Peran Orang Tua dalam Pembelajaran Daring
Peran Orang Tua Dalam Pembelajaran Daring
Tidak terasa lebih kurang 7 bulan guru dan siswa mengikuti pembelajaran jarak jauh alias daring. Semua kegiatan hanya lewat dunia maya. Mulai dari absen, memberikan materi, mengumpulkan tugas, bertatapan pun lewat dunia maya.
Jika guru tidak pernah menggunakan aplikasi zoom, google meet atau video confrence, atau sejenisnya guru tidak kenal dengan siswanya. Apalagi jika sang guru tidak pernah mengajar mereka pada kelas X atau XI. Ketemunya baru di semester 5 kelas XII, lengkap sudah semuanya. Sepertinya guru mengajar di alam gaib, makin parah kalau tak ada respon dari siswa. Jadi guru tidak tahu apakah siswa paham dengan materi yang diberikan atau tidak.
Begitulah yang dirasakan guru saat ini. Sebenarnya guru tidak puas dengan pembelajaran seperti. Tapi apa daya, kita hanya dapat berdo'a agar semua cepat berlalu. Semua kembali seperti dulu, kembali normal, dan bisa melaksanakan pembelajaran tatap muka.
Untuk memperoleh hasil maksimal perlu kerjasama yang baik antara guru dan orang tua. Guru butuh bantuan orang tua untuk memantau pekerjaan siswa. Apakah si anak sudah membuat dan menyerahkan tugas yang diberikan guru. Peran orang tua sangat dibutuhkan di sini.
Sebab sebagian siswa hanya sekedar mengambil absen di awal pembelajaran. Setelah itu, mereka akan tidur kembali, atau sibuk berselancar di dunia maya. Sehingga tugas tinggal tugas. Akhirnya tak ada tugas yang dibuat atau diserahkan ke guru melalui GC atau luring.
Tapi sayang, banyak orang tua yang tidak paham dengan pembelajaran daring ini. Ketika ditanyakan pada orang tua, katanya mereka selalu menanyakan apakah tugas dari guru sudah selesai. Anak-anak mereka selalu menjawab, bahwa mereka telah menyelesaikan semua tugas. Orang tua tentu percaya saja pada putra putrinya, sebab mereka tidak paham bagaimana melihat di GC karena tidak bisa menggunakan aplikasi ini. Biasalah keahlian orang tua pada gadget yang mereka miliki hanyalah untuk komunikasi dan bersosial media.
Bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu, berbagai usaha dilakukan orang tua agar putra putrinya punya android. Sementara ia sendiri tidak memiliki hp jadul, apalagi android. Jadi, bagaimana mungkin mereka bisa memeriksa tugas anaknya. Paling-paling mereka hanya bisa mengingatkan si anak atas kewajibannya.
Ada satu pengalaman orang tua dalam hal menjalankan perannya memantau tugas anaknya. Seperti kata orang minang, sudah berbuih air liur orang tua mengingatkan anaknya untuk mengerjakan tugas. Namun si anak tetap asyik dengan androidnya, tapi bukan belajar. Mereka sibuk nonton youtube, tiktok, atau lainnya. Sehingga pada saat sampai dateline tugas, orangtua lah yang sibuk mengerjakan tugas dalam double folio atau buku. Orang tua yang takut anaknya tidak ada nilai, si anak cuek aja tuh.
Peristiwa ini biasanya terjadi pada orang tua yang punya anak yang duduk di SD atau SMP. Karena pelajarannya masih bisa dimengerti orang tua. Sebenarnya hal ini tidak boleh dilakukan orang tua. Bukannya menyelesaikan masalah, malah orang tua akan menambah masalah.
Anaknya akan bertambah malas. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah secara sadar atau tidak orang tua telah merusak salah satu karakter yang harus dimiliki anak, yaitu kejujuran. Dalam hal ini orang tua harus lebih tegas pada anak. Gertak sambal mereka"mau sekolah atau tidak"? Kalau tidak mau mengerjakan tugas berhenti sajalah sekolah. Bisa juga denga cara menyita hp mereka untuk sementara sampai tugasnya siap. Jangan biarkan android di tangan mereka 24 jam.
Ada juga orang tua yang bilang pada guru bahwa anaknya dibebastugaskan dari semua pekerjaan rumah. Biar semua pekerjaan dihandel ibunya. Menurut penulis ini juga kurang baik. Bagaimana kita mendidik karakter anak kita? Dengan memberikan tugas rumah, berarti kita melatih mereka untuk bertanggung jawab. Tanpa beban tugas rumah yang diberikan orang tua, mereka tidak memiliki rasa tanggung jawab. Jadi tanggung jawab untuk mengerjakan tugas sekolah juga tidak ada.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Artikelnya keren, ulasannya mantap. Sarat makna dan informatif. Terima kasih sudah berbagi cerita indah tentang pandemi. Salam semangat.
Terimakasih Bun. Maaf baru dibalas. Sukses selalu buat Bunda
Cerita di balik pandemi. Sepertinya kalo pengalaman2 di.masa pandemi dijadikan satu akan nenghasilkan cerita yang menarik ya ibu?Smg pandemi sgr berlalu
Aamiin. Terimakasih kunjungannya Pak
Sepakat bu. Tanpa dukungan ortu maka PJJ duit berjalan sesuai harapan.
Benar Bu. Terimakasih kunjungannya.
Batua tu Mak Parak ..apolagi anak SD...ada amak2 yg anaknya di SD bahwa 80 % tugas anaknya dia lah yg mengerjakan....parah dok daring ko Mak...dan sebenarnya itu tergantung ortu nyo Mak..menanamkan karakter sedini mungkin...mau saja diperbudak sama anaknya yg masih kecil...
Maksud sayang ke anak..tpi subananya mencelakai anak mental masa depannya...
Bana Mit. Sikap tegas ka anak paralu bana. Kalau ndak ingin anak rusak dek kelemahan ortu.
Tanpa peran Orang Tua, hasil PJJ tidak akan seperti yang diharapkan
Betul Bu, minimal memotivasi anaknya
Betul sekali buk, kalau tidak hati-hati menyikapi PJJ, maka membuka celah untuk membutuh karakter anak, salam buk
Wa'alaikumussalam. Makasih Winta