Fitra Yadi

Nama Saya Fitra Yadi Malin Parmato, biasa dipanggil Malin. Sekarang mengajar di Pondok Pesantren Ma'arif As-Saadiyah Batu Nan Limo Koto Tangah Simalanggang keca...

Selengkapnya
Navigasi Web
KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUH DI BUKIK POSUAK MAEK BAGIAN V
Proses evakuasi Fitra Yadi

KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUH DI BUKIK POSUAK MAEK BAGIAN V

Adzan Subuh terdengar bersahut-sahutan berkumandang dari corong masjid dan mushalla di sekitar nagari Maek. Mata masih mengantuk, namun aku paksakan juga bertayammum kemudian melaksanakan shalat subuh dalam keadaan berbaring. Pak Zal dan Pak Saip adik mertuaku menghampir melihat keadaanku, kita bercakap-cakap sebentar, kemudian aku melanjutkan tidur.Aku terbangun dari tidur, suasana terasa sudah agak terang, aku buka scraft penutup muka. Di kaki langit sudah terlihat semburat cahaya, mentari pagi menyinari alam dunia. Aku kedip-kedipkan mata, melengong kiri dan kanan melihat keadaan sekitar, aku angkat lutut agak keatas, pinggang terasa begitu ngilu, punggung terasa habis terbakar, memar akibat terbentur pohon akibat jatuh dari dinding bukit Posuak pagi kemaren.Para petugas dan orang-orang yang ada di situ sedang bercakap-cakap santai memperhatikanku. Sambil merokok seorang relawan menghampir membawa air minum kemasan, sedangkan yang lainnya terlihat sedang minum dan makan roti. Tidak ada obrolan khusus, bicara bebas saja tanpa ada topik bahasan."Bagaimana Saha?" canda petugas itu tertawa sambil memberiku roti Bonbon dan sebotol air minum kemasan. "Luar biasa bantuan abang-abang semuanya, segini benar abang-abang membantuku, terimakasih banyak ya bang... Aku berhutang budi kepada abang-abang semuanya, kalaulah abang-abang tidak turun tangan, entah lah bang, mungkin sampai sekarang Saha masih di jurang sana, ha haha hah ahaha h" jawabku ketawa mencandai mereka pula.Alamak... aku kebelet pipis, ari-ari terasa sakit namun malu untuk buang hajat karena suasana sudah terang. "Ah tahan sajalah dulu sampai keadaan lengang, nanti di jalan arah ke bawah akan dicari tempat pipis yang seru di balik semak-semak" pikirku he he h ehe.Sekira pukul 06.30 Wib. pagi, semuanya sudah beres, petugas merapikan kembali ikatan tali pengaman di kakiku, lalu semuanya kembali bertugas mengantarkanku ke bawah. "Bagaimana SAHA? kita lanjut jalan?" sapa seorang petugas. "Siap bang, kita lanjut jalan", jawabku ketawa cengengesan. "Saha gembira pagi ini bang, alhamdulillah". "Baguslahvkalau begitu, yang penting Saha selamat dan gembira kembali pulang" timpal mereka sambil memasangkan scraft penutup muka ke kepalaku.Regu Penyelamat Gabungan yang terdiri dari BPBD, BASARNAS, Kepolisian dan keluargaku ini nampak begitu santai bergerak sambil bercanda-canda menarik tandu di tanah membawaku terus ke bawah. Namun sanak-saudaraku yang hadir dalam penyelamatan itu nampak kurang ceria, diam saja bermuka duka. Hal itu membuat moodku berkurang, sehingga aku kurang menikmati perjalanan pagi ini, ditambah lagi ari-ariku sakit, karena kebelet pipis, he he he heMatahari terasa semakin hangat, perjalanan terasa begitu jauh, sudah berganti-ganti pula relawan menarik tali tandu. Mukaku meringis menahan pipis. Sejak tadi tidak juga ada nampak semak atau tempat sepi untuk buang air kecil. Makin lama semak semakin rendah, mata hari semakin tinggi, orang semakin ramai pula. "Kapan pipisnya ni ha... hi hi hi hi hi, ah tahan aja dulu" bisikku sambil melirik-lirik tempat yang bagus dari dalam scraft penutup muka."Bagaimana SAHA?" tanya petugas, "SAHA kebelet pipis bang," jawabku kuat. "Kalau begitu, pipis dulu di sini," "ah gak usah bang, malu, hari siang terang benderang, malu nampak orang, tahan sajalah dulu, nanti dicari tempat pipis di bawah" jawabku. "Tahan sajalah rasa malu itu Saha, daripada sakit. Kalau Saha mau pipis sekarang, kami tidak bisa pula mematikan lampu seperti semalam, ha ha ha ha " ketawa mereka.Petugas ketawa-ketawa terus mencandaiku, Pondri Noza Dt. Sutan Nan Panjang masih meledekku "Jikalau nanti kita sudah sampai di bawah, tolong jangan berjalan ya Saha, habis usaha kami jadinya, kalau ketahuan Saha berjalan kena marah kami sama komandan" katanya bergurau."Ah ndak lah bang, Saha akan tetap tidur bang, walaupun Saha bisa berdiri namun tetap pura-pura sakit bang, tetapi jikalau orang sudah lengang Saha akan makan sekenyang perut, lalu setelah itu Saha masukkan kucing ke dalam