Fitra Yadi

Nama Saya Fitra Yadi Malin Parmato, biasa dipanggil Malin. Sekarang mengajar di Pondok Pesantren Ma'arif As-Saadiyah Batu Nan Limo Koto Tangah Simalanggang keca...

Selengkapnya
Navigasi Web
KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUH DI BUKIK POSUAK MAEK BAGIAN I
Photo: https://www.harianhaluan.com

KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUH DI BUKIK POSUAK MAEK BAGIAN I

Seminggu yang lalu, aku bertemu dengan seorang guru paroh baya, yang mengingatkanku kepada suatu peristiwa mengerikan yang pernah aku alami beberapa tahun yang lalu.Namanya bapak Aprisol, S.Pd, warga kenagarian Maek, kecamatan Bukik Barisan Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Kita bertemu di gedung IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia) Kabupaten Lima Puluh Kota di Tanjuang Pati dalam momen acara Deklarasi dan pengukuhan kepengurusan DPC (Dewan Pimpinan Cabang) LAN (Lembaga Anti Narkotika) kabupaten Lima Puluh Kota yang diadakan pada hari Sabtu tanggal 29 Februari 2020.Bapak yang berpenampilan bersahaja ini, menepuk-nepuk bahuku mengingatkan kembali memoar tiga setengah tahun yang lalu, peristiwa malang yang sampai sekarang masih segar dalam ingatanku. Waktu itu kami berphoto-photo dan saling bertukar nomor Wa.Pada pagi Ahad tanggal 30 Oktober 2016 warganet dihebohkan dengan peristiwa malang musibah jatuhnya aku di lereng tebing batu Bukik Posuak jorong Sopan Tanah nagari Maek kecamatan Bukik Barisan. Coba saja cek di mesin pencari google, ketik keyword "Penyiar Radio Jatuh di bukit Posuak Maek" maka akan keluarlah berbagai berita online yang menerangkan tentang peristiwa itu.Aku yakin, ini bukanlah sebuah kebetulan, dan bukan pula tanpa rencana. Tentunya semuanya adalah Qadha dan Qadhar Allah SWT. semata. Mungkin di kemudian hari nanti barulah aku mengerti apa sebenarnya hikmah dibalik semuanya. Secara pasti, dari kejadian ini aku sudah banyak memetik pelajaran dan peringatan sebagai pedoman hidup di kemudian hari.Permohonan maaf dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya aku sampaikan kepada teman-teman, sahabat, masyarakat nagari Maek, panitia MTQ ke-37 Kab. Limapuluh Kota tahun 2016, petugas medis, polisi, BPBD, BASARNAS, Pemerintah dan semua pihak yang telah ikut membantu mengevakuasi menyelamatkanku hingga pengobatan dan perawatan di rumah sakit.Inilah kisah dibalik musibah jatuhnya aku di Bukik Posuak Maek pada pagi Ahad tanggal 30 Oktober 2016 itu;Kira-kira pada tahun 2007 yang lalu aku pernah berkunjung ke nagari Maek menghadiri acara pernikahan seorang teman dari kakakku yang berlokasi di jorong Ampang Godang Dua nagari Maek. Ketika itu rasa penasaran dan ketakjubanku terhadap nagari Maek tidak terpuaskan oleh sebab terbatasnya waktu. Hanya bukik Tungkua dan Menhir yang di Koto Tinggi saja yang sempat kami kunjungi ketika itu kemudian kami kembali lagi pulang ke tempat tinggal kami di nagari Canduang, Kabupaten Agam.

Sepulang dari sana, aku banyak menggali informasi mengenai keunikan nagari Maek melalui internet. Terpengaruh dengan bacaan-bacaan yang aku temukan itu dan ditambah lagi dengan hasil diskusi dengan salah seorang tokoh nagari Maek Efrizal Hendri, SiP, M.sI, Dt. Patiah di studio Radio Total FM Tanjuang Pati dan di kantor DPRD Kabupaten Limapuluh Kota Sarilamak, hal itu membuat aku semakin terpesona ingin kembali lagi nak berkunjung ke tanah Maek negari Seribu Menhir itu.Kemudian hari aku jadi sering membayangkan betapa senang kiranya jika diberi kesempatan lagi oleh Allah SWT. untuk bisa menjejakkan kaki lagi di negeri yang konon lebih tua dari negeri Pariangan itu. Alhamdulillah keinginan itu dikabulkan Allah Swt. melalui pelaksanaan acara MTQ Nasional ke XXXVII tingkat kabupaten Limapuluh Kota yang bertempat di nagari Maek kecamatan Bukit Barisan pada Rabu – Minggu tanggal 26 – 30 Oktober 2016 yang lalu.Segala upaya saya usahakan bagaimana supaya bisa berangkat ke Maek, dengan dorongan dan bantuan dari PT. Radio Total Media Nusantara beserta kru dan fans Radio sampai juga akhirnya aku di Maek pada pagi Kamis, 27 Oktober 2016 dalam tugas peliputan siaran langsung (Live Report) Musabaqah Tilawatil Qur’an.Sesampainya di Maek pada hari Kamis (27/10) waktu yang aku punya full terpakai untuk menunaikan tugas jurnalistik live report pelaksanaan kegiatan MTQ ke-37 sampai tengah malam. Keesokan harinya sebelum pelaksanaan Musabaqah di masing-masing cabang, aku berkeliling lari marathon pagi menyusuri perkampungan di sekitar mimbar utama MTQ di jorong Rona. Setelah Siaran langsung MTQ, bakda Jum’at (28/10) aku berkeliling lagi mengendarai sepeda motor berkunjung ke lokasi-lokasi pelaksanaan cabang musabaqah, mengunjungi beberapa lokasi menhir dan berdiskusi dengan masyarakat di beberapa jorong sampai waktu Magrib. Pada malam harinya setelah siaran aku melanjutkan diskusi tentang nagari Maek dengan pemuda dan masyarakat setempat sebagai bahan untuk informasi di Radio.Pada subuh Sabtu (29/10) pukul 06.00 Wib. aku berangkat dengan sepeda motor mengunjungi jorong Sopan Tanah, mencari-cari jalan menuju Bukit Posuak. Sebelum Jembatan Padang tumpuak di sebelah kirinya nampak pemondokan kafilah Situjuah. Aku hendak berhenti mau bertanya di sana, namun karena masih subuh remang-remang segan juga bertamu ke pemondokan itu. Kemudian perjalanan aku teruskan menaiki jembatan dan berbelok ke kanan. Sesampainya di belakang rumah pak Alisman. SH Padang Tumpuak (mantan anggota DPRD Kab. Lima Puluh Kota), di sana aku menemukan jalan buntu dan berputar lagi balik ke belakang. Kepada seorang nenek dekat jembatan Padang Tumpuak aku bertanya "kemana jalan arah ke Bukik Posuak". Atas petunjuk beliau aku berjalan lagi ke atas terus ke Palansingan.Pelansingan adalah suatu tempat pemukiman masyarakat di jorong Sopan Tanah yang terdekat ke Bukik Posuak. Di rumah yang penghabisan yang terletak di dalam kebun karet (Sekarang disini sudah dibangun objek wisata pemandian embung Singon) aku ragu, disitu ada persimpangan, tampa berfikir lama-lama lalu aku mengambil jalan ke kiri arah ke Lurah Panjang. Di sebidang kebun Gambir di Lurah Panjang aku memarkirkan sepeda motor dan berlari-lari kecil menyusuri jalan setapak terus memacu jalan terus ke atas. Sekitar pukul 07.30 Wib. aku sampai di dinding batu puncak bukit Lurah Panjang. Karena waktu sudah mepet, jam 9 akan dimulai Final MTQ, maka aku segera turun dengan keringat membanjiri badan. Sesampainya di ladang Gambir tadi, aku bertemu dengan seorang bapak yang kemudian saya diberitahu namanya Eri yang sedang bersiap-siap hendak Mangampo. Dari keterangannya itu aku berkesimpulan bahwa Bukit Posuak berada tepat di belakang puncak Bukit di atas pondok Kamponya itu.Pak Eri penasaran, kepadaku ia menanyakan mengapa aku ingin sekali mau mendaki Bukik Posuak itu sendiri tanpa membawa kawan. Aku menjawab bahwa tadinya aku keluar ketika subuh dimana keadaan masih remang-remang. Mengapa keluar dalam keadaan subuh sekali? Aku jawab; bahwa aku lari maraton pagi aja pak untuk mengeluarkan keringat mempertahankan stamina selama bertugas. Ada lagi pertanyaan “mengapa harus subuh? Aku jawab “sebabnya kalau siang hari aku tidak punya waktu lagi disebabkan kesibukan meliput dan menyiarkan kegiatan MTQ. Mungkin ada juga yang akan bertanya, mengapa begitu pentingnya Bukit Posuak? Jawabku adalah “ belum lengkap rasanya ke Maek jikalau belum mengunjungi Bukit Posuak” begitu.

Sekembalinya dari Lurah panjang, aku singgah di beberapa pemondokan Kafilah menceritakan kepada kawan tentang olahraga pagi ke Bukit Posuak tadi. Tidak ada seorangpun yang berminat dan berencana nampaknya untuk pergi ke Bukit Posuak karena kesibukan mengurus Kafilah dan mengikuti Musabaqah.Pada siang Sabtu (29/10) itu setelah bertugas, aku melanjutkan lagi berkeliling ke jorong-jorong lain seperti ke Koto Tinggi, arah ke Nenan, balik lagi ke Bungo Tanjuang, Koto Gadang, Sopan Tanah, kemudian balik lagi ke Bungo Tanjuang, Aur Duri, Ampang Gadang mengunjungi Bukit Tungkua, lokasi-lokasi Menhir dan ke tempat-tempat pemondokan Kafilah mengumpulkan informasi yang akan diramu menjadi berita serba-serbi Maek dikala pelaksanaan MTQ. Sepanjang jalan, setiap bertemu dengan orang selalu terlintas dalam hatiku akan mencari kawan untuk kembali lagi berangkat esok paginya ke Bukit Posuak. Namun sampai larut malam aku tidak juga menemukan seorang pun yang bisa diajak untuk berolahraga ke sana.Setelah shalat Subuh pada Minggu (30/10/16) aku berangkat lagi ke Bukit Posuak dengan bekal 3 gelas air putih kemasan. Subuh itu di ruang sekretariat utama panitia MTQ cuma tinggal kami berdua dengan mantan Kabag Kesra Setkab Limapuluh Kota Karespi, S.Ag, M,Pd saja yang ada, bapak-bapak lainnya seperti bapak Aprisol, S.Pd yang juga menginap di situ sudah pulang ke rumah masing-masing. Kepada bapak Karespi aku memberitahu bahwa aku mau lari maraton ke bukik Posuak, beliau mengiyakan saja dengan tetap duduk tenang di sebuah kursi di ruangan itu. Aku memunguti 3 gelas air putih kemasan kemudian menyimpannya di kedua saku celana gunung yang aku pakai dekat lutut.

Hari itu adalah hari terakhir kita di Maek, dimana tengah hari nanti pada pukul 10.00 Wib. akan dilakukan penutupan acara dan pengumuman juara MTQ oleh bapak Bupati kabupaten Lima Puluh Kota Ir. Irfendi Arbi, M.P. beserta Wakil Bupati Lima Puluh Kota bapak H. Ferizal Ridwan, S.Sos. Sempat juga terfikir olehku bagaimana jika berangkat ke Bukit Posuak setelah acara penutupan MTQ saja?, bisa jadi semangatku sudah hilang karena terbawa arus para kafilah yang kembali pulang ke daerah asal masing-masing. Mustahil Bukit Posuak bisa dijelang lagi, pasti penasaran juga akhirnya sampai kembali pulang ke kampung halaman, entah kapan bisa kembali lagi ke Maek.Dengan keterbatasan waktu dan dengan bekal tambahan informasi dari pemuda mengenai arah jalan ke Bukit Posuak subuh itu pukul 06.00 WIB aku berangkat lagi ke bukik Posuak kali keduanya dengan sepeda motor Honda Supra X 125. Jika kemaren aku mengambil jalan kiri dari rumah terakhir di Palansingan (dekat waduk Singon sekarang), pada waktu itu aku mengambil jalan ke kanan dan terus ke atas menyusuri padang Ransam. Sepeda motor aku parkirkan di sebelah kanan jalan setapak dalam sebuah lahan Gambir. Dari situ aku melihat Bukit Posuak sudah semakin dekat. Di sana aku mematut-matut jalan, mungkin yang lurus keatas inilah jalannya. Aku ingat kata Jefri seorang teman dari Maek ketika itu ia siswa kelas XI SMAN 2 Bukit Barisan, ia mengatakan bahwa jalan itu lurus terus ke atas dan nanti kita masuk ke bukit Posuak itu dari arah belakangnya, bukan dari depannya.Tapi entah mengapa, setelah mematut-matut lubang Bukik Posuak itu, aku serasa diajak untuk melewati jalan yang di sebelah kirinya. Dengan melompati anak air dan berlari-lari kecil menelusuri jalan setapak mendaki, kemudian sampailah aku di ladang Gambir dan kemudian menemukan jalan buntu. Astaghfirullah.. wa la ilaa ha illallah… demikian ucapan di bibirku senantiasa berzikir memohon pertolongan Allah dari marabahaya. Kadang-kadang aku berucap Subhanallah walhadulillah ketika memandang indahnya lekuk-lekuk nagari Maek dari ketinggian itu, sungguh luar biasa. Antara cemas dan takjub aku terus berzikir memuji Allah SWT.Bersambung ke:KISAH DI BALIK MUSIBAH JATUH DI BUKIK POSUAK MAEK BAGIAN II#34Ditulis oleh: Fitra Yadi, S.PdIDi SarilamakSabtu, 07 Februari 2020 M - 12 Rajab 1441 H

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post