“Ya ampun diik, kemarin lusa kan Nuri sudah ke sini minta uang lima ratus ribu. Sekarang kamu minta tujuh ratus ribu. Kalian kira ibu punya pohon uang?!” Omel Indri pada Hardi yang kemudian meminta maaf dan pamit pulang dengan wajah sendu. Indri tidak habis pikir, seringkali keponakan-keponakan ibu mertuanya ini datang meminta uang. Mentang-mentang ibu mertuanya anggota DPRD kabupaten, mereka pikir ibu mertuanya memiliki banyak uang. Wajar saja jika ibu mertuanya kadang menghindar, walaupun tetap memberikan uang kepada mereka.

Sebagai anak menantu yang tinggal bersama mertua, Indri kena getahnya juga. Ibu mertuanya kerap meminjam uang untuk diberikan kepada mereka. Indri mengadukan masalah ini kepada suaminya yang berjanji akan mengembalikan semua uang Indri, namun entah kapan.

Ibu mertua Indri meninggal dunia. Indri merasa sedikit lega. Bukan karena ibu mertuanya meninggal, melainkan bakal tidak diganggu lagi oleh keponakan-keponakan ibu mertuanya itu. Setidaknya, sekarang ia bisa menabung sedikit demi sedikit untuk masa depan keluarganya. Betapa terkejutnya Indri, ketika mereka diminta untuk mengosongkan rumah ibu mertuanya sesegera mungkin. Rumah itu telah digadaikan oleh ibu mertuanya kepada seorang pengusaha. Keponakan-keponakannya yang sering datang meminta uang itu, menuntut hak mereka dikembalikan, Ibu mertuanya meminjam dan menjual sawah mereka. Uang hasil penjualan sawah itulah yang digunakan untuk biaya kampanye, sehingga ibu mertuanya terpilih sebagai anggota DPRD kabupaten.

#Day26