PENARI BALI (4)
PENARI BALI (4)
Hari ke-317
#TantanganGurusiana
26 November 2020
PENGHUNI BARAK PALING UJUNG
Mama Dhita sedang berada di depan rumah ia sedang menyiram bunga. Sambil menyiram bunga Mama Dhita mengobrol dengan Bu Santun, tetangga sebelah. Bu Santun juga sedang menyiram bunga. Halaman rumah keduanya tidak berpagar permanen atau bambu, hanya dibatasi pagar tanaman daun bluntas
Santun itu nama suami dari ibu Santun. Bu Santun sangat santun sesuai dengan namanya. Ia berasal dari Madura. Ia tinggal di sini hanya berdua dengan suaminya, sementara anak-anaknya katanya di Madura bersama nenek mereka.
Bu Santun terkenal alim. Suaranya kalau sedang mengaji sangat bagus sekali. Ia selalu mengenakan hijab kalau keluar rumah. Mama Dhita senang bisa bertetangga dengan Bu Santun.
Rumah-rumah di asrama ini terdiri dari barak-barak. Satu barak terdiri dari tujuh petak rumah dengan dinding yang menyatu dengan tetangga sebelahnya. Barak yang ditempati Papa Dhita ini adalah barak paling terakhir atau paling ujung di RT 4. Setelah barak paling ujung tersebut ada tambak-tambak ikan milik asrama TNI PHB ini. Sebelah tambak ikan ada sungai kecil, kemudian disambut dengan daerah perkampungan yang dihuni oleh penduduk asli kampung tersebut.
Urutan penghuni barak paling ujung tersebut dari kiri ke kanan adalah petak pertama kosong, petak kedua rumah Pak Santun, petak ketiga rumah Papa Dhita, Petak keempat rumah Pak Saimima dari Ambon, Petak kelima rumah Pak Soewanto dari Jawa, Petak keenam Adam dari Ambon, dan petak ketujuh rumah Markus dari Timor Timur.
Barak paling ujung ini, penghuninya ada beberapa teman yang satu kelas dengan Dhita. Farida anak Pak Saimima dan Aan anaknya Pak Soewanto. Aan itu adiknya Mbak Wiwik Soewanto. Itu lho Mbak Wiwik Soewanto yang bertemu Dhita di leding tempat cucian umum kemarin. Mbak Wiwik Soewanto yang bercerita dengan Mbak Wiwik Hartono tentang anak Wadanyon si Cantik Kristina yang tinggal di RT 1
Selain Farida dan Aan anak penguhuni barak palung ujung tersebut, ada juga Adam dan Markus. Mereka juga teman sekelas Dhita. Nama kedua orang tua Adam dan Markus agak susah penyebutannya. Jadi tetangga hanya menyebut namanya Papa Adam, Papa Markus.
Tiba-tiba Dhita keluar dari rumah terburu-buru
"Ma, Dhita mau ke rumah Aan. Dhita mau nonton TV, ada cerdas cermat. Sudah mau mulai," ujar Dhita sembari memakai sandal dan langsung berlari menuju rumah Aan.
"Suka nonton cerdas cermat, Dhita ya Bu," tanya Bu Santun sembari mengarahkan pandangan ke Dhita yang sedang berlari ke rumah Aan.
"Ya, Bu. Katanya nanti ia ingin juga ikut cerdas cermat di TV itu," ujar Mama Dhita.
"Wah, hebat. Semoga terkabul,' ujar Bu Santun.
"Aamiin ya robbal aalamiin. Terima kasih atas doanya Bu Santun," ujar Mama Dhita
Bu Saimima keluar dari dalam rumah, ia juga hendak menyiram bunga. Ia tersenyum kepada Mama Dhita dan Bu Santun, dan keduanya juga membalas dengan senyuman
"Punten, mohon maaf ya Bu. Mengapa Papa Dhita pindah ke RT 4 ini? RT 4 ini adalah barak untuk pangkat yang rendah. Bukankah Papa Dhita tergolong pangkat menengah?", tanya Bu Santun
"Ooo, itu," ujar Mama Dhita, kemudian ia terdiam sejenak.
