Konsep Manusia sebagai Basyar Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam
Oleh : Fenti Inayati, M.Ag.
Konsep Manusia sebagai Basyar
Istilah basyar sering dimaknai dimensi jasmaniah manusia, antara lain diungkapkan oleh Ali Shari`ati dan beberapa buku yang mengupas tentang manusia perspektif Al-Quran. Makna ini tidak sama sekali salah, tapi tidak mampu mengungkap makna yang dimaksud.
Istilah basyar diungkapkan 37 kali dalam Al-Quran. Istilah ini ditujukan kepada manusia dengan ciri sifat-sifat biologis, seperti berjalan, makan-minum, berbicara, hubungan suami-istri, dan lain-lain. Ayat-ayat Al-Quran yang menyebut Istilah ini menujukkan bahwa yang dimaksud al-basyar memang manusia dalam konteks fisik dan biologis. Dari segi basyariyah-nya Nabi dan Rasul sama dengan manusia pada umumnya. Dalam konteks inilah Iblis dan orang-orang kafir melihat Nabi dan Rasul dari sudut pandang basyariyah ini (yang tentunya bisa dinilai lebih rendah secara duniawi (misalnya: dari suku atau bangsa yang dipandang rendah, budak, miskin, sakit-sakitan, masih anak kecil, dan predikat lainnya yang dipandang rendah atau bawah secara duniawi). Istilah al-basyar antara lain dapat dipahami dari ayat-ayat berikut:
a. Al-basyar (manusia) yang pertama diciptakan dari tanah liat kering dan air, kemudian keturunannya dari air mani, sebagaimana firmanNya:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan al-basyar (seorang manusia) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. (QS. Al-Hijr [15] : 28)
Dan Dia (pula) yang menciptakan al-basyar (manusia) dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa. (QS. Al-Furqon [25] : 54)
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) al-basyar (manusia) yang berkembang biak. (QS. Ar-Rum [30] : 20)
b. Kata basyar digunakan Siti Maryam (ibunda Nabi Isa a.s.) ketika diberi kabar oleh Malaikat bahwa dirinya akan mengandung dan melahirkan anak, padahal ia tidak pernah disentuh oleh seorang basyar , sebagaimana firmanNya:
Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh al-basyar (seorang laki-laki) pun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya:
"Jadilah", lalu jadilah dia. (QS. Ali Imran [3] : 47) Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah al-basyar (seorang manusia) pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina (QS. Maryam [19] : 20)
Struktur jasmani memiliki beberapa ciri. Pertama, adanya di alam dunia; jasad; materi atau alam penciptaan (al-khalq), yang tercipta secara bertahap atau berproses dan melalui perantara. Kedua, memiliki bentuk, rupa, kadar, dan bisa disifati, yang alamiahnya buruk dan kasar, bahkan mengejar kepuasaan syahwati. Ketiga, memiliki energi jasmaniah yang disebut dengan hayah (nyawa/daya hidup), yang eksistensi energi jasmani tergantung pada makanan yang bergizi. Keempat, eksistensinya menjadi wadah ruh. Kelima, terikat oleh ruang dan waktu. Keenam, hanya mampu menangkap satu bentuk konkret dan tak mampu menangkap yang abstrak. Ketujuh, substansinya temporer dan hancur setelah kematian. Kedelapan, materi dapat dibagi-bagi menjadi beberapa komponen.[1]
Walaupun komponen jasad memiliki ciri yang buruk, karena ingin mengejar kepuasaan syahwati, namun dalam konteks pendidikan, jasmani harus dilatih dan dikembangkan. Shalih Abdullah menyebutnya dengan pendidikan yang bertujuan pada pengembangan potensi jasmani (ahdaf al-jismiyyah),[2] begitu pula dengan pernyataan al-Zintany (al-ahdaf al-jismiyyah).[3]
Manusia sebagai khalifah berperan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses berinteraksi dengan lingkungan sekitar memerlukan kekuatan tertentu yang berada potensi jasadnya. Rasulullah Saw. dalam sebuah haditsnya mengemukakan bahwa:
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ
“Orang mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mu’min yang lemah”. Berdasarkan hadits tersebut, pendidikan dalam konteks pencapaian tujuan berupaya untuk membentuk manusia yang kuat dan sehat secara fisik dalam rangka melaksanakan peranannya sebagai khalifah di muka bumi.
Istilah jasad disepadankan dengan kata jism dan jasmani. Jika ditelusuri pandangan al-Quran mengenai potensi jasad manusia, dapat dicari melalui kata al- jism. Berdasarkan penelitian Abdul Fattah Jalal, mata al-jism dalam al-Quran hanya ditemukan sebanyak dua kali. Pertama, dengan sighat mufrad (singular), yaitu ketika membicarakan tentang Thalut. Kedua, dengan sighat jama’ (plural) yaitu ketika membicarakan tentang orang-orang munafiq
Konsep Manusia sebagai Basyar Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam
Dikaitkan dengan tujuan pendidikan, pendidikan jasmani pada intinya merupakan proses mempersiapkan diri manusia sebagai pengemban tugas khalifah di bumi, melalui keterampilan fisik. Hal ini berpijak pada pendapat Imam al- Nawawi yang menafsirkan al-qawy sebagai kekuatan iman yang ditopang oleh kekuatan fisik (QS al-Baqarah:247, QS al-Anfal:60).
