Gadis Kecil dan Pohon Belimbing (tamat)
“Papuq…, pelangi itu apa?” akhirnya Ning bertanya dengan hati-hati pada wanita tua yang tidak pernah bersekolah itu. Ning menunggu jawaban papuq Inah sambil menahan nafas.
“Pelangi itu selendang bidadari yang turun mandi,” jawab papuq Inah polos.
“Tuh...kan, aku bilang juga apa,” Rozi merasa menang.
“Ah...salah...salah...salah. Itu bukan selendang bidadari ! ndak mungkin!” bantah Ning kesal lantas meninggalkan Rozi yang menari-nari merayakan kemenangannya.
Ning membolak-balikkan tubuhnya, tidak bisa tidur. Pertanyaan tentang apa itu pelangi memenuhi pikirannya. Mamiq menyadari ada yang tidak biasa pada putri satu-satunya. Mamiq menutup kitab berbahasa Arab yang baru seperempat dibacanya. Lantas mendekati ranjang putri kecil yang memenuhi ruang hatinya.
“Tidak bisa tidur? Kenapa?” tanya mamiq sambil mengelus – elus kepala gadis kecil itu. “Mamiq, tadi Ning melihat bermacam-macam benda,” Ning mengubah posisinya, sekarang ia duduk memeluk gulingnya.
“Melihat macam-macam benda?” mamiq balik bertanya pura-pura tidak tahu kalau Ning memanjat pohon belimbing papuq Inah lagi.
“Mamiq tidak marah?” Ning semakin erat memeluk gulingnya. Mamiq menggeleng. Ning mulai bercerita tentang apa yang dilihatnya tadi, dan muncullah berbagai pertanyaan dari mulut mungilnya. Mamiq kemudian menjelaskan apa saja yang sebenarnya dilihat oleh putrinya itu.
“Yang epe kira gunung di sebelah sana, itu bukan gunung nak,” jelas mamiq sambil menunjuk arah timur
“Itu pulau Sumbawa, bagian dari provinsi kita, provinsi Nusa Tenggara Barat. Kemudian lapangan biru yang epe lihat itu, laut anakku, Labuhan Haji. Gulungan-gulungan putih yang saling susul-menyusul itu adalah gelombang laut yang berbuih, buihnya berwarna putih sehingga terlihat seperti gulungan-gulungan putih. Nah, laut itu terlihat berkilau karena ia sesekali memantulkan sinar matahari,” lanjut mamiq menjelaskan dengan pelan-pelan.
“Di gunung Rinjani Ning melihat pelangi, kata Rozi dan papuq Inah, pelangi itu selendangnya Dewi Anjani yang sedang turun mandi ke danau Segara Anak. Masa sih Miq. Masa Dewi Anjani mandinya pas ada pelangi doang?” Ning mengutarakan rasa penasarannya. Mamiq tersenyum.
“Orang-orang tua ini niatnya baik, tapi informasinya salah” batin mamiq sebelum menjawab pertanyaan Ning.
“Pelangi itu bukan selendang bidadari” jawab mamiq, beliau terdiam sejenak demi melihat ekspresi Ning.
“Tuh kan, Ning benar. Terus pelangi itu apa?” tanya Ning, mamiq tersenyum, memperbaiki posisi duduknya dan mulai menjawab pertanyaan Ning.
“Begini nak, sehabis hujan, titik-titik air masih berada di udara. Nah, kemudian disinari oleh cahaya matahari. Ttitik-titik air itu memantulkan cahaya matahari dengan warna yang berbeda-beda. Warna-warna itulah yang membentuk pelangi,” jelas mamiq
“Trus kenapa bentuknya setengah lingkaran,kayak pita yang dipasang di kepala Ning waktu ikut gerak jalan?” tanya Ning penasaran.
“Itu disebabkan bentuk titik-titik air di udara berbentuk bola, bentuk bumi kita kayak bola. Pada saat kita melihat pelangi, kita melihat setengahnya saja. Setengahnya lagi di sisi yang lain,” jelas mamiq membuat Ning manggut – manggut, lantas tersenyum tanda mengerti. Ia berjanji besok akan menemui Rozi dan menjelaskan tentang pelangi.
