Pahlawan Zaman
Dalam sunyi ragunya logika kujejerkan rasa pada sederet baris
tentang aku dan kawanku di sudut taman
hampa
terdamparku pada jauhnya kota
bersama berpuluh inzan pijakan kaki mengais asa
dan bernostalgia
jauh dari ramaimu oh metropolitan
tapi bukan memberi arti aku hanya penghias pertiwi
sebab kita masih dalam rajut yang sama.
Bait demi bait hingga berakhir cerita
setetes keringat tanda setia
sang penjuang pelita bangsa
kadang terlupakan dalam pajang dinding sejarah
mungkin dimatamu aku ini tak terlalu penting
tapi yang terpenting aku ini bagian darimu.
Inilah cerita pada lembaran dari sudut taman ini
tentang pengabdian
tentang tak ada apa apa
tentang kolot dan reotnya gubuk
mengeja apa saja bersama tunas yang bermimpi
Mencuri detik yang tersisa diujung siang
bersama kawan mengoreskan cerita
hitam putihnya lembar pengabdian
pada setiap episode
menyinsingkan lengan mengatur barisan
bertarung pikir melawan gelap ruang imajinasi.
Terlintas seketika tumpuknya tanya
akankah cerita ini berujung derita
sebab logikaku berkata tugas ini begitu mulia
andai rumput bisa berkata pasti kepadanya aku bertanya
bila sepoi bisa bercanda pasti bersama aku di ruang rindu
gumanku dari baliknya hening
tidaklah salah proklamator berpesan sungguh berat tugasmu
sebab harus melawan bangsamu sendiri.
Pahlawan yang kau sematkan pada lenganku bukanlah perkara tanpa sebab
walau mungkin beradu tombak tentu bukan waktunya lagi
tapi bertarung kuatnya imajinasi
memanusiakan manusia bukanlah membalik telapak
sebab hempasnnya badai kebodohan
adalah beban berat yang harus ditanggung
Oh pertiwi
bukan salahmu menitipkan aku pada sudut taman
sebab terlahir aku untuk mengharumkanmu
walau selebar daun kelor saja energiku merawatmu
tetaplah mulia dimatamu dan hanyalah untuk elokmu
walau semangat hanyalah pelita di sudut ruang
tapi setia walau kadang mentari mengalahnya
sebab sekali lagi aku mungkin ditakdirkan berada di sini.
Kuacungkan tangan tanda bersumpah
agar penjajahan oleh bangsaku ini berpaling cepat
walau selangkah kuberanjak setiap titik
daripada diam berpangku pada teduhnya zaman.
Tak akan surut raga berlaga pada kejamnya era
sejengkal mundur adalah suatu kemustahilan
sebab pada pundak rapuh ini
sejuta cita dan angan tunas penerus berharap.
Negeriku
pada akhir goresanku ini kutitip salam bagimu
agar jangan pernah kau lupa
kawan di pelosok adalah pelita negeri
bukankah kita satu Indonesia
yang telah lama ditenun mesra oleh sang penjahit sejati
dari sabang sampai merauke adalah lantunan syair
yang jangan pernah kau khianati.
Setiap detak sang waktu kuhabiskan mengisi ruang kosongmu
mengajar saja
mendidik saja
adalah mampuku menjagamu
aku tak miliki yang lebih ini saja yang kumiliki
terimakasih kerenamu sungguh sempurna
kau hadiahkan untukku julukan
sang pahlawan pembangun cendikiawan
mengabdi padamu adalah gemanya nuraniku
sampai raga terkaku berbaring abadi
di akhir waktu.
BIODATA PENULIS
Frengky Jamento; lahir di Flores – NTT tanggal 14 November 1987. Menyelesaikan pendidikan tinggi PGSD pada Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng-Flores – NTT (2013). Sebagai guru di SD Inpres Lareng dan sekretaris PGRI Ndoso – NTT. Bersama Tim Gurita menulis buku Refleksi Pendidikan Untuk Masa Depan (Penerbit Diandra Kreatif Yogyakarta; 2019).
WA : 0812 3855 4472 /
E-mail : [email protected]
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren pak
Mkasih bu, kita nulis aja