Berkaitan dengan pendidikan jasmani ini, terdapat beberapa hadits Nabi yang mengisyaratkan bahwa Islam memperhatikan pendidikan jasmani, diantaranya yaitu sebagai berikut:
Dikeluarkan oleh Imam An Nasa’i dalam Sunan-nya,
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ وَهْبٍ الْحَرَّانِيُّ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سَلَمَةَ ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحِيمِ ، قَالَ : حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحِيمِ الزُّهْرِيُّ ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ ، قَالَ : رَأَيْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ ، وَجَابِرَ بْنَ عُمَيْرٍ الأَنْصَارِيَّيْنِ يَرْمِيَانِ ، فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ” كُلُّ شَيْءٍ لَيْسَ فِيهِ ذِكْرُ اللَّهِ ، فَهُوَ لَهُوٌ وَلَعِبٌ ، إِلا أَرْبَعَ : مُلاعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ ، وَتَأْدِيبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ ، وَمَشْيُهُ بَيْنَ الْغَرَضَيْنِ ، وَتَعْلِيمُ الرَّجُلِ السَّبَّاحَةَ “
Muhammad bin Wahb Al Harrani mengabarkan kepadaku, dari Muhammad bin Salamah, dari Abu Abdirrahim, ia berkata: Abdurrahim Az Zuhri menuturkan kepadaku, dari ‘Atha bin Abi Rabbah, ia berkata: aku melihat Jabir bin Abdillah Al Anshari dan Jabir bin Umairah Al Anshari sedang latihan melempar. Salah seorang dari mereka berkata kepada yang lainnya: aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “setiap hal yang tidak ada dzikir kepada Allah adalah lahwun (kesia-siaan) dan permainan belaka, kecuali empat: candaan suami kepada istrinya, seorang lelaki yang melatih kudanya, latihan memanah, dan mengajarkan renang”.
Perawi hadits ini tsiqah tanpa keraguan, kecuali Muhammad bin Wahd, ia shaduq.
Dikeluarkan juga oleh Ishaq bin Ibrahim dalam Fadhail Ar Ramyi, dari sahabat Abu Ad Darda’ dengan lafadz,
اللهْوُ في ثلاثٍ : تأديبُ فرَسِكَ ، و رمْيُكَ بِقوسِكِ ، و مُلاعَبَتُكَ أهلَكَ
“Lahwun (yang bermanfaat) itu ada tiga: engkau menjinakkan kudamu, engkau menembak panahmu, engkau bermain-main dengan keluargamu” tanpa tambahan “mengajarkan renang”, namun terdapat kelemahan dalam sanad-nya. Ala kulli haal, status hadits ini shahih insya Allah. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ (4534).
Hadits dari Tsauban menyatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda:“Yang paling baik dinar adalah dinar yang dinafkahkan seseorang pada keluarganya, dinar yang dinafkahkan pada kendaraan untuk sabilillah, dan dinar yang dinafkahkan pada shahabatnya untuk sabilillah”.[4]
Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim: “Hak anak terhadap orang tuanya adalah orangtua mengajarinya menulis, renang, dan memanah. Dan hendaklah ia tidak member rizki anaknya kecuali rizki yang baik.[5]
Hadits riwayat Abu Hurairah. Jikalau tidak memberatkan pada orang mu’min, Aku akan perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali shalat”.
Sebenarnya masih banyak hadits yang berkenaan dengan pendidikan jasmani ini seperti yang dikemukakan oleh al-Zantany dalam bukunya Usus al- Tarbiyah fi al-Sunnah al-Nabawiyyah. Secara singkat, tujuan pendidikan jasmani, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Menumbuhkan perkembangan jasmani yang ditunjang oleh pemberian gizi seimbang dan nutrisi yang baik.
b. Mendorong manusia untuk tetap menjaga kebersihan jasmani. Seperti kebiasaan mencuci tangan, menjaga kebersihn pakaian, berkumur-kumur (istinsyak ) dengan benar dll.
c. Mendorong manusia untuk tetap melakukan olahraga serta mengembangkan fungsi-fungsi anatomi tubuh sehingga menjadi sehat. Misalnya Olahraga memanah,berkuda,berenang,senam pagi,dll.
d. Memberikan relaksasi pada tubuh (jasmani) setelah kondisi lemah dan capai, untuk melakukan aktivitas lainnya. Karena tubuh juga memiliki hak untuk beristirahat.
e. Mendorong pentingnya menjaga kesehatan.
f. Menimbulkan pemahaman mengenai pentingnya metode herbal untuk menjaga berbagai penyakit yang menimpa manusia sebagaimana contoh rosul
Menimbulkan pemahaman mengenai pentingnya metode medis dan kesehatan untuk menjaga berbagai penyakit yang menimpa manusia. Menguatkan potensi kekuatan badan untuk melakukan aktivitas yang disyariatkan oleh Allah Swt; untuk menjalankan tha’at dan ibadah
[1] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, op.cit., h. 58
[2] Abdurrahman Shalih Abdullah, Teori Teori Pendidikan berdasarkan al- Quran,(Jakarta: Rineka Cipta, 2005) h. 138
[3] al-Zantany, op.cit., h. 143
[4] Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Juz VIII, h. 144
[5] Muslim, Shahih Muslim, Juz III, h. 78
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar