Fitri Hariana

Penulis adalah Alumni Pelatihan SAGUSABU 2 Medan. Penulis, Fitri Hariana, Lahir di Medan, 13 Agustus 1980. Ibu dari 3 orang anak. Alumni SMA Negeri 10 (sekara...

Selengkapnya
Navigasi Web
Qurban

Qurban

#TantanganGurusiana

#TantanganHariKe-172

Qurban

Oleh : Fitri Hariana

Enggar menatap layar gawainya. Membaca pesan yang masuk melalui WhatApps. Membuka satu per satu kiriman foto mobil keluaran terbaru, lengkap dengan daftar harga dan spesifikasinya dari Handoko. Sales maketing showroom mobil langganannya.

"[Halo Bos....banyak yang keren-keren ini].chat Handoko.

"[Berapa duit?] Balas Enggar.

[Ala..kalau buat si Bos kecil ini mah uang segitu juga. Udah setahun kan Bos gak ganti mobil?]balas Handoko.

[Oke..ntar jam makan siang ke kantor ya. Ambil cek pembayaran mobil yang gue mau] ketik Enggar.

[Wah mantap si Bos. Sip. Siap Bos] balas Handoko sembari menyertakan emoticon ucapan terimakasih.

Perusahaan periklanan dan Production House yang dipimpin Enggar sedang berkembang pesat. Banyak artis-artis ternama yang bernaung di Production House miliknya berseliweran membintangi sinetron-sinetron stripping di televisi. Perusahaan periklanannya juga sering memakai jasa para artis terkenal. Penghasilan Enggar sebagai pria tampan yang mapan sudah tentu mrmbuatnya gampang untuk gonta-ganti mobil. Koleksi mobilnya bukan hanya satu, tapi puluhan. Kali ini foto mobil sport keluaran terbaru berlogo kuda jingkrak yang menarik minatnya.

***

Sore hari Enggar pulang ke rumahnya yang luas. Mengganti pakaian kerjanya dengan swimming pack. Enggar menghabiskan sore yang cerah dengan berenang di kolam renamg rumahnya yang luas. Kolam renang berada di tengah-tengah taman yang luas. Ditanami aneka pepohonan dan rumput. Saat duduk beristirahat di kursi renang, Enggar memperhatikan Mang Parjo. Mang Parjo adalah pengurus kebun yang selama ini mengurus kebun, taman dan tanaman di rumahnya. Sudah hampir 20 tahun Mang Parjo bekerja di rumah itu. Bahkan sejak Enggar masih TK, Mang Parjo sudah menanam dan merawat tanaman di rumah keluarga Pak Lukito, orangtua Enggar.

Enggar memperhatikan sosok lelaki tua, kurus dan ramping yang sedang memangkas pohon pucuk merah. Menyapu daun-daunnya yang berserak, kemudian membuangnya ke unit pengolah sampah organik di halaman belakang rumah. Enggar mengernyit mengingat-ingat berapa gaji Mang Parjo. Ah, dia lupa. Besok sepertinya Enggar harus menanyakannya kepada manager keuangannya yang juga mengatur dan membayarkan gaji para pekerja di rumahnya setiap bulan.

" Berapa? Hanya 1 juta? Jadi selama ini gaji Mang Parjo hanya 1 juta?" tanya Enggar terkejut.

" Iya Pak." Jawab Rey, manager keuangannya.

" Ah..kenapa tidak dinaikkan. Mang Parjo itu sudah 20 tahun bekerja di.rumah ini. Bahkan jauh sebelum kamu Rey" jawab Enggar merasa tidak nyaman.

" Ya..Bapak tidak ada bilang untuk menaikkan," jawab Rey membela diri.

" Rey..kamu manager keuangan di rumah ini. Harusnya kau beri tahu aku,"

" Hlo..kan sudah Pak. Setiap bulan laporan pengeluaran rumah tangga termasuk untuk gaji pekerja selalu saya berikan kepada Bapak. Termasuk rincian gaji Mang Parjo,"

" Mana laporannya?"

" Sebentar Pak" jawab Rey sembari mencari bundelan tumpukan laporan keuangan bulanan yang selalu dia buat.

Enggar memijit pelipisnya. Dia merutuki diri karena tak pernah membaca detail laporan gaji pekerja di rumahnya.

" Ini Pak," ucap Rey sembari mengulurkan laporan. Enggar membaca teliti. Kerongkongannya tercekat, membaca fakta laporan keuangan kalau gaji mang Parjo sudah 10 tahun tidak pernah dinaikkan. Namun Mang Parjo tidak pernah protes. Tetap selalu rajin dan menghormatinya sebagai penerus dan pengganti apanya.

Enggar menarik nafas panjang.

" Rey, mulai bulan depan naikkan gaji Mang Parjo menjadi 5 juta sebulan". Titah Enggar.

" Hah? 5 juta per bulan Pak? Untuk gaji tukang kebun? Apa gak ketinggian Pak?," tanya Rey.

" Sudah..kamu cukup turuti saja perintahku. Toh gajimu tidak berkurang hanya karena gaji Mang Parjo saya naikkan," jawab Enggar tegas.

" Baik Pak. Siap. Ada lagi Pak yang perlu saya kerjakan?" tanya Rey.

" Besok pagi, antar Mang Parjo ke ruang kerjaku sebelum aku berangkat ke kantor."

" Baik Pak.".

Keesokan paginya, Mang Parjo dengan wajah menunduk dan sedikit gemetar menemui Enggar di ruang kerja Enggar yang terletak di lantai 2 rumahnya. Mang Parjo bingung, mengingat-ingat andai ada kesalahan yang sudah tanpa sengaja dia perbuat.

" Mang Parjo tahu kenapa saya panggil ke ruangan ini?" tanya Enggar.

" Ma..maaf Den. Saya tidak tahu. Apakah saya berbuat kesalahan yang saya tidak tahu Den?. Mohon maafkan dan jangan pecat saya. Kasihan anak istri saya Den," jawab Mang Parjo dengan suara bergetar.

" Siapa bilang saya mau memecat Mang Parjo. Mana mungkin saya pecat orang pilihan alm.papa yang sudah merawat taman dan tanaman di rumah ini selama 20 tahun. Saya hanya mau mengucapkan terimakasih kepada Mang Parjo. Mulai bulan depan gaji Mang Parjo saya naikkan menjadi 5 juta per bulan."

" Aa..aapa Den? Apa saya tidak salah dengar?" tanya Mang Parjo masih dengan wajah terkejut.

" Tidak. Mang Parjo gak salah dengar. Dan satu lagi. Mohon terima ini sebagai ucapan terimakasih saya atas dedikasi Mang Parjo selama 20 tahun telah setia bekerja di rumah ini," ucap Emggar sembari menyerahkan 5 ikatan uang seratus tibuan setebal 1 cm. 1 ikatan masing-masing terikat kertas bank yang bertuliskan angka 10 juta.

Mata Mang Parjo terbelalak. Tangan dan seluruh tubuhnya bergetar. Seumur hidup Mang parjo tidak pernah melihat uang sebanyak itu.

" Ini uang 50 juta sebagai hadiah dari saya atas pengabdian Mamg Parjo bekerja selama 20 tahun di rumah kami. Mohon diterima ya Mang," ucap Enggar.

" Ya Allah Ya Robbi. Alhamdulillah..mimpi apa aku semalam. Masya Allah..akhirnya aku bisa daftar haji dan berkurban tahun ini," tangis Mang Parjo pecah sembari melakukan sujud syukur di atas karpet tebal lembut di ruangan kerja Emggar.

Ada yang mengiris kalbu Enggar. Mata Enggar berkaca-kaca. Bening bulir juga menderas berlomba keluar dari sudut matanya. Bagaimana mungkin uang 50 juta yang biasanya hanya dalam waktu sekejap bisa dia foya-foyakan hanya untuk pesta bisa membuat Mang Parjo menangis dan memuji Allah.

Enggar merasa malu sekali. Hatinya tertampar. Dia yang dengan mudahnya membeli mobil berharga ratusan juta saja tidak pernah terpikir untuk mendaftar haji atau berqurban. Hatinya gerimis. Ah sungguh Mang Parjo membuatnya yang biasanya tegas menjadi ikutan cengeng.

Ah..sungguh...Enggar merasa malu. Sangat malu.

" Mang....uang 50 juta ini Mang Parjo gunakan saja untuk kepeluan Mang Parjo yang lainnya. Untuk mendaftar Ongkos naik haji Mang Parjo dan istri, biar saya yang bayar. Sekalian saya juga ikut mendaftar haji. Dan untuk Qurban saya juga titip tolong belikan saya seekor sapi yang besar untuk Qurban tahun ini," jawab Enggar sembari menambahkan lagi uang sebesar 20 juta.

"Alhamdulilah ya Allah. Pak Lukito pasti bangga dan bahagia punya pewaris sebaik Den Enggar. Semoga sehat selalu dan murah rezeki ya Den.Juga semoga segera mendapat jodoh wanita yang baik dna sholihah. Pesan Pak Lukito agar saya jangan sampai meninggalkan Den Enggar."

Doa tulus Mang Parjo malah membuat Enggar menangis merindukan almarhum Papanya, Pak Lukito yang meninggal dalam kecelakaan pesawat terbang 10 tahun yang lalu.

Lubuk Pakam, 4 Juli 2020.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

benar sekali bu, ironi, sukses selalu, salam literasi.

04 Jul
Balas

Terimakasih Pak...sebuah renungan untuk kita agar senantiasa mrngingat semnagat berqurban yang diperintahkan oleh allah

05 Jul

Dahsyat ceritanya jadi terharu ...terselip hikmah atas tulusnya Enggar bersedekah dan memperhatikan pegawainya..membuat dia malu dg dirinya uang berlimpah tapi tak pernah berkurban atau mikirin mau menunaikan haji..keren cerpennya

04 Jul
Balas

Iya bu...renungan dan pengingat untuk diri kita juga. Terimakakasih Bu...semoga sehat selalu aamiin

05 Jul



search

New Post