Feri Fren, S Pd.MM

Feri Fren, S.Pd.MM (Widyaiswara LPMP Sumatera Barat) Lahir di Sintang pada tanggal 23 Maret 1969. Alumni IKIP Padang Jurusan Fisika Tahun 1991. Melanjutkan pen...

Selengkapnya
Navigasi Web
Memimpin dengan Hati

Memimpin dengan Hati

Memimpin dengan Hati

Oleh : Feri Fren (Widyaiswara LPMP Sumbar)

Mengelola sebuah instansi atau lembaga, sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan mutu. Mutu yang dimaksud meliputi berbagai aspek, seperti mutu layanan, mutu pengelolaan, mutu sarana dan prasarana, serta mutu dari segenap sumber daya yang ada di instansi yang dipimpin. Untuk bisa mengelola dengan baik, sebuah instansi memerlukan seorang kepala. Lebih dari itu, kepala yang yang dituntut adalah yang memiliki jiwa sebagai pemimpin.

Seorang pemimpin yang baik harus bekerja dengan hati. Pemimpin yang bisa mendengarkan suara hati dan mengerti perasaan dari orang-orang yang dipimpinnya, bukan kepala yang bertangan besi yang mementingkan dirinya sendiri.

Dalam sebuah instansi, sejuta angan ditompangkan staf atau karyawan terhadap pimpinannya. Mereka berharap dapat mengembangkan kompetensi dan karirnya di masa yang akan datang. Seorang pemimpin harus punya pandangan yang luas, memiliki hati, dan memiliki perasaan yang halus dalam mengambil sebuah keputusan. Jika seorang pemimpin salah dalam mengambil sebuah keputusan, akan bisa menurunkan kinerja staf dan mengganggu iklim organisasi yang dipimpinnya. Dalam posisi seperti ini tentu pemimpin belum berhasil dalam mengelola instansinya.

Selama ini kebanyakan yang terjadi adalah, setiap tindakan dan ucapan dari seorang kepala selalu benar, yang selalu disalahkan adalah bawahan atau stafnya. Dalam kondisi seperti ini, apakah seorang kepala sudah bersikap sebagai pemimpin atau belum.

Pemimpin yang baik harus mau mengintroskpesi diri dan mau mengakui kesalahannya. Tidak selamanya seorang pemimpin itu benar, karena mereka juga manusia. Walupun keadaan ini sangat sulit dilakukan, tetapi harus dilaksanakan oleh seorang pemimpin dengan lapang dada, meskipun berat dan bertentangan dengan wibawa serta perasaan sang pemimpin. Di sinilah susahnya menjadi seorang pemimpin dibandingkan menjadi seorang kepala.

Seorang pemimpin yang baik harus bisa menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan. Menurut Ki Hajar Dewantoro ada tiga, yakni Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani.

Filosofi di atas memberikan sinyal bahwa seorang pemimpin ketika berada di depan harus dapat diteladani dan memberi contoh. Ketika di tengah-tengah dapat membangkitkan semangat kerja. Pada saat di belakang akan dapat mendorong prestasi kerja stafnya.

Pemimpin yang baik harus bisa memberikan teladan terhadap stafnya. Apa yang diucapkan harus sesuai dengan yang dilaksanakan. Janganlah peraturan dan tata tertaib dibuat untuk stafnya saja, sementara dia sendiri sering melanggarnya. Tentu kewibawaan seorang pemimpin di mata staf sudah tidak akan ada lagi. Walaupun di depannya semua staf mengangguk, namun bila di belakangnya mereka akan menggeleng. Bahkan yang lebih parah lagi, sekarang berhenti jadi pimpinan, besok tidak ditegur lagi oleh stafnya. Amat malanglah rasanya ketika kita menjadi pemimpin seperti ini.

Pemimpin yang baik harus bisa menginspirasi orang-orang yang dipimpinnya. Tidak ada buku panduan yang pas dan pasti tentang cara menginspirasi orang lain. Hal yang pasti adalah, hanya pemimpin yang melakukan apa yang dikatakannya yang bisa memberi inspirasi bagi orang yang dipimpinnya.

