Kapal Tua
Gugup gemetar bersyarat malu kupungut detak deret sang waktu
entah berapa mil terlampu sudah mungkin salah kumenghitung jari
dua puluh empat tahun selepas setengah abad
kita berlabuh dalam derasnya ombak dan menyapa pada hitamnya karang.
Gemercik pemecah pantai menghempas dinding
seketika nasionalisme tersusun rapi sembari bersujud pada yang kuasa
saat sepoi menemai terlena sudah sang nahkoda
awak pun tersipu berandai – andai.
Kapal tua
begitu luaskah samudra tempat menarimu menikmati mentari
hingga setiap lima jengkal berlabuhnmu
kau rayakan perayaanmu beralih nahkoda.
Sering bertanya aku dalam heningnya sepi kapan berlabuhmu pada dermaga
seperti oleh sang desain yang meriasmu
sejak kala bermimpi menikmati jayamu.
Dulu cerita tentangmu bukan sandiwara
merah bertumpah mengalir bercecer
tertidur kaku dimana-mana
merebut nama dan kecantikanmu
hingga berakhir memilikimu abadi.
Kapal tua
demikian sahutku untuk rupamu kini
engkau sepertinya tak henti mencari arah
berkali nahkodamu berganti rupa
mempesona rautmu saat pijarku tertuju
memilikimu tanpa syarat adalah sebab tak bosannya membelaimu
sederet bisu terpampang indah pada dindingmu
pelukis sejati telah mengoreskan pena
menenun mesra membingkai indahmu
hingga abjad tak sanggup berucap tentang parasmu.
Kapal tua
elokmu melekat pada tanpa batasnya samudra
aku setia menumpangmu
walau mampuku menemanimu hanya satu kata
setia.
Bukanlah penghalang walau kadang kau tak bijak
memberi aku rasa semanis kawanku yang berpangku
menikmati gulungan dari balik jendelamu.
Kapal tua
aku termenung saja walau kadang menyimpan iri
cerita haruku memecah gemuruhnya arus
tapi terdampar begitu saja
oleh hiruknya para sahabat yang berdamping pada ruang kemudi.
Kapal tua
entah dulu mengapa
dan kini
hingga demikian engkau kusapa
tak banyak yang kupelajari tentangmu
mungkin karena usiaku memberi jawab
tapi yakinku bukan sekedar vokal
pada dalamnya sebongkah saraf sang fundator tersimpan rapi sebuah jawab
bagiku bukan soal sebab setiaku menumpang
dengan nada berharap
seberkas putih mengalahkan kelamnya lembar
tempat aku menulis pada sudut sepi ruangmu.
Santai dan jauhku dari keramaianmu kadang diabaikan
dan buram tampanku dari tatapan nahkoda dan awakmu
menjadi sebab teriakku hanya terdengar bisik
apa merayumu butuh ruang dan waktu
keringatku tercucur juga agar berlabuhnya kita tak terombang – ambing.
Kucoba tegap dari balik celah
mengintip
menggeleng
menunggu alam saling bercerita
berharap engkau setia menungguku
mungkin kelak aku menahkodamu
bila estafet lembaran sejarah kau letakkan pada pundak
sebab memilikimu adalah kebanggaan.
Kapal tua
saksi hidup bertutur tentangmu
ragam desain dindingmu menjadikanmu begitu sempurna
hingga tak sedikit melirikmu untuk sekedar menggoda
tapi tak relaku bila ada yang ingin merayumu
apalagi memilikimu.
Kutaruhkan separuhku
agar cantikmu tak tergores karang
sebab kumampu juga merawatmu
untuk kukembalikan cita dan harap sang desainmu.
Kapal tua
kadang kumenjerit dan bersimpul sujud
saat badai menguncangmu sebab tak banyak aku mengenal cara nahkodamu
saat perih berteman hitamnya ruang dan nikmati sempitmu
pintaku hanya satu
kita bersandar
pada jayanya sebuah titik tanpa tetapi.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar