Tantangan Gurusiana : Muatan Lokal
Tantangan Hari ke-5
#tantangangurusiana
Tantangan Gurusiana : Muatan Lokal
Beberapa hari lalu, saat saya memulai tantangan ini, ada hal yang menarik perhatian saya di Grup Media Guru Indonesia, yaitu suatu postingan yang berisikan himbauan mengenai penggunaan Bahasa daerah untuk akhir pekan. Sempat bingung sih, bahasa apa yang akan saya pakai untuk menulis.
Saya lahir dari Ibu yang asli Jawa, dan Ayah asli Sunda. Tapi karena saya lahir dan besar di daerah Sunda, jadi saya menganggap diri saya orang Sunda. Walaupun begitu, bukan berarti saya mengerti sepenuhnya tentang Sunda. Dari bahasanya sendiri, Sunda (dan Jawa, yang saya tahu) memiliki keunikan sendiri, yaitu adanya tingkatan (istilah umum, khususnya saya kurang paham), yakni perbedaan penggunaan kata untuk orang yang lebih tua, orang yang seumuran, dan orang yang berada di bawah kita (lebih muda). Bahkan, penggunaan intonasi pun sangat diperhatikan. Jika berpikir tentang itu, selalu jadi pertanyaan bagi saya, apa benar saya ini orang Sunda?
Setelah menikah lebih dari tujuh lalu, saya pindah ke Bangka. Banyak ‘kekagetan’ yang saya rasakan di sana. Yang pasti, dari sisi Bahasa. Saya harus mulai belajar memahami bahasa Bangka, yang katanya ‘setiap daerah punya bahasa dan logatnya sendiri’. Tapi seiring berjalannya waktu, saya bisa memahami, bahkan menirukan logatnya walaupun tidak persis.
Tahun lalu, setelah saya berpindah ke Belitung, ‘kekagetan’ itu saya rasakan kembali. Ternyata, walaupun masih dalam satu provinsi, Bangka dan Belitung memiliki banyak perbedaan dalam bahasa. Jadi, lagi-lagi saya harus belajar memahami bahasa baru. Banyak istilah yang saya salah artikan, seperti sebutan untuk suami, kalau di Bangka disebut ‘orang rumah’ tapi di Belitung dipanggil ‘Bapak’.
Pernah suatu hari, saya menyapa siswa dengan Bahasa Bangka. Mereka saling bertatapan, bingung dan merasa aneh. Karena menghadapi situasi yang seperti itu, saya jadi kikuk juga. Dan akhirnya setiap kali saya ingin menyapa siswa, saya berpikir dahulu, kata apa yang akan saya gunakan, baru menyapa mereka.
Kembali pada pembahasan awal, mengenai penggunaan bahasa daerah untuk Tantangan Gurusiana di akhir pekan, ingin sekali saya mengikutinya. Tapi kembali pada kemampuan diri, selain menghadapi ‘kebingungan’, ditambah pemahaman saya masih ‘cetek’, jadi saya tetap menggunakan Bahasa Indonesia, Bahasa Pemersatu Bangsa.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar