Fitri Hariana

Penulis adalah Alumni Pelatihan SAGUSABU 2 Medan. Penulis, Fitri Hariana, Lahir di Medan, 13 Agustus 1980. Ibu dari 3 orang anak. Alumni SMA Negeri 10 (sekara...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sarjana Sospol Yang Memilih Menjadi Guru Prakarya dan Kewirausahaan

Sarjana Sospol Yang Memilih Menjadi Guru Prakarya dan Kewirausahaan

Pemanfaatan limbah alam, termasuk limbah dari kelautan dan perikanan, berupa kulit kerang dan cangkang hewan Molusca atau seafood lainnya ternyata bisa menghasilkan produk kerajinan tangan yang berdaya guna serta memiliki nilai ekonomis. Begitu juga dengan jenis llimbah bekas pakai lainnya, seperti stoples plastik dan kaleng bekas. Bisa didaur ulang menjadi produk kerajinan tangan yang unik, kreatif dan memiliki nilai jual, di tangan-tangan terampil siswa/i SMA Negeri 1 Pantai Labu, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara.

Bila kemudian diseriusi, difasilitasi minimal dengan cara diberi ruang dan diapresiasi, maka bukan tidak mungkin minat, bakat dan kreatifitas mereka ini bisa memotivasi terbentunya calon-calon enterpreuner atau wirausaha muda. Wirausaha yang giat menghasilkan produk-produk prakarya kreatif disamping tugas utama mereka sebagai pelajar. Dengan banyaknya produk-produk kewirausahaan yang dihasilkan oleh hampir sebagian besar siswanya, maka bisa mendorong lahirnya SMA Kewirausahaan di sekolah. Akan sangat keren jadinya, bila secara akademis prestasi siswa-siswi sebuah sekolah bisa meningkat, karena passion dan kreatifitas mereka tertampung, plus siswa dan sekolah bisa menghasilkan produk kewirausahaan yang bisa dipamerkan dan dipasarkan baik secara offline maupun online. Terlebih bila bisa menggandeng dinas-dinas terkait seperti Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Dekranasda, pusat Promosi Unggulan Daerah maupun toko-toko penjual souvenir atau oleh-oleh khas daerah. Yang tentu saja, bila ada produk kreasi siswa yang terjual, bisa menambah uang saku atau tabungan siswa yang bisa mereka gunakan untuk membeli keperluan perlengkapan, ditabung untuk rencana biaya melanjut kuliah, atau sebagai tabungan modal berwirausaha ke depannya.

Produk-produk yang dihasilkan antara lain dalam bentuk Bunga dan vas bunga, asbak rokok, celengan dari wadah plastik/kaleng bekas yang dimodifikasi dengan aneka warna, bentuk dari guntingan kain flanel.

Kreatifitas siswa ini tidak terlepas dari peran aktif Tuti Maryani, S.Sos., guru Prakarya dan Kewirausahaan di sekolah tersebut.Meski masih berstatus sebagai guru honorer, namun tidak menyurutkan langkah dan semangatnya untuk mengabdikan diri dalam dunia pendidikan. Dia senantiasa mendedikasikan ilmu, waktu, tenaga, pikiran dan ide-ide bernasnya kepada siswa-siswa di sekolah.

Memiliki latar belakang pendidikan sebagai Sarjana Sosial Politik justru membantunya bisa lebih memahami bagaimana melakukan pendekatan ke siswa. Banyak siswa yang sudah merasakan personal approach (pendekatan pribadi) darinya. Caranya berinteraksi dengan murid-murid, membuat mereka merasa dekat sehingga tak canggung menganggapnya layaknya ibu kandung. Sikap hangat, ramah, dan familiarnya ini, membuat murid dan orangtuanya betah berdiskusi dengannya.

Tuti yang merupakan alumnus Jurusan Administrasi Negara, Fakultas Sosial Politik, Universitas Islam Riau, Pekan Baru ini, dilahirkan di Sungai Baung, satu janurai 1986. Istri dari Sardi itu dikaruniai dua anak. Putra sulungnya, M.Ghansar Nazwha Aditha, lahir di Pekan Baru pada tanggal 12 Desember 2012. Sedangkan Putri keduanya, Mayang Ayu Qieara, saat ini berusia tujuh bulan. Sebelum Mayang lahir, Allah menguji kesabaran Tuti, dengan cara mengambil kembali putra sulungnya yang saat itu masih berusia tiga tahun, juga merupakan anak semata wayang. Sebelum wafat, Ghansar mengalami demam tinggi hingga step. Meski sudah dibawa berobat ke beberapa klinik, ternyata Sang Maha Pencipta memang berkehendak mengambilnya kembali dari pangkuan ibundanya. Ghansar meninggal di Pantai Labu, di rumah nenek dari pihak ayah, tempat ayah dan bundanya tinggal selama ini. Jenazah Ghansar dimakamkan di Pemakaman Umum tak jauh dari sekolah tempat ibunya mengajar.

"Tanpa didampingi oleh orangtua kandung dan keluarga yang di Pekan Baru, saya harus menyaksikan anak saya yang sudah tidak mampu berteriak memanggil saya mama untuk selamanya, " kenang Tuti dengan wajah sedih.

" Waktu itu, tak sanggup rasanya hati saya untuk memberi kabar kepada orangtua dan keluarga lainnya di Pekan Baru, bahwa cucu yang mereka sayangi telah tiada," lanjut Tuti.

Tuti sempat terpuruk dan merasa hatinya hancur. Hidup menjadi tak bergairah dan kurang bermakna. Rasa kehilangan itu begitu membuatnya terpukul. Jiwanya terasa hampa. Akar jiwanya seolah ikut tercerabut atas berpulangnya ananda Ghansar. Meski Tuti pun menyadari, bahwa jodoh, rezeki, takdir dan maut telah Allah tentukan. Tuti berusaha ikhlas, meski merasakan ikhlas itu tak semudah mengucapkannya. Patutlah kalau ikhlas itu berat, karena hadiahnya surga. Andai ringan seperti lomba makan kerupuk, ya paling dapat hadiah kerupuk atau paling besar kipas angin.

Waktu terus berjalan. The life must go on. Tuti tak ingin terus-menerus larut dalam kesedihan. Tuti bangkit dan enggan berlama-lama berkubang dalam keterpurukan tanpa henti. Beberapa bulan setelah kepergian Ghansar, di sekitar areal pemakaman tempat Ghansar dikebumikan, didirikan satu unit sekolah baru yaitu SMA Negeri 1 Pantai Labu. Sebagai unit sekolah baru, tentu saja masih membutuhkan tenaga guru honorer, karena belum ada guru PNS yang ditugaskan ke sekolah itu. Tuti mengajukan lamaran sebagai pendidik di sekolah itu. Minimal bila ia mengajar, hari-harinya tidak lagi terasa sepi dan rasa kehilangan akibat kepergian Ghansar bisa sedikit terobati. Di sekolah, Tuti bisa menyalurkan pengetahuan, ide dan kreatifitasnya ke anak didik. Termasuk juga menyalurkan kasih sayang dan perhatiannya ke murid sebagai pengganti anak kandungnya. Apalagi saat itu, putri keduanya, Mayang, belum lahir.

Dengan menjadi guru Prakarya dan kewirausahaan, Tuti berpendapat bahwa ia akan memiliki kesempatan untuk ikut serta memberi andil dalam pendidikan karakter pada generasi muda Indonesia. Ada 18 Nilai dalam Pendidikan karakter. Dua diantaranya adalah nilai Peduli Lingkungan dan Peduli Sosial. Berdasarkan dua nilai tersebut, Tuti senantiasa mendorong murid-muridnya untuk bisa menghasilkan produk prakarya kerajinan tangan dengan memanfaatkan bahan limbah yang sudah tidak terpakai menjadi produk kreatif yang berguna, Dengan demikian, minimal bisa memecahkan dua masalah. Pertama bisa menjadi pemecah mengurangi masalah limbah bahan sisa yang bila dibiarkan akan tetap menjadi sampah tak berguna, sampai-sampai orang bisa merasa jijik sangking menumpuknya. Kedua, bisa menghasilkan produk yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain, syukur-syukur bila bisa menghasilkan keuntungan dalam bentuk rupiah atau materi lainnya.(Fitri Hariana)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Feature yang cetar membahana. Mantaffff, Bunda Fitri. Kisah inspiratif yang patut dicontoh banyak orang. Tulisan yang kaya pelajaran hidup, sarat PPK. Bahwa musibah tidak serta merta harus membuat kita terpuruk dan larut di dalamnya. Masyaallah, luar biasa. Di tangan guruyang penuh kreativitas, inovatif ,dan gigih dihasilkan karya yang ramah lingkungan. Salam sehat, bahagia, dan sukses selalu. Barakallah, Bunda Fitri.

11 Sep
Balas

Aamiin. Terimakasih banyak untuk doa dan dukungannya bunda Raihana Rasyid. Justeru itulah tujuan utama saya menulis feature tentang beliau yang gigih ini, Namun apa nyana, feature yang maksud saya mengangkat kisah hebat seorang guru ketika saya share di grup WA sekolah, saya disemprot oleh kepala sekolah. Dibilang "Tolong jangan kemajuan dan jangan pamer", karena tulisan saya kepsek marah bu, karena saya baru tau teman saya ini belum punya ijazah akta mengajar IV, dan kepsek takut ke depannya SK GTT Propinsi teman saya ini tidak keluar lagi. Maksudnya sama-sama baik menolong teman, namun mungkin terlalu berlebihan menurut saya kekhawatiran kepsek

15 Sep

Skenario Allah itu indah. Hal ini yang terjadi pada diri Bunda. Sukses selalu dan barakallahu fiik

11 Sep
Balas

Makasih bunda Siti Ropiah. Ini kisah tentang teman sesama guru yang saya tulis bunda. Kebetulan saya baru mutasi ke sekolah baru, dan dari sekian banyak rekan guru ada guru honorer yang entah kenapa dekat dengan saya, beberapa bukan berteman, saya salut dengan ketegaran hatinya. Akhirnya saya wawancarai via WA dan saya tulis feature tentangnya. Doa yang sama juga buat bunda dan keluarga. jazakillah khair.

15 Sep

Wah, bagus tuh... guru kreatif banyak karya, salam perkuat karakter dan literasi.

11 Sep
Balas

Terimakasih banyak pak Seno. Salam literasi.

15 Sep



search

New Post