songkok nasi ya bang" jawabku meniru-nirukan perangai Saha Lombok yang dikisahkan Pondri Noza Dt. Sutan Nan Panjang semalam. "Ha ha aha ha ha kita semua ketawa".Bang Editiawarman temanku petugas Damkar Limapuluh Kota yang juga sama-sama menyiar di stasiun radio Total FM nampak ikut serta menunggu kami di jalan, kemudian beliau meraih tali tandu dan ikut pula menariknya. Pak Doni Erizal adik mertuaku tidak lepas memegang tali tandu ini sejak dari Parontian Galak tadi. Suasana penuh canda dalam perjalanan sampai ke bawah, sesekali aku buka juga scraft penutup muka menampakkan ekspresi wajah tatkala tertawa.Ketika itu aku benar-benar merasa happy jadinya, bad mood ku hilang, tidak sedikitpun merasa sedih, susah ataupun payah. Hanya sesekali terasa ngilu saja di pinggang dan punggung ketika meliukkan badan bila terasa penat. Kebelet pipis sementara tidak terasa karena lupa larut di dalam canda-tawa mengulan-ulang kisah "SAHA".Kepada bang Editiawarman aku ceritakan lagi bahwa aku telah diberi gelar "SAHA" oleh Pondri Noza Dt. Sutan Nan Panjang, dan aku kisahkan juga kepadanya kisah-kisah lucu tentang tokoh Saha. Sorak-sorai dan seringai ketawa relawan menambah meriah suasana. Pak Don adik mertuaku sudah nampak ketawa walaupun hanya sedikit saja.Pukul 09.00 Wib. pagi kita sampai di Palansiangan kampung terakhir di jorong Sopan Tanah. Dua setengah jam berjalan sungguh melelahkan, relawan berganti mengangkat tandu seperti memboyong mayat di dalam Keranda.Walaupun mukaku tertutup, namun dari balik scraft aku dapat melihat betapa ramainya kerumunan orang yang menunggu kami di bawah sana. Tinggal satu penurunan lagi, maka sampailah kita di mobil ambulan. Suasana canda-tawa seketika berubah terbawa suasana tatkala mendapati sambutan warga yang berwajah duka.Tandu diletakkan di atas tanah, seorang petugas Basarnas membuka scraft yang menutupi wajahku, orang-orang sangat antusias ingin melihat seperti apakah wajahnya korban yang jatuh dari Bukik Posuak ini. Wajah dan telingaku dibersihkannya dengan Scraft itu, dengan senyum aku berucap terimakasih. Blitz jepretan lampu kamera wartawan berkedip-kedipan menyilaukan mata. Di sana-sini nampak warga mengacungkan tangan mengambil photo dengan Smartphonenya.Istriku mendekat, keluarga dan kerabat memandang dengan wajah sembab, bapak Budi Mulya Direktur Radio Total FM juga merapat. Petugas membuka tali ikatan di tandu kemudian menaikkanku ke atas troli. Aku benar-benar merasa sakit ketika itu, memang terasa sebagai korban kecelakaan, padahal beberapa menit sebelumnya kita masih bercanda-canda tertawa lepas dengan petugas Basarnas dan relawan yang membantu evakuasi.Aku pandangi sekeliling tempat itu seperti pasar, ramai seperti mimbar MTQ kemaren. Petugas medis menaikkanku ke dalam ambulan diiringi istriku dan ibu Erika Mardiana. Istriku menangis memegang tanganku, aku berusaha menghiburnya mengatakan bahwa aku tidak apa-apa, hanya kelelahan saja. "Bagaimana dibilang tidak apa-apa, bekas luka-luka membaring di muka, tangan dan kakiku."Bunyi Sirine menghebohkan kampung, ambulan berjalan dengan pelan. Seorang laki-laki petugas medis memegang tanganku memberi minum segelas air putih kemasan. "Sabar ya Malin, sabar.. ingat Allah, semuanya sudah ada rencananya, pasti ada hikmah di balik semuanya" katanya berulang-ulang menenangkanku.Aku sebenarnya tidak suka diperlakukan seperti itu, tambah sedih jadinya, tambah sakit rasanya, aku ingin suasana seperti di jalan tadi, penuh canda-tawa bergurau seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Bukan di kasihani seperti ini, seakan-akan aku dalam duka, sedih dan merana.Kantong Kemihku serasa mau pecah, ari-ariku ngilu serasa luka, sejak parak siang tadi meringis menahan pipis. Aku habiskan dulu air putih kemasan gelas itu kemudian minta izin kepada petugas untuk buang hajat. Petugas beralih tempat, memandang ke arah depan, aku dibantu istri memiringkan badan untuk pipis di bekas gelas minum kemasan. Beberapa menit berlalu namun pipis tidak juga mau keluar, mungkin karena malu sehingga cairan urin itu tertahan.

Bersambung ke:

KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUH DI BUKIK POSUAK MAEK BAGIAN VI

#38Ditulis oleh: Fitra Yadi, S.PdIDi SarilamakRabu, 11 Februari 2020 M - 16 Rajab 1441 H

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Lanjut ceritanya pak... Mantap

11 Mar
Balas

lagi ditulis buk.. syukran atas supportnya

12 Mar



search

New Post