon pertama, ALIRKAN SAJA, tetap saya gunakan. Sedangkan yang kedua, TABRAK SAJA dan yang ketiga, BUNUH EDITOR DALAM DIRIMU akan saya ubah. Karena itu, saya mengajak pembaca untuk memberi masukan kepada saya, jargon apa yang lebih pas dan mengena untuk mengganti jargon nomor dua dan tiga. Masukan dari Anda sangat berharga bagi saya. Saya tunggu, ya! Terima kasih sebelumnya.
Bondowoso, 29032020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Sebenarnya kita termotivasi menulis karena free writing dengan menerapkan prosedur yang Pak Febry sampaikan.Tapi kalaupun bermasalah di nomor 2 dan 3, mungkin bisa menjadi 2. Ngebut saja 3. Yakin saja. Itu pendapat ambo Pak Febry.
Mungkin yg no 3 baiknya diganti mas...Kalau usul dari aku: 1. Alirkan saja 2. Tabrak saja. 3 Belajar jd editor yg baik.
Noted. Terima kasih. No.2 tetap? Tabrak aja.
No 2 tetap. Tabrak saja...
kalau saya mah udah cucok ma jargon itu mas... dengarnya Ga neko neko, ga di paksaian dan alhasil.. semua mengalir.. Lanjutkan
Yang tiga itu sudah ok mas Febry, ini usul gimana kalau ditambah sajaAlirkan sajaTabrak sajaBunuh editor dalam dirimuSwasunting tulisanmu
Bunuh editor dalam dirimu itu yg paling bermasalah. He he. Harus diganti. Usulan tambahannya OK juga, swasunting tulisanmu. Terima kasih, uni
Tambah no 4. Baca tulisan anda. Jika membaca tulisan otomatis akan mengedit tanpa diperintah
Tambah no 4. Baca tulisan anda. Jika membaca tulisan otomatis akan mengedit tanpa diperintah
Tambah no 4. Baca tulisan anda. Jika membaca tulisan otomatis akan mengedit tanpa diperintah
Tambah no 4. Baca tulisan anda. Jika membaca tulisan otomatis akan mengedit tanpa diperintah
Tambah no 4. Baca tulisan anda. Jika membaca tulisan otomatis akan mengedit tanpa diperintah
Tambah no 4. Baca tulisan anda. Jika membaca tulisan otomatis akan mengedit tanpa diperintah
Menurut saya, 3 jargon itu it's oke, tidak perlu diubah. 3 jargon itulah yang melatih kita untuk mengeluarkan isi kepala sebanyak-banyaknya. Setelah praktik 3 jargon itu, peserta diajak untuk masuk ke jargon ke-4 (nahh disini pakai trik khusus dari Mas Febry) yang isinya mengajak untuk menyunting naskah yang diketik, ini langsung dipraktikkan. Pada akhirnya, peserta diajak membandingkan teks sebelum dan sesudah swasunting.
Tekankan kepada peserta bahwa jargon ke-4 itu adalah proses inti dari sebuah proses menulis.Semoga dengab seperti itu, peserta tidak hanya mampu menulis tapi juga mampu menjadi editor bagi dirinya sendiri sebelum naskahnya diedit oleh para editor sebenarnya.
Alirkan, tabrak saja, lanjut edit sebisanyaHe he..itu usulan saya mas..
Gawat Mas..!. Maksud saya ketiga kalimat motifasi itu kata-kata gawat, darurat, emergency dan menyentak, mudah untuk diingat ketika pelatihan. Hingga kini saya belum berfikir makna lain dari kalimat ketiga itu selain kalimat motifasi. Namun menghindari Missunderstanding kedepannya, boleh saja diganti dengan kalimat yang lebih baik. Untuk langkah pertama ketika pelatihan, saya mengusulkan. 1. Alirkan saja. 2. Tabrak saja. 3. Pede saja. Untuk yang ketiga, keterangannya persis seperti Bunuh Editor dalam Dirimu. Tiga itu sudah berat bagi pemula. Swasunting baiknya untuk follow up berikutnya. Maaf kepanjangan Mas hhe.