“Mamiq, bolehkah besok Ning memanjat pohon belimbing itu lagi, Ning mau melihat gunung Rinjani,” Ning meminta ijin.
“Boleh, tapi Ning harus hati – hati ya,” mamiq meluluskan. Ning mengangguk, lalu ia merebahkan tubuhnya dan mulai bermain dengan khayalannya hingga terlelap.
Seperti biasa, sepulang sekolah Ning bergegas mengganti seragam dengan kostum kebanggaannya. Melesat ke rumah papuq Inah. Setelah mengucap salam ia langsung memanjat pohon belimbing yang sedang berbuah. Bercokol ia di dahan favoritnya. Gunung Rinjani dengan ketinggian kurang lebih 3000 meter di atas permukaan laut, tampak perkasa dan bersahaja. Awan – awan mengelilinginya seperti surban yang disampirkan pada pundak para tuan guru. Gadis kecil itu takjub dengan bukti kebesaran Yang Maha Kuasa. Rinjani begitu kokoh dan indah.
***
Dua belas tahun kemudian Ning memandang pohon belimbing tua itu sambil tersenyum. Sekarang pohon belimbing itu dililiti kawat berduri dengan tinggi sekitar satu setengah meter dari permukaan tanah.
“Kok dililit kawat berduri seperti itu?” tanyanya, berceletuk lebih pada diri sendiri.
“Untuk mencegah adik-adikmu membuktikan dirinya lebih hebat dari kera,” jawab Paman Sardi yang tiba-tiba berdiri di sampingnya. Ning tersenyum lebar mendengar alasan itu.
TAMAT
===
Lombok Timur, 18 April 2021
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerpen keren
Terima kasih sudah berkunjung, bunda.
Keren ceritanya, terus dilanjutkan jadikan buku yang menarik, Barokallah Bu Galuh
Terima kasih Pak Guru.
Mantap cerpennya. Salam literasi. Sudah like & follow
Terima kasih, bapak, saya sudah follow, OTW berkunjung pagi ini.
Cerita yang hebat. Salam literasi
Terima kasih bunda, salam literasi.
Bu Ratning suka panjat-panjat pohon rupanya. Salam bidadari eh slam literasi. Sehat selalu.
Ahahaha..., terima kasih sudah berkunjung,Pak. Salam sehat dan salam literasi.
Cernak yang sangat bagus bund. Ning puas dengan jawaban mamiq. Salam literasi
Terima kasih,bunda. Salam literasi.
Cerpen yang keren. Salam sukses selalu...
Terima kasih bunda, salam sukses selalu untuk bunda.
Keren bun.. salam hangat
Terima kasih, bunda. Salam hangat.
kereeen. sukses selalu Bu Galuh
Terima kasih kunjungannya, sukses selalu juga buat panjenengan.
maasyaaAllah cerita yang keren, tiang juga dulu selalu dikasi tau sama papuk kalo pelangi itu selendang bidadari sukses selalu bund. Semoga bisa jadi satu buku
Terima kasih, bunda. Ayoo ditulis budaya yang ada di gumi selaparang kita.
Krrrrreeeennnn,,bu galuh,,,ning itu kayak aku , suka manjat - manjat
Ahahaha.....sapeh bunda. Terima kasih sudah berkunjung.
Krrrrreeeennnn,,bu galuh,,,ning itu kayak aku , suka manjat - manjat
Krrrrreeeennnn,,bu galuh,,,ning itu kayak aku , suka manjat - manjat
Keren.Saya follow bu Galuh
Terima kasih bunda, monggo.
mantap cerpennya,,kreen...sukses selalu
Terima kasih, pak. Ayo ditulis juga tentang masyarakat kita, sasak lombok. Sukses selalu ya.
Kereen ...pemahaman orang tua kandang-kadang beda..perlu diluruskan biar Ning GK bingung,sukses Bu
Terima kasih, masih belepotan, laguk posting wah, hehehe. Kayaknya masih banyak yang harus diluruskan, ayo dibuat jadi tulisan.
Kalau sde udah pinter nulis,...sy Mash pemula bingiiiittt...belajar dari nol hehehe...nulis nya masih lari kesana sini
Saya juga masih harus belajar. Tidak apa-apa lari sana sini nulisnya, yang penting menulis. Yok semangat yok.