PERPUSTAKAAN SEKOLAH [BUKAN] GUDANG BUKU
PERPUSTAKAAN SEKOLAH [BUKAN] GUDANG BUKU
Oleh: Firmansyah, S.Pd
Penulis Adalah Guru di SMP 9 Teluk Keramat Kabupaten Sambas
Perpustakaan adalah gudang ilmu, begitulah bunyi slogan yang terpampang di dinding perpustakaan. Sebuah ungkapan yang menggambarkan betapa pentingnya sebuah perpustakaan bagi kehidupan kita. Betapa banyak ilmu pengetahuan yang tersimpan di dalam sebuah perpustakaan, mulai dari cerita sejarah masa lampau hingga ilmu pengetahuan modern ada di perpustakaan. Perpustakaan dapat kita ibaratkan seperti jendela dunia. Kita dapat melihat “isi dunia” hanya dari buku-buku yang ada di perpustakaan.
Ketika kita mendengar kata perpustakaan, dalam benak kita langsung terbayang sederetan buku-buku yang tersusun rapi di dalam rak-rak sebuah ruangan. Tentunya pernyataan ini tidak semuanya benar. Kalau kita mau memperhatikan lebih lanjut, hal itu belumlah lengkap disebut sebuah perpustakaan. Karena setumpuk buku yang diatur di rak sebuah toko buku tidak dapat disebut sebagai sebuah perpustakaan. Perpustakaan harus memiliki sistem manajerial serta dapat dimanfaatkan bagi semua orang. Menurut (Lasa, 2007:12), Perpustakaan adalah kumpulan atau bangunan fisik sebagai tempat buku dikumpulkan dan disusun menurut sistem tertentu atau keperluan pemakai.
Secara lebih konkrit perpustakaan dapat dirumuskan sebagai suatu unit kerja dari sebuah lembaga pendidikan yang berupa tempat penyimpanan koleksi buku-buku pustaka untuk menunjang proses pendidikan. Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa perpustakaan adalah tempat untuk mengembangkan informasi dan pengetahuan yang dikelola oleh suatu lembaga pendidikan, sekaligus sebagai sarana edukatif untuk membantu memperlancar cakrawala pendidik dan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.
Pertanyaan yang muncul di benak kita sekarang adalah, bagaimana kondisi perpustakaan sekolah saat ini? Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus mengakui bahwa banyak perpustakaan sekolah kita yang tidak berkembang atau bisa dibilang “gagal”. Indikator dari kegagalan perpustakaan sekolah kita adalah rendahnya jumlah kunjungan siswa dan minimnya angka peminjaman buku yang dilakukan oleh para pelajar dan guru.
Banyak faktor penyebab mengapa tingkat kunjungan dan peminjaman buku di perpustakaan sekolah sangat rendah, diantaranya adalah kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung, kurangnya motivasi dan kesadaran siswa, serta kurangnya dukungan dari pihak sekolah dan pengelola perpustakaan, terutama dalam hal pendanaan dan pengembangan perpustakaan sekolah.
Masalah sarana dan prasarana pendukung perpustakaan, tentunya berkaitan dengan kondisi fisik ruangan dan perlengkapannya, serta jumlah buku dan jenis buku yang tersedia. Keadaan fisik ruangan perpustakaan sering kita temukan kondisinya sangat tidak layak, baik dari segi kebersihan, pencahayaan, sirkulasi udara, kursi-meja dan lain sebagainya, sehingga membuat siswa tidak betah berlama-lama berada di sana. Berkaitan dengan jumlah buku dan jenis buku bacaan juga berpengaruh terhadap minat baca siswa. Buku yang beraneka jenis dan jumlahnya cukup, akan membuat pengunjung lebih mudah memilih buku bacaan yang sesuai dengan keinginannya. Sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah pengunjung dan peminjam buku di perpustakaan.
Masalah kurangnya motivasi dan kesadaran siswa untuk berkunjung ke perpustakaan ini dipengaruhi oleh dua unsur, yaitu unsur dari diri siswa itu sendiri dan unsur dari luar diri siswa tersebut. Unsur dari diri siswa berkaitan dengan kebiasaan membaca siswa. Siswa yang senang membaca tentu akan lebih sering berkunjung ke perpustakaan, tanpa perlu diberi perintah. Lalu, bagaimana dengan kondisi siswa yang memang malas membaca? Di sini dibutuhkan dorongan dari luar untuk “memaksa” siswa agar mau membaca.
