Safiroh

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Melesat dengan Ki Pesat (1)
pngtree

Melesat dengan Ki Pesat (1)

“Faiz, ayo bantu Mama menyiapkan piring! Makan malam sudah siap!” ajak Mama yang menyiapkan menu spesial malam itu. “Woow…yummy!” tiba-tiba kakakku yang sejak tadi tampak serius belajar muncul tanpa permisi. “Enak banget, Ma!” Aku sudah tidak sabar ingin segera menyantapnya. Kami semua menikmati dinner dengan lahap. Kami pun berbincang santai setelahnya.

“Ma, kalau di sekolah menunya seperti ini, pasti teman-temanku suka sekali. Sayangnya…,” Kakak menghentikan kalimatnya. “Sayangnya kenapa?” tanya Kama. “Kurang banyak?” lanjut mama. “Bukan, Ma! Sayangnya menu ini hanya sebulan sekali di sekolah. Padahal ini menu favorit teman-temanku. “Oo begitu…! Kan bisa diusulkan ke bagian logistik atau ahli gizi di sekolah. Tentu, meski telah diatur schedule menunya,  kalau ada usulan yang bagus, pasti akan dipertimbangkan,” saran Mama.

Sepulang sekolah, Kakak langsung menyapa dan menyampaikan penemuannya pada Mama. “Oh, ya, Ma! Sekarang aku tahu, ternyata kendalanya adalah saat membakar sate. Membakarnya kan masih manual, udah gitu tukang satenya berdiri lama. Pasti kecapekan. Tangannya juga capek ngipasin arangnya terus. Apalagi ada yang gosong. Kasihan banget deh. Ternyata, untuk membakar 1500 tusuk sate tidak cukup waktu 2 jam lho, Ma.” papar Kakak panjang lebar. “Wah, bisa jadi bahan penelitian tuh, Kak. Ini tantangan untuk kakak. Bagaimana cara yang cepat untuk membakar sate?” selidik Mama. “Betul juga ya, Ma!” jawab Kakak sambil manggut-manggut.

Pasti Kakak sedang memikirkan sesuatu. Aku juga berpikir hal yang sama sih. Tapi gimana caranya ya? Tak lama kemudian. “Yess!!! Aku ingat. Di rumah ada kipas angin bekas yang tidak dipakai. Besok, akan kuberikan kipas itu untuk membantu Pak Wahid saat membakar sate, ah.” kataku  dalam hati.

“Faiz, ayo main sepatu roda!” ajak Kakak. “Ayo, Kak! Di rumah Tante Ria seru lho lintasannya,” jawabku tanda setuju. Usai bermain, kami menemui Tante yang saat itu sedang sibuk menjahit. Sambil berbincang, kuperhatikan cara kerja mesin jahit itu. Ketika injakan mesin naik turun, roda atas dan bawah berputar seiring.  Aha..! muncullah ide menggabungkan sistem kerja mesin jahit dan kipas angin. “Kak, ke sini sebentar! Cepat, Kak!” ajakku sambil menggandeng lengan Kakak.

“Lihat nih, Kak!” kuajak kakak memperhatikan bagian mesin yang bergerak ketika injakannya kutekan naik turun. “Apaan sih, Faiz? Setiap hari aku juga lihat mesin jahit itu.” jawab Kakak ketus. “Iiih, Kakak, sebentar dulu, kalau roda atas mesin ini kita beri baling-baling kipas, kan bisa nyambung, Kaak.” terangku. “Hmm…maksudmu, mesin jahit ini untuk pengipas sate?” tanya Kakak penasaran. “Betul sekali, Kak.”  jawabku semangat.

Keesokan harinya, aku dan Kakak mengonsultasikan ide kami pada Kepala Sekolah. Beliau menyambut hangat usulan kami. Subhanalloh, menurut beliau juga, ide kami ini layak untuk diikutkan kompetisi sains tingkat nasional. “Ide cemerlang itu! Bapak pasti akan membantu hingga karya kalian ini terkirim.” terang Kepala Sekolah.

Rakitan mesin sudah jadi. “Ma, diberi nama apa ya? Aku bingung, Ma,” keluhku. “Iya. Harus yang unik biar menarik.” kata Kakak yang juga tampak galau. Ada kipas, ada mesin, gunanya untuk memanggang sate. “Ma, gimana kalau judulnya Kipas Pemanggang Sate?” usulku. “Terlalu panjang, sayang! Judul itu singkat saja,” kata mama. “Aku tahu! Disingkat kan, Ma? Ki Pesat singkatan dari Kipas Pemanggang Sate, gimana? kata Kakak spontan. “Iya, bagus, Kak!” Mama pun mengiyakan.

Mengikuti lomba Kalbe Junior Scientis Award (KJSA) sungguh membuat semangat belajarku semakin tinggi. Bagaimana tidak? Keluarga dan pihak sekolah mendukung penuh usaha kami. Untuk menyiapkan alat-alatnya yang cukup rumit, Kepala Sekolah selalu membimbing. Juga dalam pembuatan video dan kelengkapan dokumen. Bapak dan Ibu Guru juga membantu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan kami. “Ya Alloh, iringilah usaha kami dengan kemenangan. Semoga karyaku dan Kakak dinilai inovatif oleh juri. Amiin,”doaku setiap habis sholat.

Ketika sampai di rumah setelah sholat isya di masjid, Mama memanggilku. “Faiz ada WA dari sekolah, kalian diundang menjadi finalis di Jakarta.” kata Mama bahagia. “Alhamdulillah!” aku senang sekali. “Yes, kita ke Jakarta! Kakakku juga tampak bersuka cita. “Tapi, maaf ya sayang, Mama tidak bisa menemani kalian. Besok pagi Mama harus ke Semarang. Mama harus mengikuti workshop yang dihadiri menteri. Kalian harus bersungguh-sungguh. Pasti bisa!” ujar Mama memotivasi. 

 

Apakah Faiz tetap semangat ke Jakarta?(Bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow, cerita yang inspiratif. Keren adik kakak ni

05 Aug
Balas

Benar Bunda. Perjuangan mereka membuahkan hasil. Salam sehat Bunda.

07 Aug

Mantap cerpennya. Salam literasi. Sudah like & follow

04 Aug
Balas

Terima kasih banyak atas hadir dan apresiasinya, Pak.

04 Aug

Sangat menginspirasi bunda hebat.... Sukses selalu

04 Aug
Balas

Terima kasih Bunda, Barokalloh. Salam sukses Bunda.

04 Aug

Cernak atau opini ini Bun? Bagus banget ceritanya

04 Aug
Balas

Terima kasih. Iya Bun, cerpen. Hihi.

04 Aug

Terima kasih banyak untuk Admin dan sahabat pembaca yang berbahagia. Semoga kita semua dalam keadaan sehat selalu. Salam sehat, bahagia dan sukses selalu. Salam literasi.

08 Aug
Balas



search

New Post