Fitri Hariana

Penulis adalah Alumni Pelatihan SAGUSABU 2 Medan. Penulis, Fitri Hariana, Lahir di Medan, 13 Agustus 1980. Ibu dari 3 orang anak. Alumni SMA Negeri 10 (sekara...

Selengkapnya
Navigasi Web
Penghuni Vila Kaki Gunung

Penghuni Vila Kaki Gunung

#TantanganGurusiana

#TantanganHariKe-169

 

Penghuni Vila Kaki Gunung

Oleh : Fitri Hariana

 

     " Ah...segarnya," ucap Laisa menghirup udara segar pegunungan sambil merentangkan kedua lengannya.

      Pukul 10 pagi rombongan bus pariwisata yang mereka tumpangi baru tiba di vila kaki gunung tersebut. Laisa bersama 40 orang teman-teman yang baru seminggu ia kenal. Mereka baru saja lulus dan diterima sebagai calon pegawai di sebuah perusahaan perkebunan nasional. Sebelum mereka melaksanakan on Job training dan disebar ke beberapa daerah, mereka diberi pembekalan seperti diklat managemen dan kepemimpinan. Kegiatan diklat dipadu dengan kegiatan outbond yang berisi game-game yang bisa membuat peserta untuk dapat lebih saling mengenal, kompak, kerjasama tim, tanggung jawab dan sebagainya. 

       Saat mereka tiba, mereka langsung dibagi oleh ketua tim panitia kegiatan. Ada 5 vila besar memanjang di kaki Gunung tersebut. Masing-masing Vila akan ditempati oleh 8 orang peserta, Di dalam vila yang besar memanjang itu terdapat masing-masing 5 kamar. Masing-masing kamar akan ditempati oleh 2 peserta. 1 Kamar lainnya biasanya ditempati oleh panitia. Di belakang deretan lima Vila besar, terdapat satu vila tunggal yang lebih kecil. Vila tunggal itu sepertinya ditempati oleh pengurus dan penjaga vila.

      " Baik, pembagian kamar selesai. Sekarang kalian silakan memasuki kamar masing-masing untuk menyusun pakaian dan perlengkapan yang kalian bawa, serta beristirahat sebentar. Nanti siang kegiatan outbond akan kita mulai setelah jam makan siang," ucap ketua panitia.

     Laisa menuju vila paling ujung, vila nomor 5. Dia mendapatkan kamar nomor 5 di deretan kamar paling ujung. Meyra, menjadi teman sekamarnya. Untungnya mereka sudah mulai merasa dekat sejak bertemu di awal pekan lalu saat diadakan pembekalan di kantor pusat.

     " Wow, lumayan juga fasilitas Villa ini, nyaman ya?" ujar Meyra saat mereka memasuki kamar dan langsung menghempaskan diri di salah satu bed. 

     Ada dua bed berukuran 3 kaki di kamar itu. Di antara tempat tidur dipisahkan oleh meja dan lampu baca. Jendela kaca yang menghadap ke halaman belakang Vila karena kebetulan kamar mereka berada di urutan terbelakang. Serta sebuah kamar mandi. Terdapat layar televisi di dinding kamar. AC dan lemari penyimpan pakaian serta 2 meja dan kursi. 

     Laisa menyibak tirai putih jendela kaca. Mengamati halaman belakang vila yang meski ditumbuhi banyak pohon-pohonan namun tersusun rapi. Cahaya matahari menjelang jam 11 siang mendekati tengah hari tampak bersahabat. Tidak terlalu panas karena mereka berada di daerah pegunungan.  Laisa mengamati vila tunggal yang terletak di ujung belakang samping kanan Vila. Vila tunggal itu seperti homestay. Tidak terlalu besar namun sepertinya memiliki 2 kamar, ruang tamu, teras dan dapur. 

       Tatapan mata Laisa tiba-tiba bertemu dengan tatapan lelaki tampan berparas wajah Indo Belanda, berusia seumurannya yang sedang keluar dari pintu belakang Vila. Sesaat lelaki itu tertegun memandang Laisa.Tersenyum samar, kemudian berjalan ke arah lereng gunung. Sosoknya menghilang di balik pepohonan.

      Laisa membalikkan badan ingin bertanya pada Meyra. Namun ternyata gadis sekamarnya itu tanpa sadar langsung terlelap. Perjalanan panjang selama 5 jam memang membuat mereka lelah. Laisa segera menyusun pakaiannya ke lemari. Lalu beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka agar lebih segar. Wajahnya terasa lengket karena menempuh 5 jam perjalanan dengan bus. Masih ada waktu sekitar 1 jam sebelum makan siang. Masih sempat istirahat. Melihat Meyra yang tertidur pulas, Laisa juga ikut rebahan di kasur dan tertidur.