Dorongan tersebut bisa berupa perintah atau tugas yang diberikan oleh guru kepada siswa, agar siswa meminjam buku untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Selain itu, guru juga bisa memberi contoh dengan sering berkunjung ke perpustakaan. Namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah gurunya juga senang berkunjung ke perpustakaan? Kalau boleh jujur, dalam satu bulan mungkin tidak sampai sepuluh kali guru masuk ke perpustakaan. Atau dalam satu tahun mungkin tidak sampai sepuluh kali kepala sekolah masuk ke perpustakaan. Guru dan kepala sekolah saja “alergi” masuk ke perpustakaan, apalagi siswanya. Guru dan kepala sekolah seharusnya bisa memberi contoh kepada siswa, namun yang terjadi justru sebaliknya. Guru dan kepala sekolah ternyata lebih malas dari siswanya berkunjung ke perpustakaan.
Masalah kurangnya dukungan dari pihak sekolah merupakan sebuah dilema bagi perkembangan sebuah perpustakaan. Tidak sedikit kepala sekolah yang memandang pengembangan perpustakaan bukanlah sebuah skala prioritas. Perpustakaan masih dipandang sebatas pelengkap sekolah saja, bukan sebagai salah satu sarana peningkatan mutu pendidikan di sekolahnya. Padahal, Tingkat kualitas pendidikan suatu bangsa, akan berbanding lurus dengan tingkat literasi (membaca) masyarakatnya. Karena literasi adalah salah satu komponen pendukung majunya kualitas sebuah pendidikan.
Rendahnya budaya literasi masyarakat, sangat berpengaruh terhadap kualitas bangsa Indonesia, sebab dengan rendahnya minat baca, kita tidak bisa mengetahui dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi di dunia. Pada ahirnya akan berdampak pada ketertinggalan bangsa Indonesia dari bangsa lain. Oleh karena itu, untuk mengejar kemajuan yang telah dicapai oleh negara tetangga, perlu kita tiru hal positif apa yang menjadikan mereka lebih maju. Semua bangsa yang maju, memiliki sumber daya manusia yang unggul. Sumber daya yang unggul sejalan dengan budaya literasi yang mereka miliki. Budaya literasi mereka telah mendarah daging dan sudah menjadi kebutuhan mutlak dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk itu, kita harus bisa menumbuhkan minat baca sejak dini pada generasi muda, agar bisa menjadi generasi yang berwawasan luas dan berdaya saing tinggi di tengah masyarakat.
Kita harus banyak belajar dari negara Finlandia, negara yang memiliki sistem pendidikan dan literasi terbaik di dunia. Pemerintah Finlandia benar-benar mendukung literasi anak sejak dini. Budaya membaca benar-benar ditanamkan di dalam lingkungan keluarga. Pemerintah sangat serius mendukung gerakan literasi, mulai dari mewajibkan para siswa untuk membaca buku di sekolah hingga menganjurkan orang tua untuk membacakan dongeng untuk anak-anaknya. Selain memperhatikan sektor perpustakaan, pemerintah Finlandia juga membuat kebijakan bahwa semua tontonan televisi yang berasal dari luar seperti film kartun untuk anak-anak hingga drama sinetron dan film untuk orang dewasa tidak pernah dialihsuarakan, namun hanya diberi teks terjemahan dengan tujuan agar anak-anak atau orang dewasa yang ingin mengetahui alur cerita filmnya mau tidak mau harus membaca. Secara tidak langsung, pemerintah Finlandia selalu membudayakan membaca pada masyarakatnya.
Pihak sekolah seharusnya memberikan dukungan yang maksimal untuk pengembangan perpustakaan. Seperti dukungan dari segi pendanaan untuk menambah jumlah koleksi buku maupun program yang menarik siswa agar sering berkunjung dan meminjam buku di perpustakaan. Program yang bisa dilakukan, seperti memberikan hadiah bagi pengunjung dan peminjam terbanyak di perpustakaan, dengan demikian akan memotivasi siswa untuk rajin berkunjung ke perpustakaan. Mempersiapkan tenaga pustakawan yang mengerti tata kelola perpustakaan akan sangat membatu dalam memanajemen sebuah perpustakaan secara profesional, karena mengelola perpustakaan tidak sama seperti manajemen pasar, sehingga sekolah hendaknya mempersiapan petugas khusus untuk mengelolanya. Dengan tata kelola yang baik, maka akan berpengaruh juga pada tingkat kunjungan dan peminjaman buku oleh siswa.
Kembali pada masalah minat baca siswa yang rendah, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan minat baca tersebut. Seorang siswa yang tidak terbiasa membaca bisa dilatih dengan cara “memaksakan” diri untuk terus membaca. Mulailah dengan memerintahkan siswa untuk membaca apa saja yang mereka sukai, baik surat kabar, majalah, buku dan lain-lain. Meningkatkan minat baca harus dimulai dengan motivasi diri, paksakan siswa dengan membuat target waktu harus menyelesaikan sebuah bacaan dalam waktu tertentu. Siswa selalu diingatkan untuk menyisihkan waktu untuk membaca. Hal ini sejalan dengan kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy yang membuat sebuah peraturan tentang Gerakan Literasi Sekolah (GLS), yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam gerakan tersebut adalah kegiatan membaca buku nonpelajaran 15 menit sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik, serta meningkatkan keterampilan membaca siswa, agar dapat menyerap ilmu pengetahuan secara lebih baik.
Dengan meningkatnya minat baca dan kunjungan siswa keperpustakaan, maka akan menghidupkan kembali perpustakaan sekolah dari “kegagalan”. Sehingga image perpustakaan adalah gudang buku, kembali menjadi perpustakaan adalah gudang ilmu yang menjadi komponen penting untuk memajukan dunia pendidikan di tanah air. Penulis teringat pada sebuah anekdot yang mengatakan bahwa, ciri-ciri Sekolah akan maju kalau jumlah kunjungan siswa ke perpustakaan lebih banyak dari jumlah kunjungan siswa ke toilet.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, penulis mengajak semua pihak untuk bersama-sama menumbuh-kembangkan minat baca siswa, membudayakan gerakan literasi mulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan masyarakat kita demi kemajuan bangsa ini. Penulis berharap kepada pihak sekolah untuk lebih memberi perhatian pada pengembangan perpustakaan serta selalu mengajak dan memberi motivasi pada siswa agar gemar membaca. Salam literasi.

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
"Indikator dari kegagalan perpustakaan sekolah kita adalah rendahnya jumlah kunjungan siswa dan minimnya angka peminjaman buku yang dilakukan oleh para pelajar dan guru." Benar banget. Kalau tidak ada distribusi belajar di perpustakaan berarti mati suri.
Betul sekali pak yudha. Kenyataannya sekarang, perpustakaan banyak yang mati suri.. Oleh karena itu, perlu dukungan semua pihak agar perpustakaan tidak menjadi gudang buku
Betul. Jangan sampai terjadi. sebagai lengkah preventif, saya menjadwal kunjungan sekali seminggu ke library. Sekali dalam 2 minggu mengganti pinjaman buku untuk di kelas dari library. Bravo Pak.
Keren banget pak...
Terimakasih bu umul telah mau membaca tulisan saya.. Sukses selalu buat kita semua
Keren abis... Ayo tumbuhkembangkan Gerakan Literasi Sekolah dimulai dari diri sendiri, dari hal yang kecil, dan mulailah saat ini... Salam Literasi.
Ingat tutwuri handayani, guru memiliki posisi penting untuk mewujudkan masyarakat literasi.. Terimakasih banyak pak Rudi atas apresiasinya..
Mantap bu safiroh, usahanya patut dicontoh oleh teman2 yang lain.. Sukses selalu buat kita semua
Mantapp
Terimakasih telah sudi membaca tulisan saya pak sastra..
Sangat menginspirasi sekali tulisanny pak firmansyah..
Terimakasih atas motivasinya pak sastra. Sukses selalu buat kita semua
Mantap bg. Kalau saye selalu mengajak anak Didik saye pergi ke perpustakaan supaye mereka terbiase
Mantap pak suandi, sebuah usaha konkret yg patut ditiru kawan2 yg lain
Sukses selalu pak
Same-same pak.. Sukses selalu buat kita semua