Kepemimpinan yang efektif menurut Siagian (1982) adalah kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan usaha dan iklim yang kooperatif dalam kehidupan organisasi, dan yang tercermin dalam kecekatannya mengambil keputusan. Pemimpin yang baik adalah orang yang pandai memotivasi. Memotivasi bukan perkara yang mudah. Dalam memotivasi diperlukan dosis serta ukuran yang tepat agar hasilnya bisa maksimal.

Pemimpin yang baik akan memotivasi stafnya dengan hati. Harapannya agar orang yang dimotivasi bukan hanya mampu bekerja lebih baik dan mempertahankan kinerjanya. Lebih dari itu, akan bisa menjadikan sesuatu hal yang baik menjadi sebuah kebiasaan atau membudaya di dalam hidupnya.

Pemimpin yang baik akan memfasilitasi ide-ide bawahannnya yang konstruktif. Dalam instansi yang sehat, ide segar dan konstruktif bisa datang dari siapa saja. Ide segar bisa muncul dari unsur pimpinan, karyawan, satpam, bahkan masyarakat sekitar.

Pola kepemimpinan seorang kepala akan sangat berpengaruh dan menentukan kemajuan dari instansi yang dipimpinnya. Untuk itulah, jiwa kepemimpinan dari seorang kepala perlu mendapat perhatian yang lebih serius.

Kepemimpinan bukanlah sesuatu yang mudah untuk di praktikkan. Kepemimpinan menyita perhatian dan waktu dalam melaksanakannnya. Kepemimpinan mengambil alih cara berpikir dan memberi nilai pada kehidupan serta kinerja orang lain.

Kepemimpinan adalah cara atau usaha seseorang kepala dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan stafnya untuk bekerja, serta berperan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Bagaimana caranya untuk mempengaruhi orang lain. Pertama, membuat orang lain merasa penting. Kedua, membantu kesulitan orang lain. Ketiga, mengemukakan wawasan dengan cara pandang yang positif. Keempat, tidak merendahkan orang lain. Kelima, memiliki kelebihan atau keahlian.

Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, seorang pemimpin harus bisa mengatur pekerjaan. Siapa mengerjakan apa, dengan pola kepemimpinannya yang profesional, pekerjaan bisa dilakukan secara efektif dan optimal.

Sebagai seorang pemimpin, kepala juga harus memahami tipe-tipe kepemimpinan yang efektif untuk diterapkan di instansinya. Menurut para ahli, tipe dasar kepemimpinan itu ada tiga, otoriter, demokrasi, dan laiser faire. Dari tiga tipe dasar itu muncul pulalah tipe-tipe yang lain yaitu direktif, konsultatif, partisipatif, dan gaya delegasi (Gatto,1992).

Jika kepala menghadapi staf yang memiliki kemampuan baik dan motivasi kerja yang baik, maka gaya kepemimpinan delegatiflah yang paling baik. Tetapi jika menghadapi staf yang memiliki kemampuan kerja yang baik dengan motivasi kerja yang kurang maka gaya kepemimpinan partisipatiflah yang paling efektif.

Apabila kepala menghadapi staf yang memiliki kemampuan yang kurang baik tetapi memiliki motivasi kerja yang baik, maka gaya kepemimpinan konsultatif paling efektif dilakukan. Apabila menghadapi staf yang memiliki kemampuan yang kurang baik dan motivasi kerja kurang baik, maka gaya kepimpinan instruktiflah yang efektif.

Sebernarnya pola kepemimpinan kepala bersifat situasional. Suatu tipe kepemimpinan efektif untuk situasi tertentu, tetapi mungkin kurang efektif untuk situasi dan kondisi yang lain. Dalam situasi dan kondisi yang normal, tipe kepemimpinan oteriter kurang efektif untuk dilaksanakan, akan tetapi dalam situasi darurat bisa dilaksanakan. Dengan demikian seorang kepala harus dapat memahami situasi yang terjadi di instansi yang dipimpinnya, sehingga dia dapat menerapkan tipe kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan.

Keberhasilan kepemimpinan seorang kepala, harus didukung dengan kepribadian yang kuat, paham akan tujuan, memiliki pengetahuan yang luas, serta memiliki keterampilan yang profesional dalam penerapannya. Jadilah seorang kepala yang memimpin dengan hati nurani agar iklim organisasi bisa kondusif dan kinerja organisasi bisa dimaksimalkan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Pak Feri. Mantab.

11 Aug
Balas

Mantap pak, salam sukses selalu

11 Aug
Balas



search

New Post