Fithriyah

Fithriyah dilahirkan di Kediri, bulan September tahun 1977. Putra dari Bapak Dartojo dan Ibu Siti Fathonah. Pendidikan SD sampai SMA ditempuh di kota Pare-Kedir...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ciptakan Aplikasi Digital untuk Rekam Jejak Buku Bacaan

Ciptakan Aplikasi Digital untuk Rekam Jejak Buku Bacaan

Saat pertama kali melihat berita di televisi tentang pengangkatan Mas Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Dikti, seketika harapan saya membuncah. Betapa tidak? Mas Nadiem masih muda, mewakili golongan milenial, CEO Gojek lagi. Tentu kemampuannya tak dapat diragukan lagi. Karena Mas Nadiem masih muda, saya yang usianya jauh di atasnya, rasanya kurang pas kalau memanggil dengan sebutan Pak, he he. Jadi, maklumilah saya kalau sejak awal tulisan ini memanggil Mas Nadiem.

Walau saya tak pernah berjumpa dengan Mas Nadiem, akan tetapi hasil karya Mas Nadiem, yaitu Gojek, tak asing lagi bagi saya. Untuk hal ini, izinkan saya menyampaikan rasa bangga yang setinggi-tingginya buat Mas Nadiem yang telah berperan sangat besar untuk pengembangan sistem transportasi online, yang membuat masyarakat sangat terbantu. Baik itu sebagai pengemudi maupun pengguna. Seseorang yang memiliki jabatan CEO Gojek, tentulah orang yang punya pemikiran dan wawasan yang luas. Apalagi Gojek ini tak hanya ada di Indonesia, namun kabarnya juga sudah beroperasi di negeri tetangga, yaitu di Thailand, Vietnam, Filipina dan Singapura.

Saya menaruh harapan besar karena menyadari bahwa negeri kita tertinggal jauh dari negara lain dalam bidang pendidikan, termasuk dalam kemampuan literasi yang paling dasar, yaitu indeks membacanya. Dari data UNESCO pada tahun 2011 negeri kita menempati peringkat terendah mengenai indeks membaca masyarakat Indonesia, yaitu sebesar 0,001. Itu artinya, dari seribu penduduk, hanya satu saja yang minat membacanya tinggi. Prihatin dan sedih rasanya membaca data ini. Dengan diangkatnya Mas Nadiem menjadi menteri, besar harapan saya agar negeri kita bisa mengejar ketertinggalan dari bangsa lain.

Berbicara tentang gerakan literasi di negeri ini, memang sudah pernah dicanangkan oleh Pak Anies Baswedan sebagai Menteri Pendidikan beberapa tahun lalu. Namun pada saat pelaksanaan di tingkat satuan pendidikan, belum bisa dikatakan menggembirakan. Memang, di beberapa sekolah sudah ada yang sedemikian gencar mengimplementasikan program itu, namun belum merata di berbagai sekolah. Ada ketimpangan yang nyata antar sekolah dalam melakasanakan program ini. Hal ini tergantung dari banyak faktor atau kendala, mulai dari bapak ibu guru yang belum sepenuhnya mendukung gerakan ini, pihak kurikulum sekolah yang kurang greget jika diajak berupaya memajukan kegiatan literasi, sarana dan prasarana yang kurang, juga dukungan dari wali murid yang dirasa memang belum maksimal. Alih-alih mendukung kegiatan literasi di sekolah, bapak ibu guru bahkan tidak ikut membaca ketika muridnya diminta membaca buku non pelajaran 15 menit sebelum pembelajaran. Dalam lingkup yang paling kecil saja, saya mencermati bahwa masih banyak bapak ibu guru yang belum bisa menjadi teladan agar siswa gemar membaca. Bagaimana kita bisa meminta siswa untuk gemar membaca, sementara bapak ibu gurunya tidak memberi teladan? Tak sedikit bapak ibu guru yang dengan terang-terangan mengucapkan “malas membaca”. Kebiasaannya sehari-hari ya hanya membaca materi pelajarannya saja. Bagaimana bisa wawasannya menjadi luas? Sementara dunia terus berubah setiap saat. Ada juga guru yang beralasan “gaptek” sehingga ini dijadikan alasan sulit untuk mengikuti kemajuan teknologi.

Kebiasaaan membaca ini harusnya sudah dibiasakan di lingkup keluarga, tidak hanya di sekolah. Jika seorang anak dituntut untuk gemar membaca di sekolah, namun ternyata orangtua di rumah sama sekali tak mendukung atas progam ini, maka jangan diharap gemar membaca bisa menjadi budaya. Karena sejatinya, pembiasaan yang paling membekas pada seorang anak adalah pembiasaan dalam lingkup keluarga. Rasanya kita punya PR yang sangat besar untuk membuat keluarga di Indonesia ini menyadari pentingnya kegiatan literasi mulai dari tingkat dasar, yaitu membaca. Jika literasi dasarnya rendah, bisa dipastikan literasi tingkat lanjutnya juga akan rendah.

Konon kabarnya, kebiasaan atau habbit itu akan terbentuk dengan empat langkah, yaitu yang pertama dipaksa, kedua ia menjadi terpaksa, berikutnya menjadi terbiasa dan pada akhirnya menjadi budaya.

Nah, dalam rangka menciptakan agar siswa maupun guru memiliki budaya membaca dan sekaligus tidak “gaptek”, ada baiknya menerapkan empat langkah tadi. Perlu adanya aplikasi berbasis online untuk “memaksa” seseorang gemar membaca. Aplikasi yang saya maksudkan di sini, misalnya seperti aplikasi yang dibuat oleh Dinas Pendidikan Prov Jatim, yaitu a-gld.gtkjatim.co.id. Aplikasi tersebut diberlakukan untuk guru dalam lingkup provinsi Jatim (guru SMA/SMK), terutama PNS dan bersertifikasi. Dalam aplikasi tersebut, guru diminta melaporkan buku apa saja yang dibeli dan dibacanya, mengupload cover bukunya, lalu mengisi data terkait buku, misalnya tahun terbit, penulis, jumlah halaman hingga harga buku dan bukti pembeliannya. Selain itu, guru juga harus menuliskan rangkuman dari buku yang telah dibacanya.

Saya menyarankan agar aplikasi ini diberlakukan untuk seluruh guru di seluruh jenjang, dengan catatan tidak harus mengunggah bukti pembelian. Buku yang dibaca, tidak harus membeli sendiri. Bisa saja meminjam di perpustakaan atau teman. Yang terpenting, guru melaporkan buku-buku yang telah dibacanya.

Akan lebih bagus lagi jika aplikasi ini juga dibuat untuk siswa sehingga akan diketahui buku apa saja yang sudah dibaca siswa. Jika perlu, ada pelatihan untuk pengelola sekolah atau guru agar bisa membuat aplikasi ini. Ini tentu sejalan dengan keinginan Pak Menteri saat seminar yang beredar di beberapa group WA tentang perlunya bahasa coding dipelajari di era milenial ini.

Biodata diri:

Fithriyah, seorang guru biologi dan penggiat literasi di SMAN 1 Plemahan Kediri. Telah menulis 2 buku solo dan 8 buku antologi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

setuju bunda . semangatnya siiip pokoknya

01 Nov
Balas

Terima kasih Bu

01 Nov

Mantap. Semoga terus berkarya

16 Apr
Balas

Senadaa dengan hatikuuuuhhhh....

02 Nov
Balas

Oyeeeee

02 Nov

Wah bagus bu aplikasi rekam jejaknya.

07 Nov
Balas

Makasih bu... iya ini yang sudah berlaku untuk guru PNS dan bersertifikasi di Jatim (guru SMA/SMK)

08 Nov

Setuju, 4 langkah itu

07 Nov
Balas

Terima kasih bu

07 Nov

Mantab bunda sukses selalu

22 Aug
Balas



search

New Post