pagi itu saya bersiap-siap berangkat ke sekolah untuk menjalankan tugas suci dan mulia. Entah mengapa banyak pertanda tidak baik yang menerpa. Mulai dari suami yang membuat kesal pagi-pagi, anak yang selalu menangis .

Jam menunjukkan pukul 6.30 WIB. Saya harus bergegas berangkat ke Pakong. Jalan menuju pakong yang sangat mulus dan berkelok-kelok. Setiap ke sekolah saya selalu berangkat bersama seorang guru wanita yang saya anggap orang tua saya sendiri, sebut saja “bu hai”

saat perjalanan, matahari mulai tertutup awan mendung. Kita berdua mulai melewati jalan berliku dan menanjak. Tiba-tiba ban sepeda terasa berlenggak-lenggok. Kita merasa kaget dan sepeda mulai tidak terkendali. Setelah kita turun, ternyata ban belakang sepeda kempes. kami mulai bingung, tolah-toleh mecari tempat tambal ban dan berharap ada teman yang lewat.

Waktu menunjukkan jam 6.45 wib, dimana saat itu belum ada tambal ban yang buka. Setelah lama menunggu, akhirnya saya memutuskan untuk meninggalkan bu hai di toko. Kemudian saya melanjutkan perjalanan dengan mengendarai sepeda motor pelan-pelan dengan kondisi ban sepeda yang berlenggak-lenggok.

Tiba-tiba ada seorang pria berpakaian hitam-hitam meminta saya untuk berhenti. Pikiran sudah kemana-kemana, rasa takut pun mulai menghantui. Pria itu mendekat dan berkata “ini bu saya bawakan pompa angin” ternyata saya sudah berprasangka buruk terhadap pria itu. Ketika pria hitam-hitam ingin memompa sepeda, ternyata ban dalam sepeda sudah keluar dari jalurnya.

Pada akhirnya, saya menemukan tempat tambal ban, akan tetapi masih tutup. Saya sudah menyerah untuk melanjutkan perjalanan lagi dan memutuskan untuk menunggu di tempat itu.