Maaf sbelumnya ,Mas. 3 jargon diatas lah yang membuat motivasi dasar para pemula brani mengeluarkan ide, gagasan dan apa saja yg ada dalam pikirannya saat itu. Karena dengan kata "Bunuh Editor " itulah yang memberanikan diri para pemula menulis hingga muncullah rasa tidak takut salah, rasa tidak takut tidak dibaca, rasa tidak takut tulisannya tidak indah. Jadi itu tetap perlu ketika pelatihan. Namun perlu adanya penekanan setelah karya jadi maka urutan berikutnya 4. Swa Editing.Maaf Mas, karena saya sendiri merasakan 3 jargon itulah yg membuat karya jadi.Cuma terkadang yg menjadikan tidak sempat swa editing1. Kurang penekanan ,Mas Febri2. Deadline, (kalau ini tergantung penekanan poit 1, Mas aja lagi hehehe)
Menurut saya tidak perlu diganti, mas. Tiga unsur tersebut sudah bagus. Hanya saja perlu penjelasan dan penekanan lebih tegas sehingga penulis pemula bisa membedakan FREE WRITING dengan FINISHING. Jangan sampai proses Free Writing dianggap sudah Finishing yang bisa berujung pada KILLING REAL EDITOR... Hahaha_
Kalau menurut saya, "tabrak saja" diganti dengan "tuliskan saja", "bunuh editor dalam diri" diganti dengan "tetap tulis, lalu direvisi". Demikian masukan saya, Mas.
BUNUH EDITOR DALAM DIRIMULantaran jargon nomor tiga ini, saya malah banyak bertambah ilmu.Saya penasaran dengan kata EDITOR. Apa yang menjadi acuan editor? Menurut saya EYD. Mencari di internet dan belajar lagi tentang EYD.Oh, ternyata EYD tidak berlaku lagi sejak 2015. Sudah ada yang baru yakni PU EBI. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.Terlambat saya. EBI sudah berlaku 5 tahun, saya baru tahu. PU EBI telah ditetapkan oleh Mendikbud RI tahun 2015 yang saat itu masih Pak Anies Baswedan.Bahkan tahun 2019 ada ketetapan dalam menulis beberapa kata. Di antaranya sebagai berikut:al Quran menjadi Al-Qur'ankakbah menjadi ka'bahDllTerima kasih Mas Febry telah membuka cakrawala.
Ditulis pakai spasi, tetapi setelah dikirim kok sebagian hilang spasinya? Maaf.
1. Alirkan saja,2. Tabrak saja,3. Abaikan saja.Kalaupun kata "bunuh" yang bermasalah, diganti saja dengan "abaikan saja", ndak usah jadi pembunuh. Kalau diabaikan si editor kan masih hidup Mas. Masalahnya jargon "Alirkan, Tabrak dan Bunuh" adalah motivasi tak bertepi, terlebih bagi pemula.Demikan Mas Febry
1. Alirkan saja2. Tabrak saja3. Swasunting.Bagaimana jika tahap "bunuh editor dalam dirimu" itu dihapus pak? He..he..he..Karena biasanya orang salah kaprahnya di bagian itu.Mau bagaimana pun, kualitas tetap harus dipertimbangkan. Jika hanya ke kuantitas maka jadinya mohon maaf, bikin sakit kepala. Apalagi jika paserta yang datang hanya dengan niat "demi undangan", pasti hanya tiga tahap dasar yang diperhatikan (alirkan,tabrak,bunuh editor).Mohon maaf jika kurang tepat.he..he..he..
Betul bunda. Yg bunuh editor yg paling bermasalah. Tapi kalau diganti swasunting, sptnya kurang pas. Karena yg no.3 mempunyai penjelasan: "pada proses, bukan pada hasil". Terima kasih banyak masukannya.
"fokus pada proses, bukan pada hasil"