Aku sangat terkesan dengan ibu bidan desa. Pekerjaannya begitu mulia, menolong persalinan bayi dan memastikan ibu dalam kondisi yang stabil. Pagi biasanya sudah sibuk di puskesmas atau Puskesdes, malam biasanya ada saja warga yang menggedor pintu rumahnya. Bisa dibayangkan bagaimana pengorbanan bidan desa. Kau pasti juga punya keluarga, ada suami dan anak yang harus dirawat. Menyiapkan makan, membersihkan rumah dan lain sebagainya. Tetapi dirimu masih sangat telaten merawat masyarakat yang membutuhkan. Seperti yang dialami oleh mbakyuku, namanya Ibu bidan Alif Okta Pratama. Cita-citanya menjadi bidan memang sudah dari sekolah dasar terpatri di dadanya. Sampai aku ingat sekali, kala itu setelah lulus SMA dengan wajah takut-takut mengutarakan isi hatimu kepada bapak dan mamak. Takut kalau keputusan nya mengambil jurusan kebidanan menjadi beban keluarga. Ya memang keadaan keluarga yang dibilang tidak mewah tetapi cukuplah. Bapak sebagai seorang pedagang di pasar yang penghasilannya dibilang tidak tentu, kadang jika pasar ramai dapat uang banyak. Jika musim sepi, ya kadang tidak dapat penghasilan. Kalau mamak adalah guru SD penghasilannya tetap setiap bulan dan Alhamdulillah bisa membantu perekonomian keluarga. 

Mendengar mbakku ingin lanjut ke sekolah kebidanan, Alhamdulillah bapak sama mamak langsung mendukung. Aku sebagai adik juga mendukung. Persiapan dilakukan, karena mbakku sekolah kebidanan memilih di luar wilayah provinsi. Aku sedih karena teman seperjuangan di rumah akan sekolah di luar wilayah. Namun aku sadar, demi cita-cita aku ikhlas. Kami selalu memantau perkembangan mbakku saat kuliah, Alhamdulillah memperoleh hasil yang memuaskan. Tiga tahun mbakku ambil jurusan D3 kebidanan di Respati Yogyakarta. Setelah kembali langsung mendedikasikan diri pada masyarakat. Awalnya ikut bidan senior di daerahku dalam melayani persalinan ibu dan anak. Kemudian ada program Bidan PPT, mbakku mendaftar dan lolos. Penempatan di daerah yang cukup jauh dari rumah, bapak dan mamak ikhlas dan melepas mbak untuk mengabdi. Daerah di wilayah PTT mbak adalah daerah bedul desa dari Jawa Timur, karena dari logat bicaranya mereka masih menggunakan logat dari wilayahnya dulu. Daerahnya sudah cukup ramai, dan orangnya ramah-ramah. Di sana mbakku banyak melakukan aktivitas seperti membuka praktek di rumah setelah dari puskesmas, ada kegiatan senam hamil, posyandu ibu hamil dan lansia, posyandu remaja dan lain-lain. 

Kalau dilihat dari animo masyarakat yang berobat dan dilayani oleh mbakku, mereka merasa puas. Memang mbakku orangnya cekatan dan sigap. Tak jarang mbak harus merujuk pasien ke kota besar karena memang peralatan di puskesmas tempatnya bekerja tidak memiliki peralatan medis yang memadai. Perjalanan merujuk pasien juga mengalami banyak kejadian dramatis. Namun tetap dilakoni dengan sabar dan telaten. Banyak kegiatan keluarga yang tersita apabila mbak sedang melayani pasien. Pekerjaan itu dilakoninya dengan sangat bijak, terlihat juga keluarga kecilnya mendukung apa yang dilakukan oleh mbakku itu. Jika aku berkunjung ke rumahnya dan melihat kegiatan yang dilakoninya, aku salut dan bangga. Mbakku pastinya juga berkolaborasi dengan warga sekitar dan teman-teman sejawat untuk melakukan tugasnya. Sampai akhirnya pengorbanan menjadi bidan PTT berbuah manis. SK peralihan dari bidan PTT ke SK bidan PNS mbak kantongi tahun 2017. Semoga tambah amanah ya mbak, perjuanganmu menjadi inspirasi buatku untuk tidak mudah menyerah. Bidan-Bidan desa itu sungguh tangguh, pesonanya terpancar cantik setara dengan perjuangannya di desa. Aku terpesona bidan desa yang cantik-cantik penyelamatan ibu dan balita