Tantangan menulis hari ke-23

#tantanganmenulisgurusiana

Pertengahan tahun berikutnya, saya menikah. Bukan dengan si Hitam yang tadi, tapi dengan si Hitam manis yang lain. Kami pun berpisah, hanya sementara. Karena saya diboyong suami ke kota kelahirannya yang notabene sangat jauh dari rumah papa.

Dua bulan kemudian papa menawari saya, ingin si Hitam atau si Putih. Setelah melalui banyak pertimbangan, akhirnya saya memilih si Hitam. Dengan alasan, khawatir papa masih sayang sama si Putih (ga enak kan lagi sayang-sayangnya malah dipisah ( ꈍᴗꈍ)).

Beberapa tahun bersama, tak terpisahkan antara saya dengannya. Bahkan, dia juga sangat membantu suami saya. Malahan, terkadang kami memperebutkan si Hitam karena keperluan mendesak, juga karena kenyamanan yang ditawarkan. Tapi tetap saja, suami mengalah pada saya. Hehehe...

Sempat beberapa kali suami menawarkan pengganti si Hitam. Tapi selalu saya tolak. Bagaimana mungkin saya berpindah ke lain hati, sementara dia sangat setia? Walaupun saya sering teledor, sering cuek, tapi dia lah yang selalu setia menemani saya.

Tujuh tahun kami lalui bersama (saya dan si Hitam) di kota kelahiran suami saya. Tiba saatnya saya harus berpindah lagi, ke pulau seberang. Tidak terlalu jauh memang, tapi akses menuju kota tempat suami saya tinggal agak ribet. Tapi tak apa lah, yang penting si Hitam tetap menemani. Ya, dari sekian waktu bersama, hanya si Hitam yang benar-benar setia menemani saya.

Sekarang, 10 tahun sudah usiamu. Usia yang cukup tua. Suami pun sempat menawarkan lagi penggantinya, tapi tetap tidak saya gubris. Saya masih tetap pada keyakinan, setia sampai akhir. Saya harus lebih menaruh perhatian padanya, mengingat usianya yang tidak muda. Walaupun akhir-akhir ini dia selalu ngambek, tapi saya coba hadapi dengan sabar. Terima kasih si Hitam, kau setia menemaniku hingga saat ini. Darimu lah kukenang papa, perjuangan beliau, waktu yang beliau habiskan denganmu.

Ya, dia lah si Hitam, motor kesayanganku.