Siswa Kehilangan Hp di Sekolah, Bagaimana Respon Guru?
Dalam dunia pendidikan khususnya sekolah menengah penggunaan handphone (hp) sangat dibatasi. Banyak sekolah yang melarang siswa membawa hp dengan merumuskannya dalam aturan tata tertib sekolah. Walaupun begitu, tetap saja ada siswa yang melanggar dengan alasan ini itu. Uniknya ketika mereka sudah tau ada larangan itu namun mereka tetap membawa hp, bahkan mereka melaporkan kehilangan hp di kelas kepada guru. Kejadian semacam ini tidak boleh diabaikan hanya dengan dalih aturan larangan tersebut. Sehingga kemudian pihak sekolah mengatakan "Kan sudah ada larangan, ya kalau hilang resiko siswa itu sendiri, guru tidak peduli." Nah, jika guru/kepala sekolah berfikir semacam itu maka justru sekolah tersebut mengabaikan nilai-nilai karakter yang dalam kurikulum 2013 sudah diimplementasikan.
Lho kok bisa? Bayangkan saja jika civitas sekolah mengabaikan hal tersebut maka hal-hal apa yang akan terjadi; (1) pembiaran siswa melakukan pencurian hp, (2) civitas mengabaikan nilai-nilai pendidikan karakter berupa relegius, jujur, dan seterusnya, (3) ketidakpedulian atas nilai-nilai kemanusiaan karena siswa yang kehilangan pasti merasa sedih, dendam, bahkan trauma, (4) belum lagi jika pihak wali siswa tidak terima atas kejadian ini dan langsung lapor ke pihak kepolisian maka akan lebih berabe. Setidaknya itulah alasan kenapa pihak guru/kepala sekolah harus merespon cepat walaupun hal tersebut sudah masuk dalam aturan tata tertib larangan membawa hp.
Pihak sekolah memang perlu mempunyai guru yang bisa melakukan investigasi dengan baik jika ada kejadian seperti itu, khususnya guru BK. Mereka merespon dengan cepat setiap kejadian dan menanganinya dengan tepat. Semua kejadian yang terjadi saat jam-jam sekolah hampir seluruhnya subjeknya adalah civitas sekolah itu sendiri, walaupun memang ada dari pihak luar. Oleh karena itu lingkupnya lebih kecil dan penanganannya lebih mudah, namun juga butuh respon yang cepat.
Dalam kasus pencurian hp memang kedua pihak tetap bersalah; siswa yang membawa hp dan yang mencuri hp. Namun, pihak sekolah harus merasa terpanggil untuk menyelesaikan masalah ini dan berupaya mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terulang. Tentunya dengan pendekatan kekeluargaan bukan pendekatan hukum, karena pelaku masih duduk dalam lembaga pendidikan yang masih butuh banyak pengetahuan dan pembelajaran sikap, butuh arahan dan bimbingan. Nah, di situlah peran guru seharusnya hadir. Guru tidak hanya sekadar mentransfer ilmu/informasi alias mengajar saja tetapi juga harus berperan sebagai pendidik dan pelatih.
Pendekatan kekeluargaan yang saya maksud adalah bagaimana pihak sekolah dalam menyelesaikan permasalahan tanpa melibatkan pihak kepolisian. Pihak sekolah hanya cukup melibatkan wali kelas, guru BK, wali murid, dan atau kepala sekolah. Dengan pendekatan kekeluargaan memungkinkan mereka menyelesaikan dengan hati, mengutamakan kasih sayang, saling memaafkan, tidak adanya trauma yang menghantaui kejiwaan pelaku, tidak memunculkan dendam, dan saling menumbuhkan serta mensupport akan kebaikan siswa di masa mendatang.
Hal ini saya uraikan karena ada kekhawatiran dari siswa yang kehilangan hp karena dia telah melanggar aturan sekolah hingga takut melapor, juga karena ada oknum sekolah yang merasa tidak peduli dan tidak mau menyelesaikan masalah ini karena mereka berpijak pada aturan sekolah yang sudah memutuskan pada tata tertib akan larangan siswa membawa hp.
Bagaimana pendapat Anda?
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar