Foy Ario

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bermain Peran

BERPERAN Vs MENJADI

Refleksi diri dan kesatuan Novian Dick

Foy Ario, M.Pd (SMAN 12 Jakarta)

Bagi sebagian pemain teater, berperan, mungkin memiliki kesenangan dan tantangan tersendiri... dimana si aktor diminta untuk menjadi yang bukan dirinya. Tantangan atau kesenangan tersebut tergantung pula dari sejauhmana tingkat kematangan si aktor sendiri. Atau sampai sejauhmana si aktor ingin menguji kemampuannya. Bahkan Stanislavsky mengajukan teori bahwa seorang aktor harus menghayati setiap peranannya setiap kali ia mementaskannya. Jika 100 kali pementasan, maka 100 kali pula pengayatan yang meski dilakukan. Dan seorang aktor harus mampu melakukan rasionalisasi, proyeksi, dan internalisasi secara bersamaan. Perlu kapasitas otak dan mental yang besar untuk melakukan hal ini...

Maka, pasti aktor yang berbakat pun pasti menyadari, bahwa bermain peran itu melelahkan. Karena tidak menjadi diri sendiri. Seolah mengenakan topeng pada wajah seolah menjadi wajah sendiri yang natural.

Tidak menjadi diri sendiri tentu saja terkadang membutuhkan kebohongan kecil, dan yang terburuknya adalah, kebohongan tersebut harus ditutupi oleh kebohongan-kebohongan lain, lalu kebohongan-kebohongan lain lagi, lagi, lagi, dan seterusnya, hingga di atas kebohongan tersebut tidak diketahui lagi alasan dan kenyataan yang sesungguhnya...

Inilah yang sering terjadi dibeberapa aktor yang bergitu menghayati peranannya sehingga ia sulit untuk kembali menjadi dirinya sendiri. Jika kebetulan perannya itu baik tentu saja bisa menjadi hal yang positif bagi kehidupan si aktor. Namun bagaimana jika ternyata peran itu memberi kesan yang negatif di kehidupan aktor tersebut sehingga si aktor menjadi salah-suai dengan keadaan lingkungannya. Seolah ia berada dalam panggung hipnotis yang ironis bagi sisi kemanusiaannya...

Lebih ironi lagi ketika hal ini justru terjadi dalam kehidupan yang sesungguhnya. Di mana seseorang diharuskan atau menjadi pilihannya (ketika pilihan lain tidak ada) untuk mengenakan sebuah peran yang disematkan orang lain terhadap hidup dirinya. Alangkah tegang dan melelahkannya ketika jika dengan terpaksa atau karena iba, atau karena tugas maka harus menjalani peran, entah itu sebagai seorang kekasih, pasangan hidup, dokter, guru, polisi, ulama, dan lain-lain....

Diri sejati menjadi semakin jauh dari sepontanitas hidup, dari kebebasan dan kesenangan, dari cinta yang sesungguhnya, dari pemahaman dan pemaknaan misi hidup. Inilah yang coba diungkapkan oleh Erick Fromm, bahwa manusia yang demikian seolah tidak punya harapan, lari dari kebebasan, dan tidak menjadi, atau hidup bagi dirinya. Ia hanya menjadi robot-robot bernyawa yang linglung menuju pabrik-pabrik hura-hura dan huru-hara tanpa memproduksi hidup dan kehidupan yang lebih bermakna, berguna, dan manusiawi...

Berbeda dengan berperan adalah menjadi. Menjadi tidak mengharuskan melakukan hal yang di luar diri. Meski tetap melakukan adaptasi maka itu hanyalah pengembangan kepribadian untuk menjadi lebih bebas, spontan, bermakna, dan lebih manusiawi.

Bayangkan jika anak kecil bukan diminta menjadi anak remaja atau orang dewasa. Biarkan ia bebas bermain atau melakukan apa saya di atas panggung bahkan diminta untuk menganggap panggung itu sendiri adalah tempat bermain. Maka tentu anak kecil tersebut akan tidak lagi merasa diamati atau menahan dirinya untuk berbuat apa saja secara nyaman dan natural. Inilah yang digagas oleh Bela Studio yang di bidani oleh Edy Haryono. Bahwa anak perlu menjadi dirinya secara bebas, natural, dan nyaman. Itulah makna Bela Studio yakni membela kebebasan dan naturalisasi anak-anak.

Menjadi akan membuat hidup tanpa beban. Menjadi remaja jika memang seorang remaja tentu akan sulit ditanya lagi apa kesannya menjadi remaja dan sulitnya menjadi remaja karena ia tidak lagi bisa membedakan dirinya dan perannya tersebut. Baginya hanya akan merasakan dan berpikir inilah saya.

Ini pula yang terjadi ketika kekasih, pasangan hidup, orang tua, polisi, guru, dll, menjadi dirinya sendiri. Maka semua bukan lagi sebuah peran, beban, sebuah tugas, melainkan menjadi panggilan untuk semakin menjadi diri sendiri atau semakin mengembangkan diri untuk semakin lebih bermakna, lebih baik, dan lebih produktif. Dirinya menjadi profesi tersebut. Tidak ada topeng. Hanya wajah asli yang dicintai dan dirawat dengan penuh harapan bagi dirinya sendiri yang berlimpah cinta hingga dapat memberikan cinta pada yang di luar dirinya.

Karena itu di atas panggung maupun di luar panggung hanya ada dua pilihan: “Berperan VS Menjadi.”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post