         Sayup-sayup Laisa seolah mendengar suara ketukan di jendela kamarnya. Melirik jam dinding sekitar pukul 12 siang. Hampir 1 jam Laisa tertidur. Laisa bangkit dari tempat tidur menuju jendela kaca. Menyibak tirainya. Dan menemukan lelaki muda yang menuju lereng bukit tadi telah berdiri di depan jendela kamarnya. Di tangan kanannya memegang seikat bunga edelweis. Tangan kirinya kembali mengetuk kaca jendela kamar Laisa. Laisa membuka jendela kaca.

      Lelaki muda itu memberikan seikat bunga edelweis kepada Laisa. Laisa menerima dengan tersnyum dan mengucapkan, 

      " Terimakasih,".

       Lelaki itu hanya tersenyum tanpa berkata. Wajahnya tampan, perpaduan wajah Indonesia dan Belanda. Pandangan matanya sayu dan cenderung kosong. Wajahnya seolah membeku kedinginan. Putih pucat tanpa warna kemerahan di raut wajahnya.

       "Meiyer" sekilas Laisa melihat kalung perak berukir nama Meiyer. "Itukah namanya?" batin Laisa. 

Laisa masih berkutat dengan pikirannya saat lelaki itu berjalan perlahan menjauhi jendela kamarnya, masuk kembali menuju vila tunggal di samping belakang kanan bangunan villanya. Sebuah pohon beringin besar dan rindang membatasi kedua Vila tersebut.

       " Laisa, Laisa, bangun, sudah jam 12 lewat ini," guncangan lembut di pundak Laisa membangunkannya. Laisa membuka mata dan menemukan wajah Meyra di hadapannya.

     " Yuk bangun, sudah waktunya makan siang, dan setelah makan siang kita harus langsung mengikuti kegiatan outbond." Ucap Meyra menyadarkan Laisa. Laisa mengucek matanya. Merasa de javu. Dia merasa tadi dia sudah terbangun karena mendengar ketukan di jendela kamar. Saat Meyra masuk ke kamar mandi, Laysa berjalan menuju jendela kaca. Dia menyibak tirai dan membuka jendela kaca. Menemukan seikat edelweiss tergantung di bagian luar jendela.

       Laisa mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia tidak menemukan lelaki yang tadi dilihatnya. Laisa bingung, tadi kejadiannya seolah nyata, Laisa terbangun membuka jendela dan menerima seikat edelweis. Namun ternyata Laisa baru terbangun karena dibangunkan oleh Meyra. Dia melirik jam. Ternyaat hanya berselang 5 menit dari waktu yang dia lihat saat seolah terbangun tadi. Mata Laisa menyapu ke arah vila tunggal yang terbatasi oleh pohon beringin. Laisa beringsut ke sisi lain jendela untuk mengamati lebih jelas suasana di balik pohon beringin. Ternyata ada bangunan putih kecil di bawah pohon beringin. Laisa melongok lebih jauh. Ternyata bangunan batu putih itu, oh ya ampun, ada sebuah makam tua.  Pada dinding makam terdapat sebuah batu marmer bertulis kata " Rest In Peace Meiyer van Houten (1900-1925)". Ada foto lelaki muda yang tadi memberinya edelweiss tertempel di marmer makam itu. Seketika Laisa merinding dan menjatuhkan ikatan bunga edelweis yang dipegangnya.

 

       Lubuk Pakam, 1 Juli 2020.

 

      

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ikut merinding jadinya..

02 Jul
Balas

Hehehe...arwah Meiyer ingin kenalan bun

02 Jul

Wah...ini keren banget cerpennya bu..Laisa yang bertemu hantu baik penghuni dekat villa tunggal dan memberikan seikat bunga edelweiss...

01 Jul
Balas

Hehehehe....meski baik tapi bikin merinding bun....

01 Jul

keren Bu tempat yang menyenangkan

07 Mar
Balas

keren Bu tempat yang menyenangkan

07 Mar
Balas

keren Bu tempat yang menyenangkan

07 Mar
Balas

Maaf, maklum penonton nendang bola, minta diedit di bagian akhir: ..., setelah .. (mungkin) berjalan menuju sesuatu yang tampak berwarna putih dari kejauhan..., (ini bagian utamanya yang saya maksudkan, supaya sang pembaca semacam saya, sedikit terobati emosinya, karena merasa cerita yang sedang dibaca sedikit singkron, begitu lho Mbak, maksudnya, kan tulisan di batu putih musti di zoom pakai hp android dulu..

21 Dec
Balas

Maaf, maklum penonton nendang bola, minta diedit di bagian akhir: ..., setelah .. (mungkin) berjalan menuju sesuatu yang tampak berwarna putih dari kejauhan..., (ini bagian utamanya yang saya maksudkan, supaya sang pembaca semacam saya, sedikit terobati emosinya, karena merasa cerita yang sedang dibaca sedikit singkron, begitu lho Mbak, maksudnya, kan tulisan di batu putih musti di zoom pakai hp android dulu..

21 Dec
Balas

maklum baru, lha kok komen saya malah jadi double..

21 Dec
Balas



search

New Post