Fithriyah

Fithriyah dilahirkan di Kediri, bulan September tahun 1977. Putra dari Bapak Dartojo dan Ibu Siti Fathonah. Pendidikan SD sampai SMA ditempuh di kota Pare-Kedir...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kontroversi Istilah “SAGUSABU” (Satu Guru Satu Buku) 

Kontroversi Istilah “SAGUSABU” (Satu Guru Satu Buku) 

Pak Mohamad Ihsan, CEO MediaGuru menulis di status facebooknya tadi pagi.

Jika mendengar kata SAGUSABU, apa yang Anda pikirkan? Isikan jawaban di kolom komentar...

*****

Banyak komentar yang muncul, mulai dari yang positif hingga yang negatif.

Komentar yang positif misalnya komentar dari Pak Leck Murman: Semua guru Indonesia bisa menulis buku dalam program Sagusabu.

Ada juga komentar dari bu Rani: Sagusabu kau membangkitkan seleraku tuk semangat menerbitkan mimpiku kembali, mencangkul harta karunku yg terpendam hampir 2 tahun...so sweet.

Sementara komentar yang negatif pun juga muncul. Seseorang menulis komentar dengan huruf kapital semua.

“JANGAN GUNAKAN ISTILAH YANG BERKONOTASI BURUK MESKI UNTUK TUJUAN BAIK. PENGGUNAAN KATA "SABU" JELAS BUKAN SELAYAKNYA DIPAKAI DALAM KONTEKS TUJUAN ANDA INI.”

Inilah media sosial. Orang bisa saja mengungkapkan pendapatnya secara bebas. Kita pastinya tahu biasanya huruf kapital yang ditulis di medsos itu menunjukkan penekanan atau kemarahan.

Memaknai sebuah tulisan di medsos itu sama dengan kita sedang berkomunikasi banyak arah. Cara kita merespon sebuah tulisan, itu akan menunjukkan di strata mana kita berada, baik itu strata keilmuan ataupun pendidikan. Bisa saja pendidikan kita tinggi, namun kepekaan ataupun emosi belum sesuai dengan tingkat pendidikan.

Saya ingat dengan sebuah istilah yang saya kenal beberapa waktu silam di sebuah komunitas menulis, yaitu “dendam positif”. Nah lho! Dendam kok positif. Itu mungkin yang tersirat di benak kita. Sejatinya istilah itu digunakan untuk menggambarkan kondisi seseorang yang mendapat komentar negatif dari orang lain, lalu menggunakan komentar negatif itu untuk melecutkan semangat diri, membuktikan bahwa komentarnya itu tidak tepat. Istilah itu diperkenalkan oleh Bapak Isa Alamsyah, suami bunda Asma Nadia yang karyanya sudah terkenal di mana-mana. Buku-bukunya banyak yang best seller bahkan difilmkan.

Bapak Isa Alamsyah menggunakan istilah dendam positif ketika saat pertama kali Asma Nadia menunjukkan cerpen yang dibuatnya pada kakak kelas dan diberi komentar yang menjelekkan, cenderung merendahkan. Asma Nadia tidak berkecil hati tapi justru hal itu digunakan sebagai dorongan agar terus memperbaiki tulisannya. Hingga pada akhirnya saat ini namanya berkibar di jagat literasi Indonesia, bahkan karyanya sudah banyak yang difilmkan. Ini yang disebut dendam possitif. Jadi merespon sesuatu yang bernada ‘negatif' dengan pemikiran ‘positif’.

Kita bisa merespon istilah sagusabu dengan pikiran positif ataukah negatif. Akan bernilai positif atau negatif, semua itu tergantung pikiran kita yang mengendalikan. Saat berpikiran positif, kita bisa memaknai istilah sagusabu serupa 'sabu-sabu' yang bisa membuat ketagihan, yaitu ketagihan menulis. Saat berpikiran negatif, yang terbayang di benak kita adalah 'sabu-sabu' dalam arti yang sesungguhnya, yaitu sejenis obat terlarang.

Jika sudah direspon negatif, apa yang sebaiknya kita lakukan?

Ya tinggal buktikan saja bahwa komentarnya itu tidak tepat.

Seorang penulis sah-sah saja menggunakan istilah tidak umum yang diciptakannya sendiri, bahkan istilah yang cenderung kontroversial sekali pun.

Bapak Isa Alamsyah pun menggunakan istilah bernada kontroversial, tapi bukunya justru laris manis. Contohnya buku karya beliau 101 Dosa Penulis Pemula yang kemudian best seller. Istilah ‘dosa’ memang terkesan sakral dan ada yang keberatan dengan istilah itu. Tapi ini adalah pembelajaran dalam kepenulisan. Bahwa penulis bebas memilih diksi dengan interpretasi sendiri. Untuk menetralisasi, di bagian ralat buku yang terbit tahun 2014 lalu itu dijelaskan bahwa kata dosa yang dimaksud adalah kesalahan. Pemilihan kata dosa ternyata adalah masukan dari Asma Nadia saat itu dan disukai Pak Isa karena terkesan lebih menohok.

Mas Prast alias Mas Eko Prasetyo saat memutilasi karya peserta kelas menulis MediaGuru juga kerap menggunakan kata ‘dosa’ atas kesalahan penulisan yang dilakukan peserta.

Saat dihelat acara MediaGuru Writing Camp akhir Februari lalu bahkan ada peserta yang mengajukan judul buku Merana Karena Siswa. Walau ada yang 'agak' berkeberatan dengan istilah itu, tapi sang penulisnya, yaitu Bu Nining Suryaningsih tetap mempertahankannya.

Jadi tak ada yang patut dipermasalahkan dengan pemilihan diksi SAGUSABU.

Bravo SAGUSABU MediaGuru!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tulisan keren. Mencerahkan. Orang bebas berpendapat apa saja.. Terima kasih sudah memberi pencerahan. SAGUSABU dan sabu-sabu efeknya mirip, sama-sama kecanduan. Yang satu kecanduan narkotika, satunya kecanduan menulis

19 Mar
Balas

Makasiiiih Pak CEO... iya Pak.. perlu ditambahkan itu di tulisannya..

20 Mar

Makasiiiih Pak CEO... iya Pak.. perlu ditambahkan itu di tulisannya..

20 Mar

ulasannya mantab, renyah, dan bergizi. Mampu mengungkap sisi lain dari sebuah status dan menjadikannya sebuah tulisan. Izinkan aku berguru pada Ibu

19 Mar
Balas

Waduuuh.. kebalik pak kepsek yang baik hati dan tidak sombong... saya yang harusnya banyak berguru pada panjenengan.. :)

20 Mar

Kenapa gak tambah contoh dengan 'merana', hahaha

19 Mar
Balas

Asli kemarin saya mau tambahkan tentang itu bu.. Merana Karena Siswa.. he he... Tapi tab-nya keburu direbut si kecil.. nanti bu diedit.. he he..

20 Mar

Tulisannya ok bu fithriyah. Pembelajaran untuk saya juga. Terimakasih pencerahannya

19 Mar
Balas

Makasih bu..

20 Mar

Pertama kali melihat tulisan sagu sabu, yang terbayang bagiku, sagu itu adalah tepung yang dulu aku sering buat makanan yang sangat enak(ongol-ongol/bahasa Minangnya kalamai gegek) dan lapek sagu yang aku jual untuk mendapatkan uang yang nantinya untuk bayar uang SPP(zaman dulu),sedangkan sabu artinya ketagihan. Jadi ketagihan menjual sagu untuk bayar uang sekolah,lalu aku pandai menulis. Alhamdulillah sekarang sudah ada bukti kecanduanku yaitu buku. Terima kasih Media Guru,kenapa tidak sejak dulu kita bertemu MG? Alhamdulillah, thank you Pak CEO

19 Mar
Balas

Alhamdulillah, ada tambahan pencerahan lagiii... terima kasih

20 Mar

Awalnya juga berfikr waaaow sagu sabu....setelah mendengar dan membaca ulasan"nya para tokoh menulis smoga menambah motivasi semua guru

22 Sep
Balas



search

New Post