Setelah empat puluh hari berada di sini, mereka tidak lagi menjumpaiku. Aku merasa sangat kesepian. Ada sih ada yang menemaniku, namun aku tak menyukainya. Ia bukannya menghiburku, melainkan membuatku ingin keluar dari tempat ini menjauhinya. Sayangnya aku tak mampu kabur dari sini. Kakiku seakan terikat, tubuhku tak mampu bergerak. Aku merasa tersiksa di tempat yang sempit dan panas ini.

Aku iri melihat rumah di sebelahku yang lapang, rindang, dan terlihat sejuk. Penghuninya tak henti-hentinya memperoleh kiriman hidangan yang disampaikan oleh teman yang rupawan. Penghuni rumah itu adalah teman kerjaku, yang dulunya selalu berpenampilan sederhana, tidak banyak bicara namun syarat dengan karya meski bukan orang yang kaya raya sepertiku.

Ia seringkali iba melihatku. Andaikata bisa memberikan hidangan yang enak itu pasti akan diberikannya. Sayang sekali, hidangan maknyus itu khusus diberikan padanya, dan jika akan diberikan kepadaku, hidangan itu tiba-tiba saja hangus tak berbekas. Ah aku menyesal sekali tidak mengikuti sarannya, aku bahkan mencemoohnya ketika itu. Ia mengatakan bahwa ia seringkali memikirkan kematian. Ia menanyakan jika ia meninggal, berapa orang yang akan bersedih, berapa orang yang akan terus mendoakannya secara khusus. Ia menduga tidak ada, karena yang hidup harus meneruskan kehidupan, mencari bekal untuk kehidupan di alam ini. Ia lantas mengajakku berkarya dengan niat untuk bersedekah, agar menjadi amal jariyah. Aku menolaknya.

#Day18