Feri Fren, S Pd.MM

Feri Fren, S.Pd.MM (Widyaiswara LPMP Sumatera Barat) Lahir di Sintang pada tanggal 23 Maret 1969. Alumni IKIP Padang Jurusan Fisika Tahun 1991. Melanjutkan pen...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ikan Busuk dari Kepalanya

Ikan Busuk dari Kepalanya

Ikan Busuk dari Kepalanya

Oleh : Feri Fren (Widyaiswara LPMP Sumatera Barat) 

Timbul sebuah pertanyaan sewaktu berada di pasar ikan. Kita lihat ibu-ibu sebelum membeli ikan selalu melihat insang yang berada dibagian kepalanya, kenapa tidak bagian ekornya yang mereka lihat. Jawabannya adalah, “jika insang yang ada di dalam kepala ikan tersebut sudah busuk, maka dijamin seluruh badan ikan itu akan ikut busuk pula, tentu ikan tersebut sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi”. Apabila dikosumsi juga tentu akan mendatangkan penyakit dan merusak kesehatan kita.

Ling Liong Sik, Presiden Asosiasi China Malaysia (MCA)  adalah orang yang pertama berucap tentang teori “kepala ikan” itu. Ikan membusuk dimulai dari bagian kepalanya. Teori ini menggambarkan sebuah kepemimpinan, dimana kalau terjadi kesalahan dalam lembaga, maka yang bertanggung jawab atas kesalahan itu adalah kepalanya.

Kepala merupakan contoh teladan bagi stafnya, mulai dari kehadiran, berpakaian, tutur kata serta memahami perasaan dan kesulitan dari stafnya. Kepala yang bersikap sebagai pemimpin yang diidolakan oleh stafnya, sebaliknya kepala yang bersikap sebagai penguasa dan otoriter akan dibenci dan dijauhi staf. Kalau staf sudah menjauh bagaimana kinerja lembaga bisa ditingkatkan.

Apabila semua staf sudah memiliki kinerja yang baik, otomatis kinerja instansi akan semakin lebih baik. Jangan terlalu cepat menyalahkan anak buah, kalau ada anak buah yang salah, bekerja tidak maksimal, maka itu kesalahan kepalanya apakah pekerjaannya sudah di supervisi dan sudah dilakukan pembinaan apa belum.

Ada juga ungkapan yang menyatakan "tidak ada anak buah yang bersalah, pemimpinlah yang harus bertanggungjawab". Ungkapan tersebut memberi kesan bahwa yang namanya "kepala" memang memiliki tanggungjawab lebih besar terhadap apa yang dipimpinnya.

Teori kepala yang menggunakan pedoman dua pasal sudah tidak zamannya lagi untuk dipakai oleh seorang kepala. Pasal satu mengatakan kepala selalu benar, sementara pasal duanya jika kepala salah, kembali lagi ke pasal satu.

Kepala dalam mengelola sebuah instansi atau lembaga sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan mutu. Mutu yang dimaksud meliputi berbagai aspek, seperti mutu layanan, mutu pengelolaan, mutu sarana dan prasarana, serta mutu dari segenap sumber daya yang ada di instansi yang dipimpinnya. Untuk bisa mengelola dengan baik, sebuah instansi memerlukan seorang kepala. Lebih dari itu, kepala yang yang dituntut adalah yang memiliki jiwa sebagai pemimpin.

Seorang pemimpin yang baik harus bekerja dengan hati. Pemimpin yang bisa mendengarkan suara hati dan mengerti akan perasaan orang-orang yang dipimpinnya, bukan kepala yang bersikap sebagai penguasa yang mementingkan dirinya sendiri. Dalam sebuah instansi, sejuta angan ditompangkan staf  atau karyawan terhadap pimpinannya dalam rangka mengembangkan kompetensi dan karirnya dimasa yang akan datang.

Pemimpin yang baik harus mau mengintroskpesi diri dan mau mengakui kesalahannya. Tidak mungkin pemimpin selalu benar, karena pemimpin juga manusia. Walupun keadaan ini sangat sulit dilakukan, tetapi harus bisa dilaksanakan oleh seorang pemimpin dengan lapang dada, meskipun berat dan bertentangan dengan wibawa serta perasaan sang pemimpin itu sendiri. Disinilah letak susahnya menjadi seorang pemimpin dibandingkan menjadi seorang kepala.

