Firdaus

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Bahagia itu Sederhana (Resensi Novel

Bahagia itu Sederhana (Resensi Novel "Ayah (BUKAN) Pembohong")

Bahagia itu sederhana. Itulah yang disampaikan Tere Liye dalam novel terbarunya “Ayah (Bukan) Pembohong”. Dalam novel ini, ia mendeskripsikan sosok ayah yang tidak silau dengan kehidupan duniawi. Ayah digambarkan sebagai orang yang sangat sederhana dan jujur. Ayah hidup bersahaja. Ayah menjalani hidup dengan istrinya bermaterikan secukupnya. Mereka hidup tak perlu bermewah-mewah. Mereka hanya mementingkan kebahagiaan hati.

Berinteraksi dengan lingkungan, mendidik anak semata wayang, memperlakukan tetangga dengan baik, menolong orang yang kesulitan adalah gambaran keseharian ayah dalam novel tersebut.

Yang paling menarik adalah bagaimana sang ayah yang mendidik anaknya lewat cerita-cerita yang menggugah dan inspiratif. Hampir setiap hari anaknya, Dam, disuguhi berbagai kisah-kisah pengalamannya sewaktu muda, yang boleh jadi menurut anaknya kelak, hanya cerita bualan semata.

Menurut ayah, bahagia itu sangat sederhana. Bahagia ada di hati. Harta yang melimpah, pekerjaan yang mapan, istri yang cantik atau anak yang banyak adalah datang dari luar. Jika nanti suatu saat, semua itu diambil oleh yang Maha Kuasa maka kita akan kehilangan dan merasakan kepedihan yang mendalam. Sebaliknya, kesedihan, kelaparan, kemiskinan, dan semua tentang kemuraman hidup juga datang dari luar. Semuanya suatu saat bisa diambil kembali.

Bagi ayah kebahagiaan sejati sangat sederhana. Bercengkrama dengan anaknya lewat cerita-cerita. Berkumpul keluarga, melewati hari-hari dengan senyuman adalah definisi bahagia menurut ayah. Bahagia itu tidak jauh. Bahagia itu ada dalam hati.

Tere Liye, sangat apik menggambarkan bagaimana hakikat bahagia sebenarnya. Ketika sang ayah berkelana bertemu dengan seorang sufi untuk menanyakan hakikat bahagia. Sang ayah diminta oleh sufi untuk membuat sebuah danau. Tanpa pikir panjang ayah menyanggupi keinginan demi memuaskan keinginannya mendapatkan jawaban. Hampir setiap tahun si sufi mengunjungi pekerjaan ayah membuat danau. Ayah berharap mendapatkan jawabannya. Namun, setiap tahun pula ayah memendam kecewa karena tak kunjung mendapat jawaban, karena keinginan si sufi belum terpenuhi. Alasannya air danau belum bening sebening air mata. Air danau masih tampak keruh.

Lima tahun ayah mengerjakan danau itu. Ditahun kelima ia mengeduk danau lebih dalam sampai ke dasar bebatuan. Danau itu akhirnya sempurna. Danau itu di aliri oleh sebuah mata air. Ketika sufi datang, ia mengaduk-aduk danau itu dengan kayu. Tapi setiap kali danau itu keruh, hanya dalam sekejap danau itu kembali jernih bagaikan air mata.

Ayah akhirnya menyadari bahwa hakikat sejati kebahagiaan itu. Bahagia itu terletak dalam hati. Kelapangan hatilah yang membuat kita bahagia. Bagaimanapun, dalam kondisi apapun, apapun yang menimpa kita, jika di hati kita sudah ada mata air yang mengairi, maka kita akan tetap meraskan kelapangan hati.

Kita tidak akan pernah merasakan kebahagiaan yang datang dari luar kita. Hadiah mendadak, keberuntungan, pangkat dan jabatan dan harta benda semua bisa lenyap seketika. Sebaliknya, rasa sedih, kehilangan, kabar buruk, itu semua juga datang dari luar. Ketika semua itu datang menimpa kita, dan hati kita dangkal, maka kita hati kita akan keruh dan tak pernah merasakan kebahagiaan.

Berbeda halnya, jika hati kita dalam sedalam samudra. Hati kita punya mata air sendiri. Dengan sendirinya, setiap kesenangan yang lenyap pada diri kita yang berpotensi membuat hati keruh, hati kita akan senantiasa lapang, karena mata air dalam hati kita senantiasa membersihkan diri. Begitu pula, bila kesedihan, kemurungan, ketidakberuntungan, kehilangan menimpa kita, jika hati kita sudah terlatih menerima itu, maka semua akan mudah. Mata air hati kita menjadi sumber kebahagiaan kita.

Di kehidupan kita sehari-hari, sebagai guru, banyak sumber kebahagiaan yang bisa kita nikmati. Bahagia sebagai guru ketika kita melihat anak didik kita sedikit demi sedikit memahami materi yang kita ajarkan. Bahagia ketika kita melihat mereka saling membantu satu sama lain, bahagia kita ketika kita melihat mereka mau bermain bersama, bahagia kita ketika kita melihat mereka melakukan ibadah harian dengan tanpa paksaan, bahagia kita ketika melihat mereka tumbuh dengan potensinya, bahagia kita ketika melihat mereka lulus dari sekolah, dan banyak lagi sumber bahagia bisa dinikmati oleh guru.

Bahagia itu juga sederhana menurut versi CEO MediaGuru dan Pemrednya. Bahagia itu ketika melihat guru mampu menjadi penulis. Bahagia itu ketika melihat guru bisa menerbitkan buku karyanya sendiri. Bahagia itu ketika melihat orang lain bisa sukses. Itulah hakikat bahagia sebenarnya.

Tak heran, setiap kali perhelatan pelatihan menulis, mereka berdua terlihat menitikkan air mata. Bukan karena sedih tapi terharu bahagia. Mereka tidak mengharapkan imbalan harta yang berlimpah. Mereka tak berharap pujian dari luar. Mereka hanya ingin guru-guru itu maju. Tak terjebak dalam zona nyaman yang dapat merusak.

Maka, pada tingkat seseorang sudah merasakan kelapangan hati, senang dengan sukses orang lain, ketika itu pulalah ia merasakan kebahagiaan yang hakiki. Bahagia itu sangat sederhana.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

good.. good.. good

15 Mar
Balas



search

New Post