Firdaus

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Dewan yang
http://assets.kompas.com/data/photo/2016/03/17/1936007IMG-20160317-WA0008780x390.jpg

Dewan yang "Tak" Terhormat

Politisi Indonesia kembali membuat ulah. Peristiwa kericuhan di DPD membuat publik kembali terhenyak. Pasalnya, anggota dewan terhormat mempertontonkan secara gamblang prilaku memalukan. Mereka berlaku layaknya orang-orang jalanan yang menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Mereka tak malu saling mendorong, menunjuk-menunjuk, bahkan ada yang saling memukul.

Lembaga yang seharusnya menampilkan prilaku yang beradab dan terhormat justru menampilkan sikap yang tidak elok. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah perwujudan daripada wakil-wakil daerah. Mereka dianggap sebagai tokoh masyarakat yang terhormat yang lepas dari kepentingan apapun. Mereka tidak berafiliasi dengan partai manapun. Mereka ada karena mereka memikirkan kepentingan daerah yang diwakili. Sayangnya, sikap mereka tidak mencerminkan seorang yang layak dihormati.

Kejadian memalukan itu bermula dari polemik keputusan MA yang membatalkan Peraturan DPD No.1/2016 dan No.1/2017 yang mengatur tentang perubahan masa jabatan unsur pimpinan DPD dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun. Namun, tidak semua anggota DPD yang setuju dengan keputusan MA tersebut. Sebagian dari mereka tetap berkeinginan mengganti pimpinan DPD yang lama dengan yang baru. Tentu saja ini menyulut perseteruan antara dua kubu yang bertentangan. Alhasil, tontonan yang tidak pantas terjadi di dewan terhormat tersebut.

Benarlah apa yang dikatakan GUSDUR ketika itu. Anggota dewan layaknya anak "Taman Kanak-Kanak" yang masih dominan sifat egonya. Mungkin guru TK ada yang tidak setuju anak didikan mereka disamakan dengan anggota dewan yang bersikap memalukan tersebut. Namun, perumpamaan ini adalah untuk mengatakan bahwa anggota dewan sikapnya masih kekanakan. Menyelesaikan masalah dengan ribut-ribut dan berakhir dengan kekerasan.

Harapan bangsa Indonesia untuk melihat anggota dewan yang menampilkan suri tauladan yang baik, agaknya masih harus menunggu lama. Konflik kepentingan yang terjadi di dewan, tak ayal membuat naluri dan logika berpikir mereka sirna. Alih-alih mengutamakan kepentingan daerah mereka, anggota dewan justru lebih tunduk kepada kepentingan golongan dan individu masing-masing. Saya ingat satu pesan teman yang cukup dekat dengan pemerintahan, “Lo, jangan pernah masuk ke dunia politik, cukup jadi guru saja.” Waktu itu saya tidak setuju dengan ungkapan tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu, saya harus mengamini ucapan teman tersebut. Dunia politik seringkali membuat watak seseorang berubah. Orang baik seringkali berubah menjadi bejat. Orang tidak baik malah tambah jadi bejat. Jikapun ada yang mampu menjaga sikap baik, acapkali dianggap orang yang aneh karena terlalu idealis.

Kejadian di DPD kemarin, tak hanya mempertontonkan kekerasan antar anggota dewan, namun kita disuguhkan juga dengan sikap arogan dari sebagian anggota dewan yang tetap ingin menegasikan keputusan MA yang sudah resmi dan berkekuatan hukum. Di tengah gaung setiap orang harus menaati aturan hukum, anggota dewan dengan sadar telah melanggar aturan dan mengabaikan keputusan MA. Luar biasa hanya dalam hitungan hari, DPD telah mengajarkan kepada rakyat Indonesia dua hal yang memalukan.

Dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat, kejadian memalukan di DPD tentu sudah dinikmati oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Tak terkecuali, anak-anak usia sekolah. Tentu ini jadi preseden buruk bagi anak didik kita. Guru yang tiap hari berusaha menyiapkan anak didiknya menjadi orang yang taat hukum dan saling menghormati antar sesama, terpaksa bekerja keras menutupi prilaku yang tak beradab dari anggota dewan.

Jika situasi seperti ini terus terjadi, anggota dewan lebih sering menampilkan ego masing-masing dan menghalalkan kekerasan, maka masa depan pendidikan kita akan jalan di tempat. Pendidikan akan menemui jalan yang terjal, karena anak didik kita yang masih labil emosinya, disuguhkan prilaku yang tidak baik. agaknya wajar, jika tawuran yang seringkali terjadi antar sekolah, bisa jadi imbas dari tontonan yang tidak baik dari pimpinan-pimpinan kita.

Semoga kejadian ini adalah yang terakhir kali (sudah seringkali diucapkan). Kita hanya bisa berharap anggota dewan terhormat mau melepaskan ego dan kepentingan pribadinya demi kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan bangsa dan negara.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post