Untuk menjadi seorang pemimpin yang baik harus bisa menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan. Menurut Ki Hajar Dewantoro ada tiga, yakni Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Filosofi tersebut memberikan sinyal bahwa seorang pemimpin ketika berada di depan harus dapat di teladani dan memberi contoh, ketika di tengah-tengah dapat membangkitkan semangat kerja , dan pada saat di belakang akan dapat mendorong prestasi kerja stafnya.

Pemimpin yang baik harus bisa memberikan contoh teladan bagi stafnya. Apa yang diucapkan harus sesuai dengan yang dilaksanakan. Janganlah peraturan tata tertaib dibuat untuk stafnya saja, sementara dia sendiri sering melanggarnya. Tentu kewibawaan seorang pemimpin akan hilang dimata staf. Walaupun didepan pemimpin seperti itu semua staf mengangguk, namun apabila dibelakangnya mereka akan menggeleng. Bahkan yang lebih parah lagi, jika sekarang dia berhenti jadi pimpinan, besok tidak lagi ditegur oleh stafnya. Amat malanglah rasanya ketika kita menjadi pemimpin seperti ini.

Pemimpin yang baik harus mempunyai visi dan misi serta dapat menjalankannya. Bukan hanya sekedar teori yang untuk dijalankan oleh stafnya saja. Pada saat berusaha menjalankan visi memang tidaklah mudah. Jalan terbaik dalam menjalankan visi adalah dengan berusaha untuk konsisten dan selalu mengacu pada visi yang menjadi kesepakatan secara bersama-sama.

Pemimpin yang baik harus bisa menginspirasi orang-orang yang dipimpinnya.Tidak ada buku panduan yang pas dan pasti tentang cara menginspirasi orang lain. Namun hal yang pasti adalah hanya pemimpin yang melakukan apa yang dikatakannya yang bisa memberi inspirasi bagi orang yang dipimpinnya.

Menurut Siagian (1982) kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan usaha dan iklim yang kooperatif dalam kehidupan organisasional, dan yang tercermin dalam kecekatannya mengambil keputusan.

Pemimpin yang baik adalah orang yang pandai memotivasi. Memotivasi bukan perkara yang mudah. Dalam memotivasi diperlukan dosis serta ukuran yang tepat agar hasilnyapun bisa maksimal. Pemimpin yang baik akan memotivasi stafnya dengan hati, dengan harapan agar orang yang dimotivasi bukan hanya mampu bekerja lebih baik dan mempertahankan kinerjanya, akan tetapi juga bisa menjadikan sesuatu hal yang baik menjadi sebuah kebiasaan atau membudaya didalam hidupnya.

Pemimpin yang baik akan memfasilitasi ide-ide bawahannnya yang konstruktif. Dalam instansi yang sehat, ide segar dan konstruktif bisa datang dari siapa saja, apakah itu dari unsur pimpinan, karyawan, satpam, bahkan masyarakat sekitar sekalipun.

Pola kepemimpinan seorang kepala akan sangat berpengaruh dalam menentukan kemajuan instansi yang dipimpinnya. Untuk itulah jiwa kepemimpinan dari seorang kepala perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Jadilah pemimpin yang merakyat, agar bisa terwujud kinerja instansi yang lebih baik, hindarilah sifat kepala ikan yang selalu lebih dahulu membusuk dari pada ekornya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Makasih pak...tulisannya mantap..mg jadi pelajaran

14 Sep
Balas

Pembinaan atau koordinasi seorang pemimpin terhadap bawahan itu memang sebuah kewajiban Pak untuk menghindari kesimpang-siuran suatu masalah atau tindakan. Jangankan dalam situasi kondisi formil, pada situasi nonformil itu sangat dituntut pada seorang Pemimpin. Terima kasih Pak tulisannya sangat bermanfaat.

14 Sep
Balas



search

New Post