Terbayar Sudah dengan Santet (16)

Akhirnya benar-benar lega perasaanku setiba di hotel yang kami tuju. Vila Indah, seperti home stay, penginapan berkonsep alam. Menuju ke resepsionis, aku segera melunasi pembayaran. Semua membawa barangnya untuk masuk ke kamar sesuai dengan kunci yang diberikan pada kami. Dua kamar yang kami pesan. Satu kamar untuk aku, istri, dan bungsuku. Sedang kamar satunya untuk bapak, ibu, dan sulungku. Kami bersebelahan dengan pintu yang menghubungkan kamar kami.

Bersegera mandi dan ku nyalakan televisi. Istriku sudah membuatkan secangkir kopi hitam di atas meja. Ah, ternyata memang benar kata orang. Lebih enak jadi orang kaya. Jelas, dong. Mana mungkin lebih bahagia jadi orang miskin? Apalagi kalau ada orang bilang, uang itu tak penting. Yang penting hidup bahagia. He...he...kalau kebutuhan dasar saja tak terpenuhi, bagaimana bisa merasakan kebahagiaan? Aku kan sudah lama merasakan hidup serba pas-pasan. Sekolah tak pernah membawa uang saku. Bayar sekolah lebih sering terlambat. Bermain dengan teman hanya kadang kala.

Huh! Tak sengaja ku hembuskan nafas kesal.

"Kenapa lagi, Yah?" Tanya istriku yang ternyata ada di belakangku tanpa ku sadari.

Bersambung ....