Fenti Inayati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Pengembangan Model Pendidikan Karakter di Sekolah

Pengembangan Model Pendidikan Karakter di Sekolah

Pengembangan Model Pendidikan Karakter di Sekolah

Oleh : Fenti Inayati, M.Ag.

1. Pengertian Model Pendidikan Karakter di Sekolah

Model adalah contoh, pola, acuan, ragam, macam, dan sebagainya yang dibuat menurut aslinya. Model juga diartikan sebagai barang tiruan yang kecil din tepat seperti yang ditiru, contohnya model pesawat terbang. Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani, model adalah barang atau benda tiruan dari benda yang sesungguhnya, seperti globe (bola dunia) adalah model dari bumi tempat kita hidup.

Menurut Muhaimin, model merupakan kerangka konseptual yang dipergunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan. Model juga merupakan seperangkat prosedur yang sistematis untuk mewujudkan suatu proses kegiatan. Sementara menurut Dedhi Suharto, model adalah sesuatu yang dapat memvisualisasikan sebuah konsep dengan nyata. Model berbeda dengan konsep dalam bentuk teori. Fungsi model adalah menjembatani konsep dalam bentuk teori menjadi kenyataan.

Definisi lain dari model dikemukakan oleh Simamarta, model adalah abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai tingkat persentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya. Menurut fungsinya, model dibagai dalam tiga bentuk. Pertama, model deskriptif, yaitu model yang hanya menggambarkan situasi sebuah sistem tanpa rekomendasi dan peramalan, contohnya peta organisasi. Kedua, model prediktif yaitu model yang menunjukkan apa yang akan terjadi atau bila sesuatu terjadi, contohnya model alat peraga atau alat pendeteksi gempa. Ketiga, model normatif yaitu model yang menyediakan jawaban terbaik terhadap satu persoalan. Model ini memberi rekomendasi tindakan-tindakan yang perlu diambil, contohnya model pemasaran, model ekonomi, model konseling, model pendidikan, model ekonomi, model pembelajaran, dan sebagainya.

Menurut strukturnya, model dibagi dalam tiga macam. Pertama, model ikonik, yaitu model yang menirukan sistem aslinya, tetapi dalam skala tertentu, contohnya model pesawat atau model rumah. Kedua, model analog, yaitu model yang menirukan sistem aslinya dengan hanya mengambil beberapa karakteristik utama dan menggambarkannya dengan benda atau sis tern lain secara analog, contohnya model alur laiu lintas di jalan dianaIogikan dengan aliran air dalam sistem pipa. Ketiga, model simbolis, yaitu model yang menggambarkan sistem yang ditinjau dengan simbol­simbol, biasanya dengan simbol-simbol matematik. Dalam hal ini, sistem diwakili oleh variabel-variabel dari karakteristik sistem yang ditinjau. Model ini biasanya digunakan dalam pembelajaran matematika.

Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa model adalah kerangka konseptual atau prosedur yang sistematis mengenai suatu hal yang berfungsi sebagai pedoman atau contoh bagi pihak lain yang ingin mengikutinya. Adapun model yang akan disusun dalam penelitian ini termasuk model normatif, yaitu model yang menyediakan jawaban terbaik terhadap satu persoalan. Model ini memberi rekomendasi tindakan-tindakan yang perlu diambil, khususnya dalam proses pendidikan karakter di Sekolah.

Istilah "model" tersebut jika disandingkan dengan "perididikan karakter di sekolah" dapat diartikan sebagai kerangka konseptual dan prosedur yang sistematis berkenaan dengan upaya penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang dilakukan oleh pendidik, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, maupun lingkungan sekitar.

2. Pendekatan Konseptual Model Pendidikan

Pendekatan yang dipakai dalam merumuskan konseptual model pendidikan karakter adalah model pembelajaran yang diadaptasi dari Basic Teaching Model yang dikembangkan oleh Robert Glaser pada tahun 1962. Model ini disebut basic karena menggambarkan seluruh proses pengajaran hanya dalam empat komponen, di mana karakter komponennya saling terkait satu sama lain dan bersifat sekuen.

Model ini diawali oleh tujuan yang akan mengarahkan seluruh program dan proses pada satu arah yang jelas. Program yang hendak dijalankan mesti mengarah pada tujuan yang hendak dicapai. Sementara proses akan mengimplementasi program yang dirumuskan dan evaluasi akan mengukur berhasil tidaknya model yang dijalankan.

Deskripsi Model Pengajaran Dasar Glaser ini dapat dijelaskan dalam unsur-unsur fundamental pembelajaran. Fokusnya pada proses yang saling terkait, serta memiliki urutan-urutan sintaks yang jelas. Prinsip yang dikembangkan adalah prinsip interdependensi, keterlibatan aktif, adanya follow up sebagai tindakan korektif setelah proses evaluasi dilaksanakan, serta adanya support system, di mana keberhasilan dari model ini membutuhkan dukungan tambahan dalam hal: (a) ketersediaan yang memadai pre-service dan in-service fasilitas untuk para guru untuk memperoleh kompetensi dan keterampilan yang dibutuhkan bagi penggunaan model; (b) ketersediaan lingkungan belajar mengajar dan situasi yang diinginkan untuk penggunaan pengajaran yang sesuai dengan strategi yang dirancang; dan (c) ketersediaan perangkat evaluasi yang tepat untuk penilaian akhir. Penerapan Model ini cukup sistematis dan terstruktur, model ini berlaku untuk hampir semua situasi belajar-mengajar.

Pada perkembangan berikutnya para pakar pendidikan mengembangkan model ini menjadi berbagai model pengajaran, model lesson plan sampai pada model training. Setiap komponen dikembangkan lagi dalam beberapa sub komponen yang lebih lengkap dan sesuai dengan kebutuhan pemakainya.

Dalam konteks penelitian ini peneliti mengambil model ini untuk mengembangkan konseptual model pendidikan karakter, karena akan lebih mudah dan sederhana dalam mengembangkan varian-varian model yang berbeda kedepannya. Model ini dijabarkan dalam Basic model pendidikan karakter : Tujuan, Program, Proses dan Evaluasi

1. Tujuan yang dimaksud dalam model ini adalah sasaran a tau hasil akhir yang ingin dicapai melalui proses pendidikan karakter. Sedangkan besar atau kecil dan ruang lingkup yang ingin dicapai hasil pendidikan itu ditentukan dan dibatasi oleh klasifikasi tujuannya. Tujuan merupakan kristalisasi nilai-nilai yang berfungsi meng­ arahkan, sekaligus memberi makna pada program dan proses berikutnya. Nilai yang terkandung dalam tujuan berdimensi ke­ Islaman, keIndonesiaan serta tujuan praktis pembelajaran. Jadi tujuan pendidikan karakter akan berfungsi sebagai pedoman dalam menentukan ruang lingkup pendidikan dan dinamikanya.

2. Program yang dimaksud dalam konseptual model ini adalah bentuk-bentuk usaha atau kegiatan yang dilakukan dalam menanamkan karakter pada diri anak. Program merupakan rancangan yang terencana dan terukur yang dimaksudkan untuk dapat mencapai tujuan pendidikan yang sudah ditentukan. Program akan menentukan kualitas ketercapaian pendidikan. KaJau programnya tepat sesuai dengan tujuan, maka program itu bisa dijalankan dengan baik pula.

3. proses pendidikan yang dimaksud dalam model ini adalah upaya mensinergikan pelbagai aspek/komponen pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Proses di sini juga dimaknai dengan kegiatan koordinasi dan mobilisasi segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Proses dalam pendidikan memilki makna yang strategis, karena tujuan dan program yang baik belum tentu baik kalau prosesnya tidak tepat. proses adalah suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja program yang telah dirancang untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.

4. Evaluasi yang dimaksud dalam model ini adalah penilaianl pengukuran tingkat keberhasilan anak mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Evaluasi sangat penting dalam proses pendidikan, karena tujuan evaluasi pendidikan bukan hanya untuk mengukur keberhasilan program pendidikan, tetapi juga sebagai langkah korektif untuk terus memperbaiki dan mengembangkan pendidikan ke arah yang lebih baik. Hasil evaluasi dapat juga digunakan oleh guru-guru dan pengawas pendidikan untuk menilai keefektifan pengalaman pembelajaran, kegiatan-kegiatan belajar, dan metode-metode pem­ belajaran yang digunakan.

Setiap komponen dalam kerangka model ini dikembangkan lagi dalam sub-sub komponen, untuk lebih jelasnya dapat dilihat Komponen Model Pendidikan Karakter

Tujuan memiliki sub komponen tujuan umum yang menjelaskan tujuan pendidikan karakter secara umum, sedangkan tujuan pembelajaran merupakan tujuan khusus yang diintegrasikan pada setiap mata pelajaran. Program terdiri dari pengajaran, pembiasaan, peneladanan, pemotivasian, dan penegakan aturan. Proses meliputi kurikulum, guru, siswa, metode dan lingkungan, sedangkan Evaluasi terdiri dari paper dan pencil, projek, product, portofolio dan performance. Untuk pendidikan karakter lebih ditekankan pada evaluasi performance.

C. KONSEPTUAL MODEL PENDIDIKAN KARAKTER

Konseptual model pendidikan karakter dikonseptualisasi dalam sistem pendidikan. Sistem merupakan sekumpulan komponen atau sub sistem yang terorganisasikan, yang berkaitan dan sesuai dengan rencana untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Adapun unsur-unsur dari suatu sistem terdiri dari: (1)himpunan bagian-bagian, (2)bagian­ bagian itu saling berkaitan, (3) masing-masing bagian bekerja secara mandiri dan bersama-sama, yang satu sama lain saling mendukung, (4) semuanya ditujukan untuk pencapaian tujuan bersama dan, (5) terjadi di dalam lingkungan yang rumit atau kompleks.

Dengan demikian, sistem merupakan sekumpulan fakta, prinsip, doktrin, dan sebagainya yang lengkap dan komprehensif dan teratur, dalam bidang pengetahuan atau pemikiran tertentu. Sedangkan definisi yang dikemukakan oleh Murdick dan Ross menunjukkan secara jelas unsur fisik maupun konsep di dalam suatu sistem.

very simply, a sistem is a set of elements, such as people, things, and concepts, which are related to achieve a mutual goal". Definisi yang lebih lengkap dikemukakan sebagai berikut: A sistem is a set of elements forming an activity or a processing procedure/scheme seeking a common goal or goals by operating on data and/or energy and/or matter in a time reference to vield information and/or energy and/or matter.

Dari beberapa pengertian tentang sistern tersebut dapat dirinci unsur-unsur sistem sebagai berikut : (1) sehimpunan unsur, (2) tujuan sistem, (3) wujud hasil kegiatan atau proses sistem tersebut dalam kurun waktu tertentu, dan (4) pengolahan data dan atau bahan.

Dalam dunia pendidikan, pada umumnya dikenal ada beberapa istilah yang menjelaskan unsur-unsur dalam sistem pendidikan, para pakar pendidikan ada yang menyebutnya komponen pendidikan. Dalam konteks komponen pendidikan ini para ahli pendidikan memiliki pandangan yang berbeda. Soetari Imam Barnadib menyebutkan bahwa, ada lima macam aspek pendidikan formal, yaitu aspek tujuan pendidikan, aspek pendidik, aspek anak didik, aspek alat atau metode, dan aspek Iingkungan.

Sedangkan Marimba tidak memasukkan lingkungan sebagai aspek pendidikan. Ia berpendapat bahwa aspek-aspek pendidikan ialah aspek tujuan, aspek pendidik, aspek anak didik, aspek alat atau metode, dan aspek kegiatan (usaha). Selanjutnya, Sudjana mengajukan pendapat bahwa aspek-aspek pendidikan ialah aspek tujuan, aspek pendidik, aspek anak didik, aspek materi pendidikan, aspek metode, aspek evaluasi, aspek waktu, aspek jenjang pendidikan, dan aspek penyelenggaraan.

Menurut Aan Hasanah untuk membahas tentang model pendidikan karakter sebaiknya menggunakan model Robert Glaser , terdiri dari tujuan, program, proses serta evaluasinya.

1. Tujuan Pendidikan Karakter Berperspektif Islam.

Tujuan pendidikan mempunyai kedudukan yang amat penting. Abuddin Nata, misalnya menyebutkan ada empat fungsi tujuan pendidikan. Perrama, tujuan berfungsi mengakhiri usaha. Suatu usaha yang tidak memiliki tujuan tidaklah mempunyai arti apa-apa. Pada umumnya, suatu usaha akan berakhir kalau tujuannya telah tercapai. Kedua, tujuan berfungsi mengarahkan usaha. Tanpa adanya antisipasi (pandangan ke depan) kepada tujuan, penyelewengan akan banyak terjadi dan usaha yang dilakukan tidak akan berjalan secara efisien. Ketiga, tujuan dapat berfungsi sebagai tirik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, yaitu tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama. Keempat, fungsi dari tujuan ialah rnernberi nilai (sifat) pada usaha itu. Ada usaha-usaha yang tujuannya lebih luhur, lebih mulia, dan lebih luas dari usaha-usaha lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam rumusan setiap tujuan selalu disertai dengan nilai-nilai yang hendak diusahakan perwujudannya.

Dalam hubungan fungsi keempat dari tujuan pendidikan terse bur, yakni sebagai pemberi nilai terhadap suatu kegiatan, menarik sekali apa yang dikatakan oleh Dharma Kesuma dkk. ketika membicarakan tujuan pendidikan karakter. Menurutnya, tujuan penting pendidikan karakter adalah memfasilitasi pengetahuan dan pengembangan nilai­ nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak. Pengetahuan dan pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan karakter bukanlah dogmatisasi nilai kepada peserta didik, melainkan sebuah proses yang membawa peserta didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku keseharian manusia, termasuk bagi anak. Pengembangan juga mengarahkan proses pendidikan pada proses pembiasaan yang disertai oleh logika dan refleksi terhadap proses dan dampak dari proses pembiasaan yang dilakukan. Pengembangan pun memiliki makna adanya hubungan antara penguatan perilaku anak melalui pembiasaan di sekolah dan pembiasaan di rumah.

Masih dalam pembahasan mengenai tujuan pendidikan karakter, Mohammad Haitarni Salim berpendapat, tujuan pendidikan karakter adalah membangun kepribadian dan budi pekerti yang luhur sebagai modal dasar dalam berkehidupan di tengah-tengah masyarakat, baik sebagai didik agar memiliki karakter, sikap mental positif, dan akhlak yang terpuji.

Lawrence Kohlberg (pakar perkembangan moral Amerika) berpendapat, tujuan pendidikan karakter adalah meningkatkan kemampuan peserta didik untuk membedakan dan mengintegrasikan perspektif diri dan lainnya dalam pengambilan keputusan moral. Kemampuan ini merupakan produk dari interaksi antara struktur kognitif anak dan fitur struktural dari lingkungan sosial. Kemampuan juga mengandung makna kesanggupan untuk mengambil perspektif yang kompleks dan untuk memahami konsep-konsep abstrak yang terkait dengan kemajuan penalaran moral.

Selanjutnya, Aan Hasanah menyatakan, tujuan pendidikan karakter adalah terciptanya manusia sebagai khalifah fl al­ardhi yang memiliki kualitas karakter untuk menjalankan fungsi kekhalifahannya, kualitas karakter yang dimiliki tidak hanya untuk kehidupan di dunia semata, tetapi untuk kehidupan di akhirat.

Selanjutnya mengenai tujuan pendidikan. beberapa ulama Islam telahmengungkap rumusannya. Misalnya, Muhammad Quthub menyatakan bahwa tujuan pendidikan dalam Islam ialah untuk membentuk "manusia yang sejati", sebagaimana yang digambarkan Al-Qur'an. Pengertian yang diberikan oleh Muhammad Quthub tentang "manusia sejati" ini adalah dapat dipahami bahwa manusia yang sejati adalah manusia yang benar-benar menghambakan diri kepada Tuhan, melaksanakan segala perintah dan menjauhi semua larangan-Nya.

Atau kalau menurut al-Attas disebut bahwa tujuan pendidikan menurut Islam adalah menghasilkan "manusia yang baik". Marimba berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan adalah terbentuknya "kepribadian Muslim" dan al-Abrasyi mengemukakan bahwa tujuan akhir pendidikan dalam Islam adalah terwujudnya "manusia berakhlak sempurna". Sedangkan menurut Munir Mursi, tujuan akhir pendidikan adalah terwujudnya "manusia yang paripurna”.

Sejalan dengan pandangan-pandangan di atas, pendapat yang hampir sama telah dikemukakan pula dalam Rekomendasi 300 sarjana Muslim yang mengadakan Konferensi Pendidikan Islam di Mekkah tahun 1977. Mereka merumuskan tujuan pendidikan Islam adalah "Membentuk pribadi Muslim yang sejati, mewujudkan manusia yang baik pendidikan karakternya dan menyembah Allah dalam arti yang sebenarnya." Pandangan ini sejalan pula dengan firman Allah yang menyatakan bahwa, "manusia diciptakan hanya menyembah Allah semata, mereka senantiasa berikrar dalam shalatnya di antaranya ibadahnya, hidup dan matinya hanya untuk Tuhan semesta alam". Dalam hubungan ini Sayyid Husein dan Ali Asraf menyatakan bahwa tujuan yang paling penting dari pendidikan ialah "mengingatkan kembali kepada setiap manusia akan ikrarnya kepada Tuhan, di setiap shalatnya agar ia memenuhi janji, hingga ia dipanggil Tuhan".

Sedangkan Madjid Irsani memberi penjelasan bahwa tujuan pendidikan yaitu terbentuknya insan yang baik, baik hubungannya dengan Allah maupun dengan alam ciptaan Allah untuk kepentingan manusia, juga hubungannya dengan sesama. Ia selalu berlaku adil dan ihsan. Lulus dalam setiap ujian hidup yang dilalui di duma dan mempersiapkan dirinya menghadapi hari akhirat, seperti hari berhisab dan hari menerima balasan yang setimpal”.

Tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh Majid Irsani tersebut, tampaknya masih tetap berakar kepada posisi manusia sebagai insan pengabdi Tuhan dalam pengabdian yang sebenar­ benamya. Manusia yang seperti itu adalah manusia yang meyakini bahwa itulah basis yang kokoh untuk menjalani kehidupannya serta ia memiliki kearifan terhadap lingkungannya. la selalu berhasil mengatasi semua problema kehidupan, dan optimis dalam menyongsong masa depannya, dengan amal-amalnya dan optimis pula menyongsong kehidupan akhirat. Dalam pengertian tersebut, ia memang tidak secara jelas mensyaratkan ilmu pengetahuan, namun bila dicermati lebih jauh sikap 'ubudiyah yang benar kepada Allah, serta kemampuan untuk arif terhadap lingkungan, dan mampu pula mengatasi berbagai problema yang dihadapinya; tidak lain sosok manusia seperti itu adalah manusia yang memiliki ilmu pengetahuan.

Dari pengertian-pengertian yang telah diungkap tersebut, tampaknya tujuan pendidikan dalam Islam yang telah diajukan oleh para ahli pendidikan Islam, pada intinya menekankan kepada "akidah" Islamiyah. Misalnya Muhammad Quthub dengan ungkapan "membentuk manusia yang sejati"; Majid Irsani dengan ungkapan "insan yang baik 'ubudiyahnya"; dan pandangan para sarjana sebagai hasil Kongres Pendidikan Islam di Mekkah dengan ungkapan membentuk "pribadi Muslim yang sejati". Mereka pada hakikatnya sang at menekankan kepada aspek keimanan. Selain itu, mereka menekankan pula perlunya ilmu pengetahuan umum bagi peserta didik agar dapat mengantarkan mereka menyongsong masa depannya.

Untuk memahami sebuah konsep, biasanya pendefinisian digunakan sebagai langkah awal. Akan tetapi, tidak selamanya sebuah definisi selalu representatif untuk memahami sebuah konsep sebagaimana mestinya. Untuk itu, makna dan tujuan pendidikan merupakan dua unsur yang saling berkaitan dan telah memunculkan berbagai konsep yang disebabkan oleh perbedaan dalam memahami hakikat, peranan, dan tujuan hidup manusia.

Apabila dikelompokkan, secara umum terdapat dua pandangan teoritis mengenai tujuan pendidikan. Pandangan teoritis yang pertama berorientasi kemasyarakatan, yaitu pandangan yang menganggap pendidikan sebagai sarana utama dalam menciptakan masyarakat yang baik. Pandangan teoritis yang kedua berorientasi inidividu, yang lebih memfokuskan diri pada kebutuhan, daya tampung, dan minat pelajar.

Dengan demikian, secara umum, pandangan teoritis tentang pendidikan yang berorientasi kemasyarakatan berpijak pada asumsi bahwa manusia adalah hewan yang bermasyarakat (socialanimal) dan ilmu pengetahuan pada dasarnya dibina atas dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Menurut pandangan teoritis ini, pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan manusia yang bisa berperan dan menyesuaikan diri dalam masyarakatnya masing-masing. Di sisi lain, karena kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan, dan sejumlah keahlian yang diinginkan masyarakat senantiasa berubah, maka pendidikan di dalam masyarakat harus bisa mempersiapkan peserta didiknya menghadapi segala bentuk perubahan yang terjadi.

Sementara itu, pandangan teoritis tentang pendidikan yang berorientasi pada individual terbagi menjadi dua pandangan. Pertama, berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik agar bisa meraih kebahagiaan secara sosial ekonomis dalam masyarakatnya. Kedua, pandangan yang lebih menekankan peningkatan intelektual dan keseimbangan jiwa peserta didik.

Dalam tradisi pemikiran pendidikan Islam, kesempurnaan individu dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat menjadi cita-cita dan tujuan pendidikan yang terpenting. Dari kajian Abuddin Nata terhadap pemikiran pendidikan tokoh-tokoh muslim klasik, tampak jelas bahwa tujuan pendidikan lebih menitikberatkan pada keberhasilan individu.

Sedangkan dalam perspektif filsafat modern, pemikiran tentang tujuan pendidikan setidaknya diwakili oleh dua arus utama pemikiran, yaitu aliran pragmatisme dan eksistensialisme. Aliran pragmatisme, yang sering juga disebut eksperimentalisme dan instrumentalisme, muncul dalam kurun seratus tahun terakhir dan dihubungkan dengan tokoh-tokoh seperti Charles S. Peirce (1839-1914), William James (1842-1910),dan John Dewey (1859-1952). Pemikiran pragmatis dalam pendidikan terungkap secara jelas dalam tulisan-tulisan John Dewey yang gagasan-gagasannya telah merangsang eksperimentasi luas dalam teori dan praktik pendidikan abad XX. Pengaruh pragmatisme terhadap pendidikan modern tampak jelas melalui progresivisme, rekonstruksionisme, futurisme, dan humanisme pendidikan.

Dengan demikian, konteks tujuan pendidikan yang dikembangkan oleh kelompok pragmatisme mendasarkan relativisme dan humanismenya pada otoritas masyarakat. Dengan kata lain, pragmatisme berorientasi kemasyarakatan di mana pendidikan dipandang sebagai sarana utama untuk menciptakan masyarakat yang baik.

Sementara itu, aliran eksistensialisme yang muncul pada abad XX sering dihubungkan dengan Karl Jaspers, Gabriel Marcel, Martin Heidegger, Jean Paul Sartre, dan Albert Camus, menyatakan bahwa pilar dasar eksistensialisme adalah individualisme. Fokus realitas berada pada diri (the self) person manusia individu. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan bagi kalangan eksistensialisme lebih menekankan peran individu.

Fazlur Rahman merumuskan hakikat pendidikan sebagai upaya pengembangan kemampuan dasar manusia dengan cara sedemikian rupa sehingga seluruh ilmu pengetahuan yang dimilikinya akan menyatu dengan kepribadian kreatifnya. Tujuan pendidikan justru menjadi aspek yang sangat ditekankan oleh Rahman. Sebab, kekeliruan dalam merumuskan arah atau orientasi pendidikan mengakibatkan kesalahan dalam menentukan langkah-langkah di dalam proses pendidikan.

Tujuan pendidikan pada dasarnya merupakan kristalisasi nilai­ nilai yang berfungsi sebagai daya dorong sekaligus memberi makna serta pengabsahan pada tindakan, Nilai itu sendiri merniliki dimensi intelektual dan emosional yang secara bersama-sama menentukan suatu nilai beserta fungsinya dalam kehidupan. Oleh karena itu, tujuan pendidikan berkaitan erat dengan nilai-nilai yang dihayati dan dijunjung tinggi oleh seseorang atau sekelompok orang karena nilai-nilai itu akan berfungsi sebagai pedoman dalam menentukan ruang lingkup pendidikan dan dinamikanya.

Dengan pemahamannya terhadap nilai-nilai yang bersumber dari al-Quran tentang hakikat manusia, sebagaimana di atas dirumuskan tujuan pendidikan adalah melahirkan manusia-manusia yang mampu mengeksploitasi kekuatan-kekuatan alam untuk kemaslahatan umat manusia dan menciptakan tata dunia yang bernuansa keadilan, progresif, dan sehat. Rumusan tujuan pendidikan tersebut sangat jelas bertitik tolak dari tujuan penciptaan manusia sekaligus tanggung jawab yang diamanahkan kepada manusia. Tujuan tersebut mencakup seluruh nilai ideal, baik spiritual, etis, maupun sosial.

Pandangan ini juga mengisyaratkan bahwa, eksistensi individu tidak dapat dilepaskan dari fungsinya sebagai khalifah bagi lingkungan sosiainya maupun lingkungan alamnya. Dengan kata lain, tujuan pendidikan bukan saja ditujukan untuk kepentingan individu, juga untuk kepentingan lingkungan, sosial maupun fisik.

Apabila dikaitkan dengan teori perkembangan dalam psikologi, maka tujuan pendidikan dapat dikategorikan ke dalam teori konvergensi di mana faktor endogen maupun eksogen saling mempengaruhi. Selain itu, tiga dimensi pengembangan manusia yang saling terkait adalah intelektual, moral, dan spiritual, mencerminkan keutuhan kapasitas pribadi. Sehingga dimensi intelektual, moral, dan spiritual, dijadikan sebagai taksonomi pendidikan, memiliki kaitan yang jelas satu sama lain serta berdasarkan nilai-nilai transenden yang pasti.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bloom, di dalam ranah kognitif tercakup tugas-tugas intelektual yang terdiri dari enam kategori, yaitu kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintetsis, dan evaluasi. Sedangkan ranah psikomotor tercakup ketrampilan-ketrampilan yang terdiri dari keterampilan gerak reflek, gerak dasar, keterampilan persepsi, keterampilan fisik, keterampilan adaptif, dan komunikasi nondiskursif (ekspresif dan interpretatif) .

Sedangkan dimensi moral, pertimbangan untuk melakukan yang benar atau yang salah, dapat dikategorikan sebagai ranah afektif yang dikemukakan oleh Bloom. Menurut Bloom, ranah afektif mencakup komponen penerimaan, penanggapan, penilaian (menerima dan memilih suatu nilai), pengorganisasian sistem nilai, dan karakterisasi suatu nilai. Tujuan yang lebih kompleks dari ranah ini adalah berupa sikap yang menjadi karakter atau pandangan hidup seseorang.

Sedangkan dimensi spiritual merupakan karakteristik yang khas dalam pendidikan Islam yang membedakannya dari teori taksonomi yang menjadi arus utama pendidikan modern. Pemikiran pendidikan sangat jelas mendasarkan pada nilai-nilai trans enden yang tidak ditemukan pada teori taksonomi. Di sisi lain, rumusan pendidikan yang ditawarkan sesungguhnya merupakan reaksi terhadap realitas pendidikan di dunia Islam saat ini yang tidak benar­benar diarahkan pada tujuan yang positif, bahkan cenderung defensif, sekedar menyelamatkan pikiran kaum muslim dari pencemaran atau kerusakan yang ditimbulkan oleh dampak gagasan-gagasan Barat yang datang melalui berbagai disiplin ilmu, terutama yang akan mengancam standar moralitas Islam. Akibatnya, dalam kondisi kepanikan spiritual semacam itu, pendidikan yang dikembangkan di seluruh dunia Islam secara universal bersifat mekanis.

Pandangan serupa juga muncul dari tokoh muslim Muhammad Abduh di Mesir yang mengkritik hasil-hasil negatif dari tujuan pendidikan yang pragmatis tersebut seraya menekankan bahwa pendidikan itu bukan untuk mobilisasi sosial-ekonomi, melainkan untuk mengembangkan kepribadian peserta didik. Muhammad Iqbal, tokoh pemikir India, mengkritik pandangan bahwa masyarakat lebih utama dari pada individu. Menurut Iqbal, nasib manusia tidak terlalu bergantung kepada masyarakat, melainkan kepada kemampuan tiap-tiap individu.

Dengan rumusan tersebut, pendidikan dalam Islam tidak sekedar penerusan yang pasif dan absurd atas sistem pendidikan masa penjajahan yang dilandasi oleh keterpesonaan atas ideologi kemajuan materil. Rumusan baru tentang pendidikan harus memuat motivasi baru bagi masyarakat muslim dengan menjadikan Islam sebagai katalisator kemajuan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan menekankan kepada pengembangan individu. Akan tetapi, sebagaimana hakikat manusia, pengembangan individual tidak bisa dipisahkan dari tugas moral yang diemban oleh setiap manusia untuk memperjuangkan dan menciptakan tatanan sosial yang bermoral di muka bumi. Untuk itu, konseptualisasi harusnya lebih diarahkan pada agen konstruksi dan rekonstruksi sosial, yaitu individu, bukan kepada keseluruhan masyarakat yang berakar pad a tradisi pemikiran Islam. Dalam sejarah, penekanan terhadap individu terbukti sangat efektif dalam memunculkan cendekiawan yang kreatif dan memiliki dedikasi.

Pandangan serupa juga dianut oleh Al-Attas. Menurut AI­Attas, perhatian terhadap individu bukan hanya sesuatu yang prinsipil, melainkan juga strategi yang jitu, sebab tujuan tertinggi etika dalam perspektif Islam adalah individu itu sendiri. Penekanan terhadap individu mengimplikasikan unsur-unsur yang inheren setiap individu. Sementara itu, penekanan terhadap masyarakat dan negara membuka pintu terhadap sekularisme, termasuk di dalamnya ideologi dan pendidikan sekuler.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Al-Abrasyi yang menjabarkan tujuan akhir pendidikan menjadi: (1) Pembinaan akhlak, (2) Menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan akhirat, (3) Penguasaan ilmu, dan (4) Keterampilan bekerja dalam masyarakat. Munir Mursi menjabarkan tujuan akhir pendidikan sebagai berikut: (1) Bahagia di dunia dan akhirat, (2) menghambakan diri kepada Allah, (3) memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat Islam, dan (4) Akhlak mulia

Sedangkan Ibnu Khaldun merinci tujuan dan sasaran pendidikan Islam itu adalah untuk memperkuat posisi iman, mempertinggi akhlak, memberi persiapan hidup bermasyarakat, menumbuhkan jiwa sosial, memberi perbekalan hidup, mempertajam akal, mengembangkan katerampilan dan memupuk rasa.

Dari rincian yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun di atas tersirat bahwa tujuan pendidikan memberikan bekal dan mempersiapkan peserta didik menghadapi hidupnya di masa depan di dunia ini dan di akhirat. Sedangkan menurut Imam al-Ghazali tujuan pendidikan Islam yaitu mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan diri, dengan sempuma bertaqarrub kepada Allah untukmendapatkankebahagiaan dunia dan akhirat. Prof. Muhammad' Athiyah Al-Abrasyi, seorang ulama muslim, membagi tujuan pendidikan menjadi lima azas yang menjadi sasaran dan tujuan pendidikan Islam yaitu: (1) Pendidikan akhlak merupakan ruh pendidikan Islam; (2) Pendidikan Islam memperhatikan kepentingan agama dan kepentingan dunia secara seimbang; (3) Pendidikan Islam mengutamakan segi-segi manfaat; (4) Pendidikan Islam mendidik peserta didik menuntut ilmu semata­mata untuk ilmu; (5) Pendidikan Islam mementingkan pendidikan kejuruan, kesenian dan pertukangan untuk mempersiapkan peserta didik mencari rizki.

Kelima azas tersebut sebagai tujuan pendidikan Islam, mengandung aspek pembinaan mental, aspek spiritual, aspek keseimbangan antara hidup di dunia dan akhirat, aspek manfaat, aspek ilrniah, serta aspek ketrampilan. Dengan kata lain tidak sempit dan tidak terbatas pada aspek akhirat saja. Dengan demikian maka jelas bahwa tujuan pendidikan menurut Muhammad 'Athiyah AI­Abrasyi adalah mempersiapkan manusia yang berkepribadian paripurna secara utuh, jasmaniah ruhaniah serta memiliki persiapan yang lengkap menghadapi hidup dan kehidupan. Dengan tegas ia menggaris bawahi tujuan pendidikan secara umum dengan catatan bahwa pendidkan bertujuan lebih jauh dan lebih mendasar yaitu; memperbaiki akhlak, mensucikan rohani, mencapai fadhilah, mencapai akhlak yang mulia, ikhlas, dengan tidak mengabaikan aspek yang lain.

Sementara tujuan pendidikan karakter secara umum, seperti dirumuskan oleh Lawrence Kohlberg, dengan menggunakan istilah pengembangan moral, ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan karakter berupaya meningkatkan kemampuan untuk membedakan dan mengintegrasikan perspektif diri dan lainnya dalam pengambilan keputusan moral.

Ini adalah produk dari interaksi antara struktur kognitif anak dan fitur struktural dari lingkungan sosial. Kemampuan untuk mengambil perspektif yang kompleks dan untuk memahami konsep­konsep abstrak yang terkait dengan kemajuan dalam penalaran moral. Perkembangan moral yang dipromosikan oleh pengalaman sosial yang menghasilkan konflik kognitif dan yang memberikan anak dengan kesempatan untuk mengambil perspektif orang lain.

Sedangkan Doni Kusuma menyatakan bahwa tujuan pendidikan karakter tidak hanya diperuntukan untuk menjawab tantangan yang bersifat kondisional, seperti kemerosotan moral yang terjadi di Indonesia dewasa ini, melainkan pula harus diletakkan pada perspektif filosofis dan paedagogis yang pada gilirannya akan menjadi bagian penting dari kajian ilmu kependidikan. Dalam kaitan ini menurut TS Eliot, seperti dikutip dalam catatan editor untuk buku Pendidikan Pendidikan karakter, karya Ahmad Tafsir, bahwa tujuan pendidikan harus diambil dari pandangan hidup. Oleh karena itu, Ahmad Tafsir berpendapat bahwa tujuan universal pendidikan adalah pembentukan akhlak mulia dengan menanamkan keimanan yang kemudian akan menjadi tempat tertanamnya nilai­ nilai yang membentuk karakter.

Secara spesifik Lickona berpendapat bahwa terdapat tiga komponen karakter yang harus dikembangkan dalam pendidikan karakter, yakni Moral Knowing, Moral Feeling, dan Moral Action. Moral Knowing mencakup kesadaran moral, tahu nilai-nilai moral, pengambilan perspektif, penalaran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan diri. Moral Feeling mencakup hati nurani, harga diri, empati, mencintai yang baik, kerendahan hati, dan kontrol diri. Moral Action mencakup kompetensi, keinginan, dan kebiasaan. Ratna Megawangi, seperti dikutip Zaim Elmubarak menyusun karakter yang harus diajarkan kepada peserta didik yang kemudian disebut sembilan pilar pendidikan karakter, yakni sebagai berikut:

a) Cinta Tuhan dan kebenaran

b) Tanggungjawab, kedisiplinan dan kemandirian

c) Amanah

d) Hormat dan santun

e) Kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama

f) Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah

g) Keadilan dan kepemimpinan

h) Baik dan rendah hati

i) Toleransi dan cinta damai

Sebenamya kalau diperinci pilar pendidikan karakter yang di gagas Megawangi tersebut diatas bukan sembilan, tetapi ada dua puluh nilai karakter. Ada beberapa nilai karakter yang turnpang tindih seperti karakter 'Baik' bisa mewakili banyak nilai karakter lain, dan seterusnya.

Menurut Aan hasanah Dalam persektif Islam tujuan pendidikan karakter adalah terciptanya manusia sebagai khalifatullah fil ardli yang memilki kualitas karakter untuk menjalankan fungsi kekhalifahannya, kualitas karakter yang dimiliki tidak hanya untuk untuk kehidupan di dunia semata, tetapi untuk kehidupan di akhirat. Jadi pendidikan karakter dalam Islam bertujuan agar setiap manusia memilki nilai-nilai karakter keimanan, tanggungjawab, peduli pada orang lain, berani, bertanggung jawab serta menjadi warga negara yang baik.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post