"Saat pindah ke asrama ini hanya ini petak rumah yang kosong, Bu. Tak apa di sini, dari pada kami tinggak di tempat yang lama di Cijantung Jakarta jauh. Selain ongkos besar juga kasihan Papa Dhita bolak-balik Jakarta Bogor," jawab Mama Dhita
"Oo, begitu ya? Semestinya Papa Dhita mendapat petak rumah yang di RT 1 itu," ujar Bu Santun.
"Tidak semua yang di RT 1 itu ditempati oleh pangkat yang tinggi. Di RT 1 itu ada 2 jenis barak. Barak baru berupa bangunan permanen diisi minimal berpangkat Pelda ke atas, sementara barak lama berupa bangunan dari kayu diisi oleh bawahan, terutama para supir Danyon, Wadanyon, dan supir lainnya", sela Bu Saimima
"O, begitu ya Bu,' ujar Bu Santun.
"Kata Papa Dhita, bila ada petak kosong di RT 1 itu, memang kami akan dipindahkan ke RT 1," jelas Mama Dhita
"Wah, enaklah itu Bu. Di sana lingkungannya bagus, air leding lancar. Bisa mencuci di rumah. Tak akan sulit Dhita nanti. Kasihan dia pergi mencuci di tempat ramai, seringkali harus antri dulu," ujar Bu Santun.
"Tak apa Bu. Biar Dhita memiliki pengalaman bagaimana hidup susah," ujar Mama Dhita.
"Semoga tercapai bisa pindah ke RT 1," ucap Bu Santun. Ia mengemasi alat penyiraman bunganya. Nampaknya ia sudah selesai menyiram bunga
"Punten, ya Bu. Saya masuk dulu," ujar Bu Santun
"Ya, silahkan Bu. Saya juga hampir selesai nich," ujar Mama Dhita sembari menyiram bunga kemuning yang ada di depannya.
"Mengapa pada bubar. Sudah selesai acara cerdas cermatnya?" suara Bu Saimima.
Mendengar suara Bu Saimima, otomatis Mama Dhita berhenti menyiram. Ia melihat kebarah rumah Pak Soewanto. Terlihat Dhita, Farida, Adam, dan Markus keluar dari rumah Pak Soewanto. Terakhir terlihat Aan anak Pak Soewanto, ia berdiri di pintu rumahnya. Tak lama kemudian Dhita, Farida, Adam, dan Markus meninggalkan rumah tersebut kembali ke rumah mereka masing-masing. Adam dan Markus menuju arah kanan, sementara Dhita dan Ida menuju arah kiri. Aan melepas mereka di depan pintu rumahnya.
Dhita bergandengan dengan Farida menuju tempat Mama Dhita dan Bu Saimima berada. Semakin dekat terlihat roman muka dan fisik mereka. Farida berwajah hitam manis, berambut keriting sebahu. Ia bertubuh kurus. Farida lebih tinggi dari Dhita. Maklum meski saat ini keduanya satu kelas, namun Ida lebih tua dari Dhita. Karena Farida pernah tinggal kelas saat kelas 3 SD. Sementara Dhita berwajah cantik, berkulit kuning, rambut ikal panjangnya sepinggang, ada lesung pipit di pipinya.
Farida dan Dhita meski berbeda warna kulit, tetapi mereka mempunyai pesona raut muka yang berbeda. Farida manis dan Dhita cantik. Lebih manis dan cantik keduanya saat terlihat di telinga mereka terjepit bunga pecah beling putih.
"Itu bunga dapat darimana, Dhita?," tanya Mama Dhita
"Bunga yang jadi pagar rumah Aan, Ma" jawab Dhita
"Kenapa dipetik bunganya. Nanti marah Mamanya Aan," ucap Mama Dhita
"Kami sudah minta izin sama Aan Ma. Tanaman Pecah Beling di rumah Aan sedang berbunga sangat banyak," jawab Dhita
"Ya, Mama Dhita. Bunganya sedang banyak. Cantikkan kami. Seperti penari Bali yang ada di TV tadi. Ya kan Dhit?" tanya Ida kepada Dhita
"Ya, cantik seperti penari Bali tadi," jawab Dhita sembari memegang bunga pecah beling yang ada di telinganya.
"Bukan bunga pecah beling yang dipasang di telinga penari Bali. Tapi bunga Kamboja,' ucap Bu Saimima
"Memang bunga Kamboja Mama. Namun, berhubung di sini tak ada bunga kamboja, ya bunga yang ada sajalah,' jawab Farida sambil cengengesan
"Sudah selesai Cerdas Cermatnya?" tanya Mama Dhita
"Belum mulai cerdas cermatnya. Tadi sedang menonton pementasan Tari Bali. Saat pertama datang tadi sedang pentas Tari Panyembrama. Bagus tarinya, penarinya cantik. Setelah itu baru masuk Cerdas Cermatnya. Baru saja Kak Teddy Resmisari membuka acara, lampu mati", jawab Dhita dengan nada kecewa.
"Ya, tadi Ida duluan datang. Ida sempat menonton dua tari Tari Bali, Tari Tenun dan Tari Penyembrama, setelah itu baru masuk cerdas cermat. Baru mulai pembukaan oleh Kak Teddy, lampu mati," ujar Farida yang menyebut dirinya dengan nama Ida sambil mengibaskan rambutnya yang keriting.
"Kok tahu ada Tari tenun, Tari Penyembrama, dan Kak Teddy Resmisari segala," tanya Mama Dhita
"Namanya juga menonton. Ya tahu lah Ma. Kitanya kan menyimak, Ma," ujar Dhita sambil
"Pantaslah, kalian cepat pulang. Biasanya kalau tidak dipanggil, kalian tak pulang-pulang. Asyik saja menonton. Seganlah Mama sama Mama Aan," sela Bu Saimima.
"Ah, Mama. Makanya belikan TV ya Ma, jadi Ida tak bertandang menonton ke rumah Aan lagi," balas Farida sambil mendekap Mamanya.
"Beli TV duitnya dari mana Nak. Saat ini duit sedang diperlukan untuk kakakmu Rosman dan Nurma. Nanti kalau kita punya duit kita beli TV itu," jawab Bu Saimima sembari menbelai rambut anaknya.
Dhita hanya diam mendengar pembicaraan Farida dan Mamanya. Dhita memandang mamanya yang sedang membereskan alat penyiram bunganya.
"Nah, Dhita ayo masuk rumah lagi. Sebentar lagi magrib datang, " ujar Mama Dhita
"Punten Mama Rusman, kami masuk dulu", ucap Mama Dhita kepada Bu Saimima yang juga dipanggil dengan nama Mama Rusman, karena anak tertuanya bernama Rusman
"Silahkan, Mama Dhita," jawab Mama Rusman
Mama Dhita dan Dhita pun masuk rumah. Masih terdengar suara Bu Saimima
"Farida, bantu mama menyiram bunga ini. Tinggal sedikit lagi".
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren ceritanya. Lanjut bu Fitriany
Keren ceritanya. Lanjut bu Fitriany
keren Bun, sukses selalu, salam.
Alur ceritanya indah mengalir buu...keren
Kasihat ditha yg tak punya TV. Keren buk Fit
Cerita yang sangat indah. Keren, Bunda
Detail dan jelas penulisan alurnya, keren bu
barakallah bun
Mantap, Bu. Semoga sukses selalu. Salam literasi.
Duh...Dhita belum punya TV ya...
Mantap ceritanya bu. Sukses selalu salam literasi
Produktif sekali bu Gustariny. Sukses selalu
Izin follow bu...sukses selalu
Silahkan pak...mangga follow aja...
Cerita yang menarik Bu. Tetap semangat untuk berkarya. Salam literasi.
Alur dan deskripsinya enak di baca, kerren bunda
Membacanya terbawa suasana...keren Bu
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh. MasyaAllah Bu. Semoga ibu sehat selalu banyak rezeki dan makin sukses dalam berkarya serta berkah aamiin. Salam santun dan salam literasi
Mantap. Sukses selalu buat bunda.
Sukses selalu bunda Fitri
Wah...mantap tulisannya bu fit
Keren ceritanya Bu Fit. Jadi teringat waktu kami belum punya TV dulu.
Cerita yang komplit dan bagus..keren bunda. Salam literasi
Keren bunda. Ditunggu kelanjutannya.
Keren cerita nya
Cakep banget ceritanya
Keren bunda, salam sukses ya bunda
selalu keren ceritanya. Salam sukses Bunda
Keren bunda ceritanya...Kasihan Ditha yg tak punya TV. Sukses sll nggih buk Fitry
Keren bun, salam sukses
Ceritanya sangat bagus bunda